Oleh Anisa Rachma Agustina
Mahasiswa Prodi PAI, Penggiat Literasi Pena Aswaja
Literasi merupakan kegiatan membaca, menulis dan mengarsipkan. Menulis adalah kegiatan mengabadikan gagasan. Sebuah gagasan atau ide apabila hanya diangankan akan hilang, lupa dan tidak bernilai. Namun jika gagasan itu disatukan dalam sebuah tulisan maka bisa dijadikan rujukan dan bisa bermanfaat untuk pembaca. Membaca dan menulis merupakan sebuah kesatuan yang sukar untuk dipisahkan, mereka seperti surat dan perangko yang menyatu dan membutuhkan satu sama lain. Amunisi seorang penulis adalah membaca, dari bacaan-bacaan itu akan muncul ide dan gagasan baru yang bisa dijadikan pokok bahasan dalam sebuah tulisan.
Membudayakan membaca adalah sebuah gerakan yang bisa diistiqomahkan, minat baca bangsa yang rendah akan membuat orang menelan mentah-mentah sebuah informasi yang ia peroleh. Riset bertajuk Word’s Most Literate Nations Ranked sebuah riset yang dilakukanoleh Central Connecticut State University pada maret 2016. Indonesia dinyatakan menduduki peringkat ke-60 dari 61 negara soal minat baca. (kominfo, 10/10/2017) Ini membuktikan bahwa minat baca masyarakat masih rendah.
- Iklan -
Menjadikan membaca sebagai kebiasaan akan membuat kita terbiasa, hal yang dapat dilakukan untuk memunculkan gairah membaca anta lain: pertama, mencari sumber atau genre bacaan yang anda suka. Setelah anda mengetahui minat anda terhadap sesuatu maka ketika anda membaca topik yang anda suka pasti akan menjadi kegiatan yang menyenangkan.
Kedua, menjadikan buku sebagai kawan, meskipun sumber bacaan bukan hanya buku melainkan banyak bacaan lainnya, namun buku merupakan salah satu sumber bacaan yang fleksibel anda tidak memerlukan kuota internet atau daya saat hendak membaca buku. Buku juga bisa dijadikan sebagai warisan untuk anak cucu anda karena buku berbentuk dapat dilihat dan diraba. Apabila anda tidak memiliki cukup uang untuk membeli buku, anda bisa meminjam di perpustakaan, hampir setiap desa memiliki perpustakaan yang banyak menyediakan buku dan bacaan, jadi tidak ada alasan karena faktor materi untuk membaca buku.
Setelah kita menjadikan buku sebagai kawan, laiknya kawan sejati maka kita akan bersama kita sepanjang hari, maka usahakan untuk membawa buku itu di tas anda, entah itu akan anda baca atau tidak. Saat batre ponsel anda habis atau saat hujan yang dibarengi petir yang menyambar anda pasti akan menjadikan buku bawaan anda sebagai pelipur atau sejenak menghabiskan waktu. Menempatkan buku disebelah tempat tidur anda itu juga yang bisa dilakukan supaya anda dekat dengan buku.
Ketiga, membuat target. Sebagai pembaca pemula yang masih enggan untuk membaca sebaiknya kita membuat target yang memaksa diri kita untuk mau membaca. Misalnya satu minggu satu buku, jika berhasil dan istiqomah maka kita naikan level kita menjadi satu minggu dua buku. Dengan seperti itu budaya membaca akan melekat pada diri kita.
Keempat, membuat kelompok atau komunitas yang beranggotakan sahabat-sahabat anda dengan topik bahasan bukan ghibah tentang artis-artis maupun produk skinker yang terbaik melainkan membicarakan tentan buku maupun bacaan yang sudah anda baca. Buat pertemuan rutin seminggu sekali dan salah satu dari anggota komunitas mempresentasikan atau memaparkan apa yang telah ia baca. Dalam komunitas ini anda juga bisa saling tukar-menukar, maupun pinjam-meminjam buku.
Saat membaca sudah melekat dalam sanubari anda maka anda akan tergerak untuk menulis, menuliskan apa yang anda baca, mengabadikan gagasan yang ada dibenak anda dan menyatukan tiap kalimat menjadi paragraf yang bisa dinikmati dan bermanfaat untuk pembaca. Syukur dari tulisan itu bisa menghasilkan pundi-pundi rupiah untuk kantong anda.
Penyakit Penulis Pemula
Dalam proses penuangan gagasan tersebut terdapat banyak kendala yang sering dialami para penulis khususnya para penulis pemula yang baru malang-melintang di dunia jurnalistik. Diantaranya adalah pertama, malas ini merupakan masalah yang sering dihadapi oleh banyak orang, malas bersumber dari diri sendiri yang tidak mau maju dan bergerak. Perasaan malas sering di barengi dengan rasa lelah. Menjadikan lelah sebagai alasan untuk tidak melakukan apapun hanya merebahkan diri dikasur sambil stalking sosial media mantan.
