PERIHAL PERTEMUAN
_eLKha
angkringan itu kini kosong
kau akhirnya pulang
dan aku hanya menemukan
kenangan
berdua menyesap kopi
di bawah jendela
di bawah malam purnama
udara yang beku berkelidan
dengan cerita cinta
yang belum kelar kita baca
dan kau
simpan ceritaku
dan cintaku
INSOMNIA
bulan lalu; berlalu pergi ke antah kemana
semakin mencari, sungkar dimengerti
beginikah mungkin sirot yang akan tertempuh
melepuh-peluh
bulan sekarang pun masih pucat dengan pinjaman cahayanya
tak tahu kapan akan dikembalikan pinjaman itu
tak mungkin kembali sebab itu sudah kodrat perputaran semesta
maya…
akan segala hal yang sampai bulan sekarang aku terus berlari mengejar mimpi meraih
hingga kapan aku akan merasakan ini semua
katidak stabilan, ketidak adilan
siang dengan malam tak beda
aku tak mampu mengeja keduanya dengan fasih dan tartil
mulut terkatup terbata-bata jika berbicara tentang tidur
apa itu tidur?
”lantas kapan nikmatnya tidur”
kau bilang setelah bangun
”kalau itu nikmatnya bangun bukan tidur, kau ini bagaimana?”
aku memburu jawab atas tanyaku selama waktu
”setelah tidur pulas”
kau memburu jawaban terus sampai tirus
“kau ini bagaimana, pulasnya tidur apa bisa kau rasakan,padahal kau tak sadarkan”
kau gila
mungkin aku telah majnun seperti ucapmu itu
“lebih baik gila tau kegilaannya, dari pada gila tak menyadarinya”
pilih mana
buah simalakama
aku masih terjaga, sekokoh batu karang di hamparan lautan luas
dalam dahaga digurun sahara
lupa rembih air mata
sari pati cinta
mata air nestapa
dan aku telah amesia dengan air mataku sendiri
kapan nikmatnya tidur?
sampai ngelantur
ketika bertutur
kau tau
pura-pura tak tau
apa malu untuk kasih tau
atau lugu dan wagu atas taumu
- Iklan -
aku pun mencari nikmatnya tidur
nurani, naluri berbaur
bahkan sampai saat ini aku sudah tak pernah merasakan tidur itu bagaimana
cara-cara, mulai
aku lupa segala.
SEPASANG DAUN
embun belum sempurna, sebab semalam ada pinangan badai tak usai, menu pagi sarapan dengan daun katu. sayur bening mengantikan aroma mie instan. lebih nikmat alami. kekasihku berkata. garam menjadi sebuah tebaran asin. mengalahkan rasa asin lautan.
sepasang daun katu membiru. semalam tertepa badai. sehelai helai telah berguguran, mengalahkan kamboja saat lebaran menghadang. angin senja telah berlalu dengan mega. menari-nari antara rerimbunan aksara. sepasang daun katu membiru, saudara setali dengan sepasang kembang mayang. berakhirnya kelajangan berbuah kematian bukan pernikahan.
diujung sana, puncak lidah prahara menjadi tanda. kalau sebentar lagi sengkala akan menua dengan pasang daundaun bejatuhan, garam didapur tak lagi berasa asin. cabecabe diatas cobek menghindar tersentuh. hijau daun katu tersingkirkan dengan warna warni lampu kota.sepasang daun katu berlalu.
plukaran,juni.14-19
SEBUAH PERBINCANGAN
_untuk El-Kha
kita sama-sama pernah terpejam
dibaca bau harum
bebukitan
dari bilik sisi semak
ada seuntai kembang seruni
yang suka bercerita
tentang dinginnya hujan
dan
pada hari lain
kau memilih menuruni bebukitan
mencatan semua kemungkinan-kemungkinan
untuk disimpan kedalam buku sejarah dan kenangan
KOLASE SEJUMLAH KEBUN
daun pergi
daun tak kembali
masa lalu tetaplah sebuah memori
dimana daun jati pernah menjadi pembungkus nasi
saat kami masih kanak-kanak
dan
bapak berangkat membajak sawah
Plukaran.2015-2019
Tentang Penyair
Niam At-Majha, lahir dan tinggal di Bumi Mina Tani Pati. Menulis novel dan puisi. Dan menulis buku puisi bersama Dari Dam Sengon Ke Jembatan Panengel (Dewan Kesenian Kudus 2013) Solo Dalam Puisi (Pawon Sastra Solo 2014)Sang Peneroka(Penerbit Gabang Yogyakarta,2014) Tifa Nusantara 2 (Pustaka Senja 2015), Tifa Nusantara 3 (2016) Ketua Komite Sastra Dewan Kesenian Pati (2015-sekarang) Suluk Santri (Diandra, 2018) buku Puisi Tunggalnya Nostalgi dan Melankoli (Pilar Nusantara 2018). Akun FB; Niam At-Majha. IG Niam At-Majha