Oleh Ribut Lupiyanto
November menjadi salah satu bulan istimewa bagi Bangsa Indonesia. Di dalamya terdapata peringatan Hari Pahlawan pada tanggal 10 November. Peringatan tahun ini dilaksanakan masih dalam kondisi pandemi Covid-19.
Pandemi Covid-19 belum ada tanda-tanda mereda. Jumlah penderita positif di Indonesia masih tinggi. Sedangkan kehidupan harus berjalan khususnya untuk mengerakkan sektor sosial ekonomi. Namun tentunya kehidupan sudah tidak senormal dulu karena harus tetap memperhatikan protokol kesehatan.
Pemerintah telah melakukan berbagai kebijakan penanganan cepat sejak ditetapkannya pandemi. Upaya tersebut fokus pada meminimalisasi korban dan menghentikan penyebaran. Kini kebijakan new normal juga terus digulirkan.
- Iklan -
Banyak kalangan terlibat baik langsung maupun tidak langsung. Pihak yang berada di garda terdepan adalah tenaga kesehatan, baik dokter, perawat dan lainnya. Mereka rentan terpapar Covid-19. Puluhan dokter dan perawat telah meninggal dunia. Mereka adalah para pahlawan dalam perang semesta menghadapi pandemi corona. Semua kita juga harus meneladani dan bisa menjadi pahlawan dengan cukup disiplin menerapkan protokol kesehatan kapanpun dan dimanapun.
Pahlawan Kemanusiaan
Mereka yang wafat pantas diberi gelar pahlawan kemanusiaan meskipun tidak formal. Sedangkan tenaga yang masih berjuang hamper pasti memiliki nilai kepahlawanan yang kuat pula. Spirit kepahlawanan mereka penting menjadi bahan pembelajaran bagi kita semua.
Banyak cerita mengharukan di balik aktivitas para relawan saat terjadi pandemic seperti sekarang ini. Sudah pasti mereka bekerja secara suka rela. Tanpa mengecilkan arti relawan di sektor lain,kisah kepahlawanan tenaga kesehatan sungguh membanggakan.
Mereka tidak surut meski pekerjaannya bergelut dengan maut. Tenaga kesehatan terus bekerja meskipun Alat Pelindung Diri (APD) sangat minim. Keterbatasan stok APD memang sedang terjadi dan pemerintah sedang berupaya menyediakannya baik impor maupun produksi BUMN atau swasta. Publik juga terus menggalang bantuan guna penyediaan APD yang sangat vital bagi keselamatan tenaga kesehatan.
Jumlah tenaga kesehatan juga terbatas dibandingkan dengan laju kasus dan sebaran Covid-19 yang tinggi. Pemerintah sendiri telah mengupayakan rekruitmen relawan kesehatan dari mahasiswa tingkat akhir jurusan kesehatan ataupun dokter muda.
Apresiasi juga patut diberikan kepada pemerintah yang menjanjikan insentif bagi tenaga kesehatan. Meskipun hal ini tentu bukan menjadi permintaan pada relawan sendiri. Prioritas tetap adalah jaminan keamanan mereka dengan APD memadai.
Para relawan bukanlah sosok yang fenomenal dan terkenal. Tapi kiranya kepahlawanannya sejajar dengan para pahlawan nasional. Relawan juga dapat dikategorikan pahlawan tanpa tanda jasa.
Perspektif Islam
Dalam persektif islam, pahlawan dapat dimaknai senagai orang islam yang berjuang menegakkan kebenaran(Al-haq) demi memperoleh ridho Allah semata.
Semisal firman Allah Swt, “Di antara orang-orang mukmin itu ada orang-orang yang menepati apa yang telah mereka janjikan kepada Allah. Maka di antara mereka ada yang gugur. Dan di antara mereka ada pula yang menunggu- nunggu gugur, dan mereka tidak merubah janjinya.” (QS. Al-Ahzab: 23).
Ada beberapa nilai kepahlawanan dalam Alquran. Pertama, keberanian. Firman Allah swt, “Hai orang-orang yang beriman, barangsiapa di antara kamu yang murtad dari agamanya, maka kelak Allah akan mendatangkan suatu kaum yang Allah mencintai mereka dan merekapun mencintai-Nya, yang bersikap lemah lembut terhadap orang yang mukmin, yang bersikap keras terhadap orang-orang kafir, yang berjihad dijalan Allah, dan yang tidak takut kepada celaan orang yang suka mencela.
Itulah karunia Allah, diberikan-Nya kepada siapa yang dikehendaki-Nya, dan Allah Maha Luas pemberianNya, lagi Maha Mengetahui.” (QS. Al-Maidah: 54). Maka keberanian merupakan unsur penting di medan jihad.