Kedua, minder dengan karyanya, banyak penulis pemula yang tidak PD dengan apa yang mereka tulis, banyak orang yang malu akan hasil karyanya,malu untuk mempublikasikannya karena takut tulisannya tidak mutu, menyingung orang lain atau semacamnya. Dari perasaan minder ini menjadikan penulis pemula tidak berkembang karena tidak mau mempublikasikan tulisannya sehingga tidak ada yang membaca dan memberi masukan untuk tulisannya.
Ketiga, cepat merasa puas. Puas dengan hasil yang didapatkan dan tidak mau mengembangkan akan menjadi kita tertinggal. Yang harus dilakukan setelah mendapat sebuah keberkahan misalnya artikel dimuat dimedia cetak yakni mempertahankan supaya tulisan tetap layak untuk dimuat di media tersebut atau bisa melebarkan sayap ke media lain. Bukan palah puas dengan pencapaian lalu berhenti untuk menulis.
Keempat, kehabisan ide. Ini adalah masalah yang sering dikeluhkan penulis pemula. Dalam sebuah perkuliahan Dosen selalu memberi wejangan saat hendak menulis carilah masalah. Sebenarnya ini bukan hanya sebuah wejangan atau omong kosong, terkadang kita tidak peka dengan sekitar banyak sekali masalah-masalah yang bisa diangkat menjadi tulisan, dari permasalahn tersebut kita bisa sedikit memberi solusi.
Kelima, tidak bisa memanfaatkan peluang, dalam sebuah perkuliahan seorang Dosen pernah mengatakan untuk tidak menyia-nyiakan peluang, peluang dalam dunia tulisan adalah masalah yang masih hangat dan sering menjadi bahan obrolan. Itu adalah beberapa penyakit yang sering dialami penulis pemula.
Membiasakan Menulis
Sesuatu akan menjadi sukar apabila tidak sering dilakukan, sesuatu akan terlihatt mudah apabila sering dilakukan termasuk menulis, anda akan menjumpai seorang Dosen dikampus STAINU Temanggung beliau adalah seorang Dosen sekaligus penggerak literasi di Kampus, pak Ibda saapaan akrab kami. Beliau tidak memerlukan waktu banyak maupun tempat yang sepi untuk menulis, beliau bisa menulis dimana saja dan kapan saja, banhkan tanpa laptop. Menggunaka HP, saat berdiskusi dengan para mahasiswa. Ternyata jemarinya asik mengetik entah itu berita, artikel maupun jurnal ilmiah. Itu semua bisa dilakukan karena terbiasa. Entah sudah berapa jumlah tulisan beliau tapi itu yang menjadi motivasi pra penulis pemula khususnya di kampus STAINU Temanggung.
Hal yang bisa dilakukan penulis pemula untuk meminimalisir penyakit kronis diatas antara lain: pertama, menghilangkan rasa malas, permasalahan utama dari para penulis pemula adalah malas, terkadang gagasan sudah ada dipikran namun tak kunjung ditulis akhirnya hilang dan terlupakan. Saat otak anda meminta dan beradu dalam sebuah topik yang sekuranya bisa menghasilkan sebuah tulisan, langsung tulis gagasan itu sebelum gagasan itu hilang dari pikiran anda.
Kedua, yakin dan percaya akan tulisan anda bahwa apa yang anda tulis bisa bermanfaat untuk oramg yang membacanya. Mulailah menulis dan membagikan tulisan anda ke teman terdekat anda, dengan seperti itu anda melatih teman anda mau ikut andil dalam kegiatan literasi, sekaligus membuat anda percaya diri akan apa yang anda tuliskan. Ketiga jangan cepat merasa puas dengan hasil yang anda dapatkan, supaya anda bisa berkembang dan tetap maju menggapai apa yang anda inginkan.
Keempat, membuadayakan membaca. Sebagai salah satu stimulus supaya anda tidak kehabisan ide, gagasan dan kata-kata. Kelima, pandai memanfaatkan peluang dan membaca situasi. Misalnya saat harga cabai meroket naik saat itulah anda harus mengambil peluang untuk menulis artikel yang berkaitan dengan kenaikan harga cabai.
Menjadi penulis bukan hanya sebagai profesi yang bisa menghasilkan pundi-pundi rupiah, namun menjadi penulis adalah sebuah cara untuk mengabadikan gagasan, menyampaikan pesan, dan supaya bisa tetap terkenang meskipun jasad dan roh sudah terpisah. “menulislah untuk hidup, dan hiduplah untuk menulis”. Salam literasi, selamat mencoba, semoga anda selalu bisa mengabadikan gagasan dalam tulisan. (*)