Oleh : Abdul Khalim
Kurikulum ke-NU-an merupakan unsur terpenting dan pengikat bagi madrasah-madrasah atau sekolah-sekolah dibawah lembaga Ma’arif. Menjadi sangat penting bagi pengurus LP Maarif NU Jateng untuk memperhatikan dan mengkonsep kurikulum tersebut secara serius. Kurikulum mempunyai kedudukan sentral dalam seluruh proses pendidikan. Kurikulum mengarahkan segala bentuk aktifitas pendidikan demi tercapainya tujuan-tujuan pendidikan lebih-lebih untuk mewujudkan peserta didik yang berkarakter aswaja annahdliyah sebagaimana grand design kepengurusan PWLPM periode ini. Kurikulum juga merupakan suatu rencana pendidikan, memberikan pedoman dan pegangan tentang jenis, lingkup dan urutan isi, serta proses pendidikan.
Perlu kita sadari bahwa kurikulum yang baik harus selalu berubah dari waktu ke waktu sesuai tuntutan perkembangan zaman – faktanya juga demikian sebagaimana kurikulum yang ditetapkan pemerintah – tanpa terkecuali adalah kurikulum ke-NU-an. Ia harus mampu menyesuaikan perkembangan sistem pendidikan yang ada terutama sistem pendidikan yang ditetapkan pemerintah – jika kita tidak mau pelajaran ke-NU-an di tinggalkan atau bahkan hanya sebagai pelajaran pelengkap.
Kenyataanya bahwa mata pelajaran ke-NU-an seringkali kurang mendapatkan perhatian jika dibandingkan dengan pelajaran-pelajaran yang lain. Diantara faktornya adalah ketersediaan waktu yang sangat terbatas (hanya satu jam), kurang matangnya konsep kurikulum ke-NU-an yang meliputi standar isi, standar proses, kempetensi kululusan, faktor pendidik dan tenaga pendidik ke-NU-an, sarana dan prasarana serta standar penilaian.
- Iklan -
Untuk itu penting kiranya dalam kepengurusan PW LP Maarif periode ini untuk mengkonsep kurikulum ke-NU-an yang matang sesuai dengan tuntutan perkembangan pendidikan – paling tidak sejajar dengan teknologi pelajaran yang lain yang ditetapkan pemerintah.
Langkah-Langkah Pembenahan
Langkah awal yang dilakukan adalah menentukan standar isi atau cakupan kurikulum (bahasa tim adalah epistimologi mapel ke-NU-an). Isi kurikulum ini tentu harus menekankan pada karakter an-nadliyah, artinya kurikulum yang mengembangkan khasais-khasais amaliyah dan manhaj atau paradigma Aswaja Annahdiyah. Cakupan kurikulumnya paling tidak meliputi amaliyah, fikrah dan harakah Nahdlatul Ulama.
Cakupan kurikulum ini tentu harus disesuaikan dengan jenjang usia pendidikan peserta didik. Sebagaimana amanat Rois Syurih PWNU Jateng bahwa kurikulum yang dikembangkan harus memperhatikan tingkat perkembangan anak. Pada level sekolah dasar (SD/MI) misalkan adalah penanaman karakter Aswaja-Annahdliyah melalui pembiasaan dan simbolisasi. Pada level sekolah menengah pertama (MTs/SMP) sudah perkenalkan dalil-dalil atau landasan-landasan hukumnya. Pada level menengah keatas (MA, SMA/SMK) sudah saatnya dikenalkan analisa dan perbandingan pemikiran. Namun demikian semua level tersebut masih tetap pada orientasi karakter amaliyah, fikroh dan harakah Nahdlatul Ulama.
Standar isi kurikulum ini kemudian dijabarkan menjadi KI dan KD secara matang dan tentu perlu menyesuikan unsur-unsurnya sesuai dengan pedoman kurikulum standar nasional (sekarang kurikulum 2013 hasil revisi). Hal ini dimaksudkan agar kurikulum yang disajikan dalam pendidikan formal terukur dan dapat dievaluasi sesuai dengan kurikulum yang diberlakukan.
