Semarang, Maarifnujateng.or.id – “Bincang ringan” RUU Cipta kerja di Kantor PWNU Jateng, jl dr Cipto 180 Semarang Senin malam 19 Oktober, berlangsung “gayeng”. Diskusi yang menampilkan nara sumber Muhammad Khafid dan Aly Masyhar dari Unnes, serta Nur Syamsuddin dari UIN Walisongo Semarang diikuti para pengurus harian dan Lembaga PWNU Jateng.
Moderator Agus Riyanto Wakil Ketua Tanfidziyah PWNU Jateng menyatakan, “Saya belum tahu, draft RUU cipta kerja yang benar apakah yang 1.028 halaman, ataukah draft yang 812 halaman, karena belum diundangkan dalam lembaran berita negara”, ujarnya.
Nur Syamsuddin menyampaikan, perbedaan jumlah halaman draft RUU cipta kerja, bisa menjadi teknis, juga bisa menjadi substansi. “Jika perbedaan jumlah halaman ini menyangkut substansi, maka bisa dibatalkan secara keseluruhan oleh MK”, tegasnya.
Lebih lanjut ia mengatakan, memang RUU cipta kerja ini merevisi 79 UU, namun perubahan ini menyangkut kemudahan investasi. Disamping itu diharapkan investasi yang dilakukan dapat menambah lapangan pekerjaan.
- Iklan -
“Apapun badan hukum yang melakukan usaha secara profit, akan terkena ketentuan RUU cipta kerja ini. Jika terdapat pihak pemberi dan pencari kerja dalam badan hukum itu, maka akan terkena ketentuan dari RUU cipta kerja”, ujarnya.
Ali Masyhar yang menyoroti omnibus law dalam perspektif hukum menyampaikan, maksud omnibus law sebenarnya seperti kendaraan yang muatannya banyak. “Kita belum punya “cerita sukses” dalam kodifikasi hukum. “Sejak 1964 sudah ada inisiasi kodifikasi hukum, namun sampai saat ini belum terealisasi”, terangnya.
Lebih lanjut ia mengatakan, meminjam istilah Dahrendorf, tentu ada teori konflik dan teori konsensus. “Sepertinya Pemerintah sedang memainkan kedua teori ini”, ujarnya.
Namun, lanjutnya, para pelaku hukum lebih berpijak pada asas kepastian hukum. “Selama tidak ada hitam diatas putih maka belum ada kepastian hukum”, lanjutnya.
Ia mengharapkan, pembentukan undang-undang jangan sampai lepas dari Pancasila sebagai perekat keutuhan bangsa.
Secara legalistik, partisipasi masyarakat sangat penting baik sebelum pembahasan oleh DPR, ketika pembahasan, dan setelah pembahasan. “Dalam pengesahan RUU cipta kerja ini sangat membingungkan, karena ada 79 UU yang akan digabung dalam Omnibus law ini”, tegasnya.
Ketua Komisi kebijakan publik Akhmad Syakir menyoroti adanya penyempitan makna investasi karena hanya dilihat dari sisi PMA dan PMDN. Padahal investasi hanya sekitar 15%. Sedangkan yang 85 dari mana? Dilain pihak ada investasi sumber daya manusia (SDM). Misalnya pendidikan, ini bisa dilihat dari perspektif investasi, namun investasi SDM.
Sebuah produk adalah adanya pertambahan nilai yang dapat dinikmati. Di sisi lain, liberalisasi tidak dapat dibendung karena terkait dengan suplai dan deman. Pasar memang akan melahirkan alokasi yang efisien, namun pasar tidak menjamin adanya keadilan. “Saya kira ini perlu adanya intervensi dari pemerintah, karena adanya amanat pasal 33 UUD 1945”, ujarnya.
Muhammad Hafid dari Unnes menyinggung, ada 1.6 juta guru yang belum memiliki sertifikat guru. “Sebenarnya pemerintah mentargetkan tiga tahun semua guru harus bersertifikat, namun negara menghadapi kendala pendanaan”, ujarnya.