Kedua, kesabaran . Firman Allah Swt, “Hai Nabi, kobarkanlah semangat para mukmin untuk berperang. Jika ada dua puluh orang yang sabar diantaramu, niscaya mereka akan dapat mengalahkan dua ratus orang musuh. Dan jika ada seratus orang yang sabar diantaramu, niscaya mereka akan dapat mengalahkan seribu dari pada orang kafir, disebabkan orang-orang kafir itu kaum yang tidak mengerti.” (QS. Al-Anfal: 65).
Kesabaran merupakan satu kepribadian mulia yang melekat pada diri para pahlawan. Para pahlawan menghabiskan waktu ratusan tahun untuk mengusir para penjajahan. Tekad para pahlawan untuk mengusir para penjajah tidak lelah dan putus asa. Mereka bersabar demi menggapai kemenangan. Maka kesabaran merupakan nilai-nilai kepahlawan yang harus diwarisi oleh generasi penerus.
Ketiga, tidak pengecut. Firman Allah Swt, “Mereka bakhil terhadapmu, apabila datang ketakutan bahaya, kamu lihat mereka itu memandang kepadamu dengan mata yang terbalik- balik semisal orang yang pingsan karena akan mati, dan apabila ketakutan telah hilang, mereka mencaci kamu dengan lidah yang tajam, sedang mereka bakhil untuk berbuat kebaikan. Mereka itu tidak beriman, maka Allah menghapuskan pahala amalnya. Dan yang demikian itu adalah mudah bagi Allah.” (QS. Al-Ahzab: 19).
Spirit Kepahlawanan
Pahlawan berasal dari bahasa Sansekerta “Phala-Wan”, artinya orang yang menghasilkan buah atau hasil karya (phala). Kamus Besar Bahasa Indonesia mendefinisikan pahlawan sebagai orang yang menonjol karena keberaniannya dan pengorbanannya dalam membela kebenaran, atau pejuang yang gagah berani. Jadi ada tiga aspek kepahlawanan, yakni keberanian, pengorbanan, dan membela kebenaran.
Tindak Kepahlawanan dapat dipahami sebagai perbuatan nyata yang dapat dikenang dan diteladani sepanjang masa bagi warga masyarakat lainnya. Kepahlawanan sendiri memiliki nilai berupa sikap dan perilaku perjuangan yang mempunyai mutu dan jasa pengabdian serta pengorbanan terhadap bangsa dan negara.
Setiap warga negara memiliki kesempatan yang sama untuk lahir menjadi pahlawan. Apapun profesi, pendidikan, dan latar belakang lainnya, semua mampu meraihnya. Nilai kepahlawanan yang diperbuat tidak penting untuk diketahui ataupun diakui. Upaya konkrit mesti dilakukan dalam rangka menumbuhkan jiwa berani, berkorban, dan membela kebenaran.
Jiwa pemberani terlahir di atas pondasi ideologi yang kokoh. Pendekatan nasionalisme dan spiritualisme penting diupayakan dalam menumbuhkannya. Seluruh rakyat mestinya tidak mengenal istilah takut kecuali kepada Tuhan dan negaranya. Berhadapan dengan siapapun pemilik jiwa pemberani akan tetap menegakkan kepala, tidak peduli kepada penguasa, atasan, atau lainnya. Misalnya saja dalam pemberantasan korupsi perlu membutuhkan jiwa pemberani, berani menolak suap, berani melaporkan praktik korupsi, berani memberikan kesaksian, dan lainnya.
Keberanian membutuhkan pengorbanan dan pengorbanan membutuhkan keikhlasan. Konsekuensi atas keberanian yang digaungkan tentu akan menimbulkan ekses dari pihak lawan. Ekses tersebut bervariasi mulai dari ancaman hingga tindakan yang menyerang kehormatan, harta, hingga jiwa. Setiap anak bangsa mesti bersiap diri mengorbankan apapun demi menguatkan keberaniannya menyerukan kebaikan.
Keberanian dan pengorbanan mestinya dibungkus oleh satu visi yaitu membela kebenaran. Bukanlah pahlawan yang berani dan berkorban bukan untuk kebenaran. Atau untuk kebenaran tetapi demi pamrih tertentu. Pembelaan kebenaran tentunya tidak dilakukan serampangan sehingga dapat menimbulkan efek kekonyolan. Semua mesti didasari pada peraturan perundangan serta norma yang berlaku. Pembelaan kebenaran juga membutuhkan pengorganisian yang taktis dan sistematis. Ali bin Abi Thalib pernah memperingatkan bahwa kebenaran yang tidak teroganisasi akan terkalahkan oleh kejahatan yang teroganisisasi.
Jika semua memiliki jiwa kepahlawanan, maka tidak akan ada ruang bagi pecundang. Hal yang perlu diwaspadai kepahlawanan tidak membutuhkan popularitas. Kepahlawanan sejatinya adalah laku sunyi tetapi sistematis dan masif.
-Penulis adalah Deputi Direktur Center for Public Capacity Acceleration (C-PubliCA)