Oleh Abdul Khalim, M.Pd
Pembiasaan salat menjadi salah satu wahana membentuk karakter. Sri Narwanti (2011: 14) berpendapat, pendidikan karakter merupakan suatu sistem penanaman nilai-nilai karakter anak yang meliputi komponen pengetahuan, kesadaran atau kemauan, dan tindakan untuk melaksanakan nilai-nilai tersebut, baik terhadap Tuhan Yang Maha Esa, diri sendiri, sesama, lingkungan maupun kebangsaan sehingga menjadi insan kamil.
Menurut T. Ramli (2003) dalam Narwanti, pendidikan karakter memiliki esensi dan makna yang sama dengan pendidikan moral dan pendidikan akhlak. Tujuanya adalah membentuk pribadi anak, supaya menjadi manusia yang baik, warga masyarakat dan warganegara yang baik.
Karakter sering juga dimaknai dengan akhlak dan moral seseorang. Oleh karenanya baik akhlak maupun moral miliki persamaan yaitu usaha penanaman nilai-nilai seseorang. Sementara kaduanya ada dalam ajaran agama. Pendidikan karakter keagamaan adalah usaha penanaman nilai nilai agamaan sebagai salah satu karakter seseorang yang didalamnya terdapat komponen pengatahuan, kesadaran atau kemauan dan tindakan untuk melaksanakan nilai-nilai tersebut.
- Iklan -
Membantuk Karakter Keagamaan
Pada umumnya agama seseorang ditentukan oleh pendidikan, pengalaman dan latihan-latihan yang dilaluinya pada masa kecilnya dulu. Seorang yang pada waktu kecilnya tidak pernah mendapatkan pendidikan agama, maka pada masa dewasanya nanti, ia tidak akan merasakan pentingnya agama dalam kehidupannya.
Lain halnya dengan orang yang di waktu kecilnya mempunyai pengalaman-pengalaman agama, misalnya ibu bapaknya orang yang tahu beragama, lingkungan sosial dan kawan-kawannya juga hidup menjalankan agama, ditambah dengan pendidikan agama, baik di rumah, sekolah dan masyarakat. Maka orang itu dengan sendirinya mempunyai kecenderungan kepada hidup dalam aturan-aturan agama, terbiasa menjalankan ibadah, takut melangkahi larangan-larangan agama dan dapat merasakan betapa nikmatnya hidup beragama.
Itulah sebabnya mengapa Islam dengan seluk beluk ajarannya memerintahkan pendidikan kepada anak di usia dini untuk melakukan ibadah shalat. Dimana ibadah tersebut sebagai implementasi dari ikrar “bahwa tidak ada Tuhan selain Allah dan Muhammad utusan Allah”. Dengan kata lain perintah pendidikan shalat yang ditujukan kepada usia 7 10 tahun sebagaimana diajarkan oleh Rasulullah adalah sangat penting karena pada usia tersebut kejiwaan anak sangat sensitif serta daya ingatnya sangat kuat, sehingga kalau anak dibiasakan untuk melakukan shalat, maka ia akan terbiasa mengemban amanat serta bertanggungjawab dan kelak dewasanya akan senantiasa melaksanakan perintah-perintah agama dan meninggalkan apa yang dilarang oleh syariat agama.
Hal tersebut dapat dilihat dari hakikat pendidikan Islam adalah usaha orang dewasa muslim yang bertakwa secara sadar mengarahkan dan membimbing pertumbuhan serta perkembangan fitrah (kemampuan dasar) anak didik melalui ajaran Islam ke arah titik maksimal pertumbuhan dan perkembangan.
Penanaman Karakter Sejak Dini
Esensi dari potensi dinamis dalam setiap diri manusia adalah terletak pada keimanan/ keyakinan, ilmu pengetahuan, akhlak (moralitas) dan pengamalannya. Sehingga dalam strategi Islam, keempat potensi dinamis yang esensial tersebut menjadi titik pusat dari lingkaran proses pendidikan Islam sampai kepada tercapainya tujuan akhir pendidikan yaitu dewasa yang mukmin/ muslim, muhsin dan mukhlisin muttaqin.
Pembentukan sikap, pembinaan moral dan pribadi pada umumnya, terjadi melalui pengalaman sejak kecil. Pendidik/ pembina pertama adalah orang tua, kemudian guru. Semua pengalaman yang dilalui oleh anak pada waktu kecilnya, akan merupakan unsur penting dalam pribadinya. Sikap si anak terhadap agama, dibentuk pertama kali di rumah melalui pengalaman yang didapatnya dengan orang tuanya.
