Oleh Ubed al Jabiri
“Mautul ‘alim mautul ‘alam.”
Matinya ulama, matinya alam.
Innalillaahi wa inna ilaihi raajiuun. Warga Nahdlatul Ulama kembali dikejutkan dengan kabar duka dari Pondok Pesantren Krapyak Yogyakarta. K.H. R. Muhammad Najib Abdul Qadir sebagai pengasuh tutup usia pada hari Senin, 4 Januari 2020, setelah tiga hari sebelumnya Habib Ja’far bin Muhammad al-Kaff juga wafat. Sungguh orang-orang yang disayang Allah akan lebih dulu pulang.
- Iklan -
Mengingat maqalah di atas, betapa sangat mengkhawatirkan dunia sekarang ini. Tahun 2021 dibuka dengan wafatnya dua ulama legendaris dan kharismatik; Habib Ja’far dan Mbah Najib. Tanpa sadar kita telah diingatkan oleh Allah Yang Maha Esa untuk senantiasa mengingat kembali bahwa tanpa ulama, siapa yang akan membimbing kita menapaki kehidupan sehingga sesuai dengan apa yang kita harapkan di akhirat nanti.
Semenjak dikabarkan wafatnya, begitu banyak ucapan-ucapan yang datang di media, baik yang berasal dari Pondok Pesantren Krapyak sendiri atau dari PBNU. Kita mengenal sosok beliau bukan hanya sebagai pengasuh pesantren, tetapi juga sebagai Rais Syuriah PBNU. Hal ini tentu adalah luka mendalam yang dirasakan baik oleh seluruh keluarga pesantren atau juga keluarga besar NU. Pasalnya tidak mudah di era hari ini menemukan sosok selayaknya beliau. Karismatik, tawadu, konsisten membimbing setoran hafalan Qur’an para santri, pengabdi kepada umat dan hal-hal istimewa lainnya.
Di era industrialis dan serba materialis, menemukan sosok yang benar-benar mengabdikan dirinya pada agama, mengurusi berbagai macam kepentingan umat dan juga sebagai ulama tentu teramat sulit. Ketika seorang ulama wafat, itu artinya, Allah secara perlahan mencabut ilmu dari dunia. Orang-orang akan mengalami krisis pengetahuan, minim sopan santun dan lain-lain.
Seperti sebuah hadis yang diriwayatkan oleh Abdullah bin ‘Amru bin Al ‘Ash bahwa Rasulullah bersabda:
Sesungguhnya Allah tidaklah mencabut ilmu sekaligus dari hambanya, akan tetapi Allah mencabut ilmu dengan cara mewafatkan para ulama, sehingga bila sudah tidak tersisa, maka mereka mengangkat pemimpin dari orang bodoh dan ketika ditanya mereka berfatwa tanpa ilmu, mereka sesat dan menyesatkan.” H.R. Bukhari; 98.
Sosok Karismatik
Saya tidak mengenal beliau secara dekat, tidak pernah ikut nyantri di Krapyak, tetapi tulisan-tulisan mengenai biografinya begitu berkesan bagi saya. Kenapa tidak? Kiai yang tetap kokoh menerima setoran hafalan Qur’an dari santrinya ini tetap kukuh membimbing meski di umurnya yang senja.
Salah satu yang sering disebut adalah Ust. Yusuf Mansur, santri beliau yang meskipun sudah kondang tetap menyetorkan hafalan Qur’an kepada beliau. Betapa kita rasakan bagaimana sebenarnya didikan mbah Najib Abdul Qadir sehingga menghasilkan bibit santri yang sedemikian tetap patuh dan tunduk, kecuali dengan berbagai kasih sayang dan laku spiritual yang beliau sendiri contohkan.
Cerita-cerita istimewa lainnya banyak berada di ingatan orang-orang yang dekat dengan beliau, dengan berbagai keunikan, ketakjuban dan keistimewaan dalam diri beliau. Sungguh tidak ada kata-kata yang pantas dihaturkan selain sanjungan al-Fatihah yang terus mengalir, dengan diiringi bacaan lainnya, surah Yasiin, Al-Ikhlas dan tahlil sebagai tradisi kaum nahdliyin.
Semoga beliau diterangkan tempatnya, diangkat derajatnya di sisi Allah Swt. dan semoga akan bermunculan pengganti-pengganti beliau, dari sudut dunia mana pun. Al-Fatihah.
Yogyakarta, 2021
*UBED AL JABIRI, Mahasiswa UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, aktif sebagai anggota magang di LPM Arena. Dapat dihubungi melalui Twitter : ubed_al_jabiri atau email : ubedaljabiri@gmail.com