Oleh Usman Mafrukhin
Polemik pendidikan negeri ini pasca atau masa transisi pandemi Covid 19 harus kembali ditata ulang, sebab metode yang diterapkan selama ini yaitu daring, sama sekali tidak berjalan efektif di semua instansi baik yan negri maupun swasta.
Di lapangan banyak wali murid yang mengeluh karena murid di rumah tidak belajar melainkan hanya bermain gadget melulu, di samping itu terkendalanya kouta internet dan jaringannya, tidak semua kalangan penduduk dapat mengakses jaringan internet secara stabil contoh saja di daerah pegunungan harus mencari spot yang memiliki sinyak kuat untuk belajar daring atau menghunakan Google Class dan Zoom. Itu menjadi sebuah kendala utama dalam menjalankan prosesi pembelajaran daring. Sekelas mahasiswa saja mengeluh apalagi yang masih duduk di bangku SD, SMP, SMA.
Apalagi ditambah mencuaknya isu yang dipaparkan oleh mendikbud Nadiem Makariem baru-baru ini bahwa daring akan dilakukan walaupun pandemi ini sudah berakhir. Ini menjadi sorotan berbagai pihak antara yang pro dan kontra dengan statement berikut. seperti yang dilansir oleh beberapa media Ia mengatakan, metode pembelajaran jarak jauh nantinya bisa diterapkan permanen seusai pandemi Covid-19. Menurut analisis Kemendikbud, pemanfaatan teknologi dalam kegiatan belajar-mengajar akan menjadi hal yang mendasar. “Pembelajaran jarak jauh, ini akan menjadi permanen.”Bukan pembelajaran jarak jauh pure saja, tapi hybrid model.
- Iklan -
Menurut Mendikbud, adaptasi teknologi itu pasti tidak akan kembali lagi. Pemanfaatan teknologi ini akan memberikan kesempatan bagi sekolah melakukan berbagai macam modeling kegiatan belajar. Kesempatan kita untuk melakukan berbagai macam efisiensi dan teknologi. “Dengan software, dengan aplikasi, dan memberikan kesempatan bagi guru-guru dan kepala sekolah dan murid-murid untuk melakukan berbagai macam hybrid model atau school learning management system.
Menanggapi hal demikian yang perlu digaris bawah adalah bagaimana dengan peran guru, dan sosok yang menjadi panutan para murid ini jika digantikan dengan mesin teknologi apakah akan efektif?
Banyak murid diluar sana yang rindu dan masih butuh akan bimbingan guru secara langsung bukan hanya di cekoki teori yang didapat dari pembelajaran daring, bisa saja efektif ketika orang tua murid bisa mengontrol anak untuk tetap belajar di waktu belajar, tapi nyatanya di sekeliling banyak ditemui para murid asyik main di masa pembelajaran daring ini. Tambah menjadi beban pengeluaran orang tua untuk beli kouta internet murid yang 80 persen malah digunakan untuk bermain game.
Peran Guru dan Hilangnya Transfer Knowledge
Kembali lagi ke topik pembahasan utama bahwa guru tidak akan pernah tergantikan oleh mesin, alasan mendasar adalah pertama guru menjadi bagian penting pola asuh pendidikan karakter anak untuk menjadi sosok yang berbakti pada lingkungan sekitar. Dan guru lah yang bisa mengontrol murid ketika tidak melakukan hal yang kurang pas atau kurang baik.
Peran guru yakni pendidik, peneliti, pembaharu atau inovator dan motivator tetap dibutuhkan oleh murid, sebab ini perannya tid8ak dapat digantikan oleh mesin apapun walaupun teknologi tersebut yang megelola adalah guru.
Tidak adanya respon face to face antara guru dan murid membuat pembelajaran yang ada di sekolah terlihat tidak efektif, jika daring dinilai efektif seharusnya kebijakan tersebut juga memikirkan nantinya pembayaran uang SPP dan lain-lain yang dinilai tidak memberatkan dan tidak memuaskan jika murid hanya berjalan secara online. Tidak bertatap muka langsung dengan guru.
Memang kita akui pembelajaran daring termasuk e learning adalah inovasi yang pas untuk menyongsong era yang semua sudah digital. Tapi jika dipukul ratakan ke semua tempat dan kalangan inovasi ini tidak berjalan dengan sebagaimana mestinya. Peran guru secara langsung masih dibutuhkan oleh kebanyakan siswa diluar.
Transfer knowledge biasanya diakses oleh orang dari orang lain yang memang dari individu yang satu dengan yang lainya belum mengerti. Yang menjadi sorotan adalah bagaimana peserta didik mentransfer ilmu adab tata krama dari seorang guru kalau hanya lewat pembelajaran jarak jauh. Yang ada peserta didik tidak memahami etika sopan santun jika kelas satu sampai enam SD/MI tidak dipupuk karakter etika dari dini. Memang sejatinya guru tidak bisa digantikan oleh teknologi secanggih apapun.
Perlu adanya keberanian dalam menaggani masalah pendidikan di masa pandemi ini, upaya dan gerakan harus dilakukan, seperti halnya yang dilakukan oleh pondok pesantren, untuk menjaga kestabilan pendidikan pesantren berani kembali membuka ruang pendidikan dengan catatan mematuhi protokol kesehatan secara teratur, agar supaya transfer knowledge tidak hilang.
-Penulis adalah Ketua 2 Pengurus Cabang PMII Kabupaten Temanggung.