Latihan-latihan keagamaan yang menyangkut ibadah seperti sembahyang, doa, membaca Alquran, sembahyang berjamaah harus dibiasakan sejak kecil, sehingga lama kelamaan akan tumbuh rasa senang melakukan ibadah tersebut. Inilah mengapa pendidikan shalat dengan diperintahkan umur 7 tahun dan 10 tahun kalau tidak melaksanakan ibadah tersebut, maka agama memerintahkan untuk memukulnya.
Hal tersebut bertujuan, apabila si anak tidak terbiasa melakukan ajaran agama terutama ibadah, terutama shalat dan tidak terbiasa melaksanakan hal-hal yang diperintah oleh Tuhan dan menghindari larangannya maka pada waktu dewasanya nanti ia akan cenderung acuh tak acuh, anti agama, atau sekurang-kurangnya ia tidak akan merasakan pentingnya agama bagi dirinya. Tapi sebaliknya anak yang banyak mendapat latihan dan pembiasaan agama, pada waktu dewasanya nanti akan semakin merasakan kebutuhan akan agama.
Karakter dalam Pembiasaan Salat
Pembiasaan dalam pendidikan anak sangatlah penting, terutama dalam pembentukan pribadi, akhlak dan agama pada umumnya, karena pembiasaan-pembiasaan agama itu akan memasukkan unsur-unsur positif dalam pribadi anak yang sedang bertumbuh.
Dalam kajian psikologi perkembangan, banyak dibicarakan bahwa dasar kepribadian seseorang terbentuk pada masa anak-anak. Proses perkembangan yang terjadi pada diri seseorang ditambah dengan apa yang dialami dan diterima selama masa anak-anaknya secara sedikit demi sedikit memungkinkan ia tumbuh dan berkembang menjadi manusia dewasa.
Masa anak merupakan masa untuk meletakan dasar pertama dalam mengembangkan kemampuan fisik, motorik, kognitif, bahasa, sosial emosional, konsep diri, disiplin, seni, moral dan nilai-nilai agama. Oleh karena itu, dibutuhkan kondisi dan stimulasi yang sesuai dengan kebutuhan anak agar pertumbuhan dan perkembangan anak tercapai secara optimal. Masa perkembangan pada tahun-tahun pertama dari kehidupan anak adalah masa-masa yang penting untuk pembentukan dasar-dasar kepribadian anak.
Salah satu strategi penanaman nilai karakter keagamaan adalah melalui pembiasaan shalat. Rasulullah memerintahkan para orang tua untuk memerintah anaknya agar melakukan shalat sejak usia tujuh tahun sementara ketika umur 10 tahun anak belum mau malakukan shalat maka orang tua disuruh untuk memukulnya. Hal ini menunjukan bahwa begitu pentingnya pembiasaan keagamaan sejak dini.
Sebagai awal dalam proses pendidikan, pembiasaan merupakan cara yang sangat efektif dalam menanamkan nilainilai moral ke dalam jiwa anak. Nilai-nilai yang tertanam dalam dirinya ini kemudian akan termanifestasikan dalam kehidupannya semenjak ia mulai melangkah ke usia remaja dan dewasa. Pentingnya penanaman pembiasaan ini sejalan dengan sabda Rasulullah saw sebagai berikut:
مروا اولادكم بالصلاة وهم ابناء سبع سنين واضربوهم عليها وهم ابناء عشر سنين وفرقوا بينهم فى المضا جع (رواه ابو داوود)
Dari Umar bin Syuaib, dari bapaknya, dari kakeknya berkataRasulullah saw bersabda: “Suruhlah anak-anak kalian untuk melaksanakan shalat ketika mereka berumur tujuh tahun; dan pukullah mereka apabila meninggalkannya ketika mereka berumur sepuluh tahun, dan pisahkanlah tempat tidur mereka”. (HR. Abu Dawud: 133).
Dalam teori perkembangan anak didik, dikenal ada teori konvergensi, di mana pribadi dapat dibentuk oleh lingkungannya dengan mengembangkan potensi dasar yang ada padanya. Potensi dasar ini dapat menjadi penentu tingkah laku (melalui proses). Oleh karena itu, potensi dasar harus selalu diarahkan agar tujuan pendidikan dapat tercapai dengan baik. Salah satu cara yang dapat dilakukan untuk mengembangkan potensi dasar tersebut adalah melalui kebiasaan yang baik. (hi).
-Penulis adalah Pengurus LP Ma’arif PWNU Jateng 2018-2023, Ketua Tim Kurikulum Aswaja Annahdliyah LP Ma’arif PWNU Jateng.