• Tentang Kami
  • Redaksi
  • Cara Kirim Tulisan
LP Maarif NU Jateng
  • Beranda
  • BeritaTerkini
  • Artikel
  • Sastra
  • Keislaman
    • Hikmah
    • Fikih
    • Tokoh
  • Jurnal
  • Program
    • LSP P2
    • Ma’arif Career
  • Lomba
    • Lomba Madrasah dan Sekolah Unggulan
  • UNDUH
  • Kirim Tulisan!
No Result
View All Result
  • Beranda
  • BeritaTerkini
  • Artikel
  • Sastra
  • Keislaman
    • Hikmah
    • Fikih
    • Tokoh
  • Jurnal
  • Program
    • LSP P2
    • Ma’arif Career
  • Lomba
    • Lomba Madrasah dan Sekolah Unggulan
  • UNDUH
  • Kirim Tulisan!
No Result
View All Result
LP Maarif NU Jateng
ADVERTISEMENT
Home Sastra Pustaka

Menjadi Saleh Ritual, Sosial, Virtual

16/10/2020
in Pustaka
Reading Time: 5min read
0 0
0
Menjadi Saleh Ritual, Sosial, Virtual

Ingin Saleh Boleh Merasa Saleh Jangan

0
SHARES
61
VIEWS
Bagikan ke FacebookBagikan ke Whatsapp

Oleh: Agus Wedi

Judul Buku: Ingin Saleh Boleh Merasa Saleh Jangan

Penulis: Abd. Halim, dkk.

Penerbit:Sulur Pustaka

Bacajuga:

Melindungi Anak dari Aksi Perundungan

Melindungi Anak dari Aksi Perundungan

25/06/2022
11
Mutiara Nusantara yang Mengilaukan Dunia

Mutiara Nusantara yang Mengilaukan Dunia

10/06/2022
8
Menjadi orangtua yang Dirindukan Anak-anaknya

Menjadi orangtua yang Dirindukan Anak-anaknya

03/06/2022
69
Salat Sebagai Terapi dan Transformasi Diri

Salat Sebagai Terapi dan Transformasi Diri

20/05/2022
11

Cetakan:1,  Mei 2020

Tebal: 234 halaman

ISBN: 978-603-5803-87-1

Di tubuh umat Islam sedang menyiratkan dua pergulatan ideologi besar. Pertama, kelompok indigenous Islam Indonesia yang memandang pentingnya “Indonesianisasi Islam”. Kedua, kelompok non- indigenous Islam Indonesia yang memandang perlunya “Islamisasi Indonesia” melalui jaringan transnasionalnya secara global. Kesimpulan itu ditarik Toto Suharto dalam teks pidato pengukuhan guru besarnya, Remoderasi Pendidikan Islam Di Indonesia: Tantangan Ideologis (2020).

Fenomena itu menjadi identifikasi yang khas dan dapat melahirkan teoritas bahkan tantangan. Lebih jauh, ia juga memengaruhi laku dan perubahan pamahaman umat Islam dalam beragama. Perubahan itu lalu dicoba disorot dan dijawab oleh beberapa penulis dalam buku Ingin Saleh Boleh, Merasa Saleh Jangan (2020).

Abd. Halim, misalnya, dalam esai Ingin Saleh Boleh, Merasa Saleh Jangan melihat cara pandang dan laku umat Islam, khususnya anak muda cenderung formalistis. Mereka ingin saleh, tapi karena tidak mendalami agama, mereka kadang memaksakan syariat dan membangun garis damarkasi, lalu merasa saleh. “Pada era sekarang, banyak pemuda/i muslim memiliki semangat hijrah dalam rangka menjadi pribadi saleh dalam pengamalan ajaran Islam. Hanya saja, terkadang sikap semangat berhijrah hanya ditampilkan dengan perubahan busana dan penampilan. Gerakan hijrah yang masif, ditambah banyak artis mendeglarasikan diri di media sosial bahwa mereka telah berhijrah,” tulis Halim.

Ia bahkan menyebut orang mengharuskan saleh boleh, tapi merasa saleh jangan. Sikap buruk dan hina dan butuh kepada Tuhan adalah sifat menghamba. Sedangkan sikap mulia dan agung itu adalah sifat Tuhan. Sehingga tidak ada ketaatan yang menimbulkan merasa mulia dan agung. Kita tahu, tawadhu’nya orang bermaksiat dan perasaan hina, merasa takut kepada Allah, lebih baik daripada takabburnya orang alim atau orang yang ahli ibadah.