Di samping KI dan KD perlu adanya rumusan tentang silabus ke-NU-an dari semua jenjang pendidikan. Rumusan silabus ini adalah tugas guru yang akan mengembangkannya karena gurulah yang tahu persis kondisi sekolah dan siswa. silabus ini dimaksudkan sebagai bahan dalam perencanaan pembelajaran dan membuat alat evaluasi baik oleh guru maupun pengampu kebijakan dimadrasah/sekolah.
Demikian sebagai langkah berikutnya adalah berdasarkan KI-KD yang dikembangkan tersebut kemudian akan dijabarkan dalam penulisan buku. Buku yang disusun ini harus sesuai dengan kurikulum yang telah ditetapkan itu. Hal yang diperhatikan dalam penulisan buku ini juga harus ditulis mereka yang memahami dan memiliki karakter Annahdliyahi agar tidak terjadi “kecolongan”. Sumber rujukan juga perlu mengacu pada sumber-sumber buku/ kitab mu’tabar yang biasa dijadikan pedoman kalangan nahdliyin.
Berikutnya sebagai implementasi kurikulum perlu adanya sosialisasi dan bimbingan teknis terhadap guru-guru ke-NU-an agar sesuai dengan misi dan tujuan kurikulum yang ditetapkan. Demikianlah ikhtiar untuk membenahi kurikulum ke-NU-an dimana kurikulum tersebut merupakan satu-satunya andalan yang mengikat dan tolok ukur keberhasilan peserta didik dalam penanaman nilai-nilai keaswajahan dan ke-NU-an.
Keberhasilan Pendidikan Madrasah Ma’arif
Hal yang diperhatikan dalam merumuskan tujuan pendidikan sekolah atau madrasah dibawah naungan LP Maarif NU adalah bagaimana lulusan atau outputnya memiliki karakter Annahdliyah. Karakter Anahdliyah dimaksud adalah lulusan yang selalu mengamalkan ajaran-ajaran Aswaja Annahdliyah, merasa bangga terhdap jamiyyah Nahdlatul Ulama, dan merasa bertanggungjawab untuk melestarikan Nahdlatul Ulama.
Demikian seharusnya ukuran keberhasilan tercapainya lulusan sekolah atau madrasah Maa’rif, mereka selalu siap menjadi garda depan pelestarian dan pengembangan nilai-nilai Aswaja, merawat jamiyyah, loyal dan siap berhidmah di Nahdlatul Ulama.
Untuk mewujudkan tujuan diatas tentu harus didukung semua element stake holder yang ada di lembaga tersebut, paling tidak ada kesadaran bersama mengenai tujuan tersebut terutama guru-guru semua mapel. Oleh karena itu arah dan orientasi mapel-mapel yang lain harus mendukung kurikulum ke-aswaja-han ke-NU-an. Mata pelajaran lain harus diintegrasikan dengan cakupan muatan kurikulum ke-NU-an. Misalkan mata pelajaran sejarah – dalam proses pembelajaranya, guru paling tidak banyak mengenalkan tokoh-tokoh sejarah dari kalangan NU. Pada mapel rumpun PAI, harus mampu mengambil sumber ajaran yang berasal dari kitab-kitab mu’tabarah yang berlaku dikalangan Nahdlatul Ulama. Demikian pula dengan mapel-mapel yang lain harus ada upaya pengintegrasian dengan muatan kurikulum ke-aswajahan ke-NU-an. Dengan demikian maka lulusan madrasah Maarif akan menjadi lulusan yang militan terhadap NU, selalu siap, dan merasa banggga menjadi warga NU. Demikian semoga terwujud.
-Penulis adalah Ketua Tim Kurikulum LP Ma’arif PWNU Jawa Tengah.
Sehebat apapun kurikulum yg diterapkan tpi menurut saya kekurang seriusan lembaga maarif dlm mengemban amanat. Dgn dibuktikan tdk ada pengakuan dari dinas atau kemenag terkait keberadaan keNUan sebagai mulok. Saya dulu sebagai waka kurikulum di mts merasa miris ketika saya tanyakan kenapa guru kenuan tdk tercatat sebagai guru didata emis.. ini katanya diakibatkan karna tdk ada SK resmi dari maarif terkait dgn keNUan sbg mulok