Oleh Drs. KH. Mohamad Muzamil
Kepala Madrasah, baik MI, MTs, maupun MA bukanlah semata manajer, namun adalah pengasuh sebagaimana pengasuh pondok pesantren. Kalau sebagai manajer semata, maka kepala madrasah cukup melakukan kegiatan perencanaan, koordinasi, pelaksanaan, dan evaluasi serta tindak lanjut kegiatan proses belajar mengajar. Namun lebih dari itu, kepala madrasah adalah layaknya sebagai pengasuh pesantren, yang memiliki tanggung jawab lebih luas, tidak sekedar melaksanakan kegiatan manajemen, namun juga kepemimpinan dan keteladanan.
Kepemimpinan merupakan variabel pengaruh, bukan terpengaruh, yang harus memiliki arah yang jelas dari kepemimpinannya. Hal ini sangat penting karena madrasah bukan semata-mata sekolah namun sebuah lembaga pendidikan Islam, yang memiliki karakteristik berbeda dengan sekolah. Dalam konsepnya, madrasah adalah satuan pendidikan Islam bukan saja bertujuan untuk menghasilkan lulusan yang cerdas secara kognitif dan terampil secara psikomotorik, namun juga diharapkan memiliki spiritualitas yang mencerminkan pelaksanaan iman, Islam dan ihsan, sebuah spektrum atau cara pandang keagamaan Islam yang menyeluruh, yang bersumber dari wahyu yang diterima dan disampaikan oleh Nabi Muhammad SAW kepada para sahabatnya, dari sahabat kepada tabi’in dan seterusnya hingga saat ini dan mendatang dengan jalinan sanad yang bersambung.
Hal ini bukan tugas dari kepala madrasah yang hanya bersifat administratif belaka, namun juga merupakan tugas kepemimpinan yang harus didasari pada itba’ kepada Kanjeng Nabi Muhammad SAW dan sekarang kepada para alim ulama sebagai pewaris para Nabi.
- Iklan -
Karena itu setidaknya ada dua hal pokok yang wajib dimiliki oleh kepala Madrasah sebagaimana dimiliki oleh para alim ulama, yakni welas asih atau mahabbah kepada umat atau peserta didik, dan kedua adalah ilmu sebagai cahaya untuk menghantarkan warga madrasah agar ta’at kepada Alloh dan Rasul-Nya serta Ulil Amri.
Sikap welas asih atau setidaknya memiliki kepedulian kepada warga madrasah menjadi karakter utama seorang kepala madrasah, sehingga kebijakannya diorientasikan untuk kemaslahatan umat atau setidaknya untuk kemaslahatan warga madrasah. Sikap welas asih ini dapat diukur melalui beberapa indikator, antara lain: Pertama, warga madrasah diperlakukan sebagai bagian dari keluarga sendiri, apabila terdapat persoalan, maka dimusyawarahkan atau didialogkan dari hati ke hati, dengan menelusuri sebab-sebabnya hingga ditemukan solusi yang tepat. Kedua, adanya pengenalan dari kepala madrasah kepada warga madrasah, terutama mengenai latar belakang keluarganya, ekonominya, keadaan masyarakatnya, sehingga dapat berinteraksi secara bijak. Ketiga, bersikap ramah kepada warga Madrasah, namun juga disiplin dan tegas, webagai cerminanan ketaatan. Keempat, menjagi figur yang dapat menjadi teladan bagi warga madrasah dalam menjalankan iman, Islam dan Ihsan. Kelima mampu mempengaruhi warga madrasah untuk berlaku ta’at dan menghindari ma’shiyat.
Sikap welas asih tersebut adalah bagian terpenting dari adab. Adab bukan semata tentang sopan santun, melainkan sikap sopan santun ini adalah didasari atas sikap menggambarkan diri (ta’abud) kepada Alloh SWT.
Kemudian tentang ilmu yang wajib dikuasai oleh kepala Madrasah, bukan saja ilmu tentang ketrampilan teknis yang dapat mendukung pelaksanaan tugas-tugas sebagai Kepala Madrasah, namun yang terpenting adalah ilmu yang dapat menghantarkan dirinya dan warga madrasah untuk selalu mendekatkan diri kepada Alloh SWT.
Dalam persepektif Islam, bukan disebut ilmu jika pengetahuan yang dimilikinya tidak menjadikan diri dan lingkungan terdekatnya semakin dekat kepada Alloh SWT. Karena itu ilmu adalah nur atau cahaya, sebagai pantulan dari cahaya atau Nur Muhammad SAW. “Nabi SAW adalah kotanya ilmu. Sedangkan pintunya adalah Sayyidina Ali bin Abi Thalib karomallohu wajhah.
Karena itu seorang kepala Madrasah yang sukses bukan semata diukur dari peroleh akreditasi institusi yang dipimpinnya, melainkan juga sejauh mana diri dan warga madrasahnya mendapatkan limpahan cahaya keberkahan dari para ulama, atau mendapatkan syafa’at dari Kanjeng Nabi atau derajat yang lebih tinggi lagi sebagai puncaknya adalah memperoleh ridlo Alloh SWT.
Selamat berkhidmah, semoga berhasil di dunia dan akhirat berkat karomah auliya’, syafa’at Kanjeng Nabi Muhhamad SAW, amin. Wallahu a’lam.
-Penulis adalah Ketua Tanfidziyah PWNU Jawa Tengah