GANG PESAREAN
ingin kukenang
di gang ini ada petang yang bening
berjajar pohon-pohon rindang dan tenang
warung-warung ramah dengan setumpuk
nasi bungkusan dan jahe hangat
gurauan penjual parfum bahwa hidup
butuh ditaburu minyak wangi
hiburan gratis lagu-lagu soneta
terdengar dari toko-toko tua
lusinan dokar menunggu penumpang pulang
ibu-ibu membeli oleh-oleh gethuk goreng dan serbet
ratusan penziarah menyeret sandal jepit
sampai ke gerbang pesarean
gang pesarean,
masihkan ada tutur cerita bersahaja
aroma oseng-oseng kangkung
dari warung kampung
orang-orang berbagi makanan
dalam bungkusan daun pisang
jalanan becek selepas hujan,
burung-burung berteduh di dahan,
doa-doa berkelidan
mengiringi warga desa mengeringkan
kerupuk di halaman rumah
dekat pekarangan masjid lama
anak-anak bermain air di bak mandi
sementara bapak-bapak mencuci sepeda
sehabis seharian bekerja
angin sore menyebarkan aroma desa
yang sederhana
- Iklan -
di gang pesarean
kucium bau masakan opor ayam
“ayo-ayo di dahar, kersane berkah anggone nadhara”
_kajen, 2017
GANG SALAFIYAH
gerimis sepanjang sore
lampu-lampu melempar cahaya
seseorang menutup jendela rumah
gang-gang bisu, membawa basah
kemana kami akan pergi
gerimis mengantar sore
tinggal serpihan angin
memberi dingin di jalanan beraspal
di tikungan ada yang duduk diam
menunggu teman tiada datang
_kajen,2018
TUKANG KENTRUNG
di atas tikar pandan
lelaki tua bersarung tenun
bersenandung
mengantar sampiran gurindam
mengkaji pantun mencari tentram
rebana ditabuh
ketukan nada berirama
hikayat malim, cerita tanah seberang
sampai suluk seh lemah bang dikumandangkan
segala rahasia ditempuh dalam semalam
kadang ia tembangkan
dendang cinta johar manik, angkling darma,
dan putri Tun teja
bertambah malam
langgam melayu berkumandang
bujang inang geleng kepala
hilang suntuk berganti gembira
sambil menyantap hidangan
mereka berbisik
“asmara adalah tenung,
gendam yang diturunkan turun-temurun”
malam melambung
tukang kentrung menamatkan cerita
kalbunya linglung
tubuhnya bergoyang
seperti sampiran pantun
datang tak dikenang-pulang tak disanjung
_2019
KEDAI KOPI PAK JALIL
pada meja kayu tua itu
ada segala kebaikan bersemayam
di kemarau panjang
selepas pengajian hikam
ada hangat kopi hitam
dari cangkir yang disepuh usia
kedai ini, katamu
seperti halaman kitab kuning
menyimpan cerita-cerita baik
yang bertahan di kenang
bertahun kemudian
aku teringat sebuah pepatah
“jika hati lelah, cecap kopi selagi panas”
_kajen
NGAJI HIKAM
di lantai langgar lama
rupa karam
kami tak punya apa-apa
di halaman belakang
kicau burung
berbauran kesiur angin
_kajen
Biodata Penyair
Puji Pistols, Penyair kota Pati yang mempunyai nama asli Pujianto, penyuka sastra cina, puisi dangdut koplo dan kopi, buku puisinya Tokoh- Tokoh dalam Sepuluh Lompatan (Penulis Basa Basi, 2019).