Jalan beragama seharusnya meniru Nabi Muhammad. Mendahulukan kebijaksanaan pada orang lain daripada diri sendiri. Bersikap adil kepada semua umat, termasuk kepada orang yang tidak meminta melakukan keadilan. Belajar dan menyampaikan ajaran agama dengan cara yang sesuai kondisi dan situasi yang didakwahinya. Nabi mencintai kedamaian dan melarang kekerasan dalam beragama. Serta menghargai keragaman. Berdakwahnya Nabi selalu dilandasi kasih sayang dan kecintaan kepada semua kaum manusia.

Hingga suatu ketika, dalam berdakwah Nabi mendapat gangguan dari kaum musyrik, dan karena itu sahabat meminta agar Nabi berdoa kepada Allah supaya mereka di azab. Tapi Nabi menjawab dengan bijak, “Saya tidak diutus oleh Allah untuk melaknat tetapi untuk mengasihi”. Jika berdakwah menggunakan kata-kata kasar, menebar kebencian, maka terlalu jauh kita berjarak pada ajarannya.

Keberjaraan pada tuntunan Nabi, sungguh menjadi ruang lebar yang sesegara disergap oleh kelompok fundamentalis fanatik. Peluang itu pada akhirnya membuka pintu hadirnya “paham baru” yang terpaksa dimasuki ajaran-ajaran populis. Jangankan pendalaman agama yang menjadikannya rahmah, bahkan terbuka dan santun-toleran terhadap yang beda paham pun akan sulit terjadi. Pada akhirnya, resistensi dalam tubuh Islam justeru akan (kembali) menguat.

AE Priyono dalam prakata teks akademisnya buku Kuntowijoyo Paradigma Islam: Intrepretasi Untuk Aksi (2017), lebih dulu mencatat gejala itu. Bahwa dalam tubuh umat Islam mengalami ragam kecendrungan: mengalami koservatisasi, menjadi pasif secara sosial, dan mengambil jalan eskapis; bergerak menjadi bagian dari radikalisasi global, menjadi bagian dari wacana Islam transnasioal dan cenderung a-nasional; serta terjebak pada status-qou. Tapi eksistensi muslim hari ini lebih jauh dari itu, ia mengadaptasi pada iklim teknologi digital. Digital mendapatinya menjadi dunia baru dan karena itu, ia digunakan untuk merakit realitas artifisial keagamaan mereka.

Dalam pandangan Abraham Zakky Zulhazmi, dalam esai Dokter, Kiai, dan Cara Agama Zaman Digital meegaskan bahwa sebagian umat Islam yang cenderung “hidup” di digital, ia cenderung bersikap ekslusif dan pragmatis. Oleh sebab itu aktualisasi universalitas Islam menjadi terhalang. Dan ajaran Islam kian menyempit. Bahkan kini, bukan saja menegaskan keberjarakan atara kitab suci dan ilmu penafsiran, akal dan maqashidinya, tetapi ruang belajar seperti masjid, pondok, kampus, kiai, dosen jadi instrumen belaka. Hanya penanda identitas.

Dalam pertautan itu, Zakky menulis “Hari ini, sebagaimana kita lihat, banyak orang bergeser karena internet. Dulu orang belajar agama tidak mantap rasanya jika tidak kepesantren. Kiai menjadi sumur ilmu yang tak kering-kering. Kini, sebagian orang merasa cukup dengan hanya belajar di internet. Padahal google adalah rimba raya yang jika tak hati-hati kita akan tersesat… Kita patut khawatir, kiai-kiai dan orang-orang alim dalam urusan agama makin ditinggalkan karena orang-orang makin merasa semuanya sudah tersedia di internet”. Zakky merasa khawatir. Ia memandang hal itu sudah menguat dan akan menanjak.

Penjabaran Zakky menjelaskan kenyataan riil kepada kita, bahwa digital bisa melepaskan orang dari tatanan primordial karena sirkulasinya bukan hanya lepas dari pemiliknya melainkan menjebak mereka. Moral keagamaan terabaikan bahkan dalam kenyataannya, kasalehan ritual-sosial-virtual tidak dikenali. Digital tidak disadari bahwa ia telah ikut menghasilkan kebrutalan agama.

Namun, budaya “agamaisasi digitalitas” akan terus terjadi. Semakin banyak orang belajar agama di internet, lantas membentuk keyakinan sendiri. Mereka seperti mendapatkan pispot sebagai wadah baru: tidak peduli benar atau tidaknya ajaran itu, tidak akan mengubah keyakinannya walau dihadapkan oleh fakta yang bertentangan dengan agamanya.

Penerimaan yang bersifat emosional menjadi keyakinan yang sulit digoyahkan dengan epistemik argumen kebenaran apa pun, ketika kefanatikan menjadi sumber eksistensial. Nilai hierarki kebenaran dilihat dari banyaknya pengikut. Gempita bukan karena terbukanya nilai agama dan maksud Al-Quran, melainkan karena provokatif. Kejahilan menjadi saleh, asalkan bisa berternak ayat. Pada titik itulah, Nur Rahman, dalam esai Melestarikan Dakwah Kultural dengan Media Online ingin meredam fenomena itu.

Ia menuliskan: “Memang secara doktrin, membaca Al-Quran saja mendapatkan pahala, namun tidak cukup. Sebagai kitab yang berfungsi (hudan), kita juga harus membaca maksud dan kandungannya. Bagi masyarakat Indonesia, memahami ajaran agama dan Al-Quran bukan perkara mudah. Bahasa Al-Quran berbeda dengan bahasa sehari-hari kita. Selain itu, banyak kaidah lain yang dipersyarakatkan dan harus dipenuhi. Maka kita perlu membuka penjelasan para ulama dalam kitab-kitab tafsir. Karena di internet dan terjemahan Al-Quran saja seringkali belum memuat makna terdalam dari Al-Quran. Oleh karenanya, ilmu tafsir dengan kaidah-kaidahnya menjadi penting dalam beragama”.

Seluruh penjelasan di atas itu, menegaskan bahwa sebagian umat Islam kini sedang kehilangan fundamental structure ajarannya, tapi mengambil jalan eskapis. Oleh karena itu, kita perlu radikalisasi moralisasi digital dan sosial, serta peneguhan epistemik agama, agar tercipta keutuhan ajaran yang logis dan otentik. Yang pada akhirnya berpeluang menjadikan manusia saleh ritual, sosial, dan virtual.(*)

-Peresensi adalah Peminat kajian sosial dan keislaman, aktif di Komunitas Bilik Literasi Solo & Serambi Kata.

Tags: Agus WediMenjadi Saleh RitualSosial
ShareSendTweet
Previous Post

Menelaah Kuantitas Pendidikan Anak

Next Post

Kegalauan Hati Ibu Masa Kini

Related Posts

Melindungi Anak dari Aksi Perundungan
Pustaka

Melindungi Anak dari Aksi Perundungan

25/06/2022
11
Mutiara Nusantara yang Mengilaukan Dunia
Pustaka

Mutiara Nusantara yang Mengilaukan Dunia

10/06/2022
8
Menjadi orangtua yang Dirindukan Anak-anaknya
Pustaka

Menjadi orangtua yang Dirindukan Anak-anaknya

03/06/2022
69
Next Post
Ilustrasi Cerpen Kegalauan Hati Ibu Masa Kini

Kegalauan Hati Ibu Masa Kini

Tinggalkan Balasan Batalkan balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

IKUTI KAMI

  • 2.1k Fans
  • 1.5k Followers
  • 1.7k Subscribers
  • Trending
  • Comments
  • Latest
Hasil Survei: Hanya 11 Persen Masyarakat Jateng Setuju PJJ Dipermanenkan

