Oleh Idammatussilmi
Penyebaran virus Corona Virus Disease (Covid-19) semakin merambah luas di seluruh Indonesia, berita tersebut semakin mengguncangkan kegelisahan masyarakat. Kegelisahan tersebut juga sangat terlihat khususnya pada aspek pendidikan. Berdasarkan surat edaran Gubernur Jawa Tengah Nomor 420/0005956 tanggal 15 Maret 2020 tentang pencegahan, peningkatan kewaspadaan terhadap risiko penularan infeksi virus Covid-19.
Surat edaran Bupati Temanggung Nomor p/149/440/III/2020 tentang peningkatan kewaspadaan menghadapi risiko penularan infeksi virus Covid 19 di Kabupaten Temanggung. Mulai tanggal 17 Maret 2020 kegiatan pembelajaran siswa dari jenjang SD/MI, SMP/MTs, SMA/MA/SMK sampai Perguruan Tinggi dilaksanakan di rumah melalui pembelajaran jarak jauh. Satuan pendidikan dari beberapa jenjang tersebut ditutup untuk sementara waktu dalam mengurangi penularan virus tersebut. Akan tetapi, pandemi virus Covid 19 semakin bertambah, maka kemungkinan besar kegiatan pembelajaran yang dilakukan di rumah akan di perpanjang sampai waktu yang belum ditentukan.
Pemerintah menetapkan agar kegiatan pembelajaran jarak jauh yang dilakukan di rumah menggunakan sistem daring atau pembelajaran online. Ketetapan pemerintah mengenai pembelajaran daring tersebut telah disambut hangat oleh sebagian masyarakat. Pembelajaran daring memiliki kelebihan dapat dilaksanakan secara fleksibel dimana saja, hal ini menjadikan setiap peserta didik nyaman dalam melaksanakan kegiatan pembelajaran di ruang dan tempat yang mereka sukai.
- Iklan -
Pembelajaran daring dapat dipantau langsung oleh orangtua di rumah. Peran dan keterlibatan orangtua dalam proses pembelajaran ini semakin memudahkan siswa dalam melaksanakan pembelajaran daring. Namun diantara segala kelebihan yang dimiliki, pembelajaran daring tentu saja masih memiliki beberapa kekurangan yang perlu kita evaluasi bersama.
Lalu, apakah pembelajaran daring menjadi metode yang efektif? Lantas, bagaimana peran sekolah atau madrasah dalam menghadapi kondisi ini?
Menaggapi masalah tersebut bagi orang yang tidak punya gawai smart phone, laptop kamputer tetap dapat melakukan pembelajaran jarak jauh masih banyak cara tanpa menggunakan alat tersebut. Maka untuk menanggapi permasalahan tersebut sekolah menetapkan teknik pembelajaran dengan menggunakan kurikulum berbasis lokal sebagai salah satu alternatif kurikulum darurat yang dapat diimplementasikan oleh komponen pendidikan.
Kurikulum Darurat Berbasis Lokal
Kurikulum berbasis lokal merupakan kurikulum yang disesuaikan dengan kondisi masyarakat lingkungan alam sekitar, sosial, ekonomi, budaya dan kebutuhan siswa di daerah tersebut. Model kurikulum darurat berbasis lokal dapat diintegrasikan dengan kurikulum sekolah sehingga kurikulum berbasis lokal memfasilitasi sinergi tripusat pendidikan dalam kegiatan pembelajaran.
Pada pelaksanaannya diperlukan kesepakatan antara pihak sekolah dengan anggota masyarakat dalam melaksanakan kurikulum tersebut. Kegiatan pembelajaran tetap dilaksanakan dengan pembelajaran jarak jauh dengan bimbingan dari guru, orangtua dan masyarakat. Oleh karena itu, peran tripusat pendidikan akan memberikan alternatif pemecahan masalah dalam kehidupan sehari-hari berdasarkan pengalaman masing-masing.
Kurikulum darurat berbasis lokal memiliki beberapa peran pertama, guru dan orangtua sebagai fasilitator. Fasilitator di sini yaitu, bekerja sama dengan orang tua dan tokoh masyarakat yang yang dapat dihubungi dengan media sosial. Memang kendalanya masyarakat desa sangat naif jika kita bandingkan dengan masyarakat kota yang sudah tidak asing lagi dalam penggunaan gawai. Guru dan orangtua di kota bisa koordinasi kapan saja untuk memantau dan membantu siswa dalam belajar. Kondisi ini sangatlah berbeda pada masyarakat desa, jika guru dan orangtua ingin berkoordinasi maka guru dan orang tua masih menggunakan surat atau mengunjungi ke rumah.
Kedua, Integrasi masyarakat dalam pelaksanaan kurikulum darurat yaitu, pemerintah desa, masyarakat dan orang tua harus menjadi sumber belajar utama bagi siswa. Selain itu, akses sumber belajar juga dapat diakses menggunakan daring, tetapi tetap dibutuhkan pendampingan orangtua. Untuk menyediakan akses yang mudah, pemerintah desa perlu bekerjasama dengan platform jaringan internet sehingga akses internet dapat dijangkau siswa diwilayah tersebut. Pemerintah desa serta masyarakat juga perlu menumbuhkan budaya “jaga tangga” atau menjaga tetangga. Tagline ini merupakan wujud kepedulian social masyarakat dalam membantu warga masyarakat sekitar dalam berbagai aspek. Untuk dunia pendidikan, Pemerintah memeberikan subsidi pulsa bagi siswa agar pelaksanaan pembelajaran terlaksana secara maksimal. Masyarakat dan orangtua melakukan control social dalam pelaksanaan kegaiatