Semarang – Di tengah kondisi yang yang belum memungkinkan untuk pertemuan dengan skala massa yang besar, Forum Koordinasi Pencegahan Terorisme (FKPT) Jawa Tengah terus melakukan kegiatan. Salah satunya melalui Webinar Nasional Moderasi Beragama yang dilakukan secara daring pada Kamis (4/3/2021).
Kegiatan ini digelar mahasiswa KKN MIT DR11 Kelompok 56 UIN Walisongo Semarang yang mendapuk Ketua FKPT Jateng Prof Dr H Syamsul Ma’arif sebagai narasumber. Kegiatan ini bertajuk “Mencegah Ancaman Terorisme dan Intoleransi di Dunia Digital dalam Perspektif Moderasi Beragama” dengan keynote speak Ahmad Aunur Rohman DPL KKN tersebut.
“Saya mengapresiasi kegiatan ini karena temanya sangat urgen di era revolusi industri 4.0 atau society 5.0. Kita sadari bahwa gelombang perubahan di era digital melahirkan fenomena disruption. Detik demi detik ini kita mengalami keterkejutan, baru saja menghadapi pandemi covid-19, kita juga menghadapi berkecambahnya radikalisme atau terorisme yang senantiasa mengancam NKRI,” kata Prof Syamsul.
Dari fenomena itu, perlu dicari pemecahan dan usaha dengan sungguh-sungguh oleh seluruh komponen masyarakat terutama generasi muda ini. “Atau sering disebut generasi milenial yang harus ikut dan terdepan dalam menjawab dan menyelesaikan tantangan yang terjadi di negara tercinta kita ini. Jadi kita tidak boleh menutup mata. Tidak boleh kemudian kita tidak tahu urusan-urusan seperti itu,” lanjutnya.
- Iklan -
Hal itu menurut pengasuh Pesantren Riset Al-Khawarizmi sebagai pertanggungjawaban intelektual. “Apalagi masuk kategori mahasiswa sebagai agent of social change,” tegas Guru besar yang sekarang juga diamanahi menjadi Dekan FPK UIN Walisongo tersebut.
Pihaknya mengajak mahasiswa untuk memperluas cakrawala berpikir agar tidak masuk dalam gelombang radikalisme. Salah satunya dengan melihat budaya dengan utuh. “Inkulturisasi itu penting untuk melihat budaya lokal secara utuh,” lanjut penulis buku Membangun Ilmu Pendidikan Nusantara tersebut.
Guru besar kelahiran Grobogan ini juga mengajak dialog antarumat beragama dalam rangka menguatkan moderasi beragama. Langkah itu penting untuk memahami keutuhan NKRI meski banyak agama dan perbedaan organisasi.
Pemahaman agama yang sempit menurutnya akan melahirkan eksklusivitas. “Kita harus dewasa. Kita ini ya manusia yang beragama sekaligus bernegara. Di dalam sebuah negara tentu kita harus mengikuti aturan-aturan yang ada di dalam negara tersebut,” tandasnya.
Dalam sesi akhir, pihaknya mengajak menguatkan dasar negara yaitu PBNU. “P itu Pancasila. B itu Bhinneka Tunggal Ika. N itu NKRI dan U itu UUD 1945,” paparnya. (*)