Hasil Survei: Hanya 11 Persen Masyarakat Jateng Setuju PJJ Dipermanenkan

26/07/2020
Panduan Memahami Akidah Aswaja dan Tauhid Wahabi

Panduan Memahami Akidah Aswaja dan Tauhid Wahabi

20/03/2020
Pendapat Bapak Kedokteran Dunia yang Belum Dipahami

Pendapat Bapak Kedokteran Dunia yang Belum Dipahami

28/10/2019
Urgensi Statistika dalam Pendidikan

Urgensi Statistika dalam Pendidikan

24/07/2020
Urgensi Berpuasa dari Media Sosial

Membebaskan Pikiran dari Terorisme Digital

40
Muslim Wajib Peduli Alam dan Lingkungan

Muslim Wajib Peduli Alam dan Lingkungan

33
Penyakit Kronis Penulis Pemula

Membangkitkan Media Sosial PTKIS

31
Kebijakan Berbasis Maqasid Syariah Era Pandemi

Kebijakan Berbasis Maqasid Syariah Era Pandemi

29
Melindungi Anak dari Aksi Perundungan

Melindungi Anak dari Aksi Perundungan

25/06/2022

Hidup Harus Pandai Mengambil Hikmah

23/06/2022
Pendeta, Santri dan Pesantren

Pembentukan Karakter Anak Lewat Praktik Ibadah

26/06/2022
Mewaspadai Gerakan Khilafatul Muslimin

Mewaspadai Gerakan Khilafatul Muslimin

26/06/2022

Tulisan Terbaru

Melindungi Anak dari Aksi Perundungan

Melindungi Anak dari Aksi Perundungan

25/06/2022
11

Hidup Harus Pandai Mengambil Hikmah

23/06/2022
3
Pendeta, Santri dan Pesantren

Pembentukan Karakter Anak Lewat Praktik Ibadah

26/06/2022
2
Mewaspadai Gerakan Khilafatul Muslimin

Mewaspadai Gerakan Khilafatul Muslimin

26/06/2022
3
LP Maarif NU Jateng

Maarifnujateng.or.id merupakan media siber resmi milik Lembaga Pendidikan Ma’arif NU Jawa Tengah. Platform ini merupakan media penerbitan multisegmen yang memfasilitasi dan memotivasi pendidik, peserta didik LP Ma’arif NU serta masyarakat umum untuk memahami, menjiwai dan mencintai Ahlussunnah Waljamaah Annahdliyah serta mengembangkan kemampuan literasi.

Instagram

  • Pengumuman daftar pemenang 10 terbaik Lomba Best Practice Madrasah/Sekolah Unggulan LP Ma
  • #harlahansor #harlahansor88
  • #harlahfatayatnu #harlahfatayatnu72
  • #maarifnujateng #maarifnu #maarif #lpmaarif #lpmaarifnu #lpmaarifnujateng
  • Marhaban ya Ramadhan..
  • Selamat 70th Harlah PERGUNU, Guru Mulia Membangun Peradaban Bangsa.

#pergunu #pergunujateng #pergunupusat #harlahpergunu #harlahpergunu70
  • Selamat 70th Harlah PERGUNU, Guru Mulia Membangun Peradaban Bangsa.

#pergunu #pergunujateng #harlahpergunu70 #harlahpergunu
  • #pwnujateng #pwnu #pwnujawatengah #nujateng #lpmaarif #lpmaarifnu #lpmaarifnujateng #maarifnujateng #maarifnu
  • #pwnujateng #pwnujawatengah #pwnu #nujateng #lpmaarif #lpmaarifnu #lpmaarifnujateng #maarifnujateng #maarifnu

Alamat Redaksi

Jalan dr. Cipto No. 180 Karangtempel, Kota Semarang, Jawa Tengah 50124

Email:
asnapustaka@gmail.com
HP: 0821-3761-3404

Ikuti Kami

  • Tentang Kami
  • Redaksi
  • Cara Kirim Tulisan

© 2020 Maarifnujateng.or.id - Hak cipta terpelihara Lembaga Pendidikan Ma'arif NU Jawa Tengah.

No Result
View All Result
  • Berita
  • Artikel
    • Opini
    • Esai
  • Sastra
    • Cerpen
    • Puisi
    • Pustaka
  • Keislaman
    • Hikmah
    • Fikih
    • Tokoh
  • Program
    • LSP P2
    • Ma’arif Career
  • Lomba
    • Lomba Sekolah dan Madrasah Unggulan
  • Unduh
  • Kirim Tulisan!

© 2020 Maarifnujateng.or.id - Hak cipta terpelihara Lembaga Pendidikan Ma'arif NU Jawa Tengah.

Welcome Back!

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

Fill the forms below to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In

Add New Playlist

Go to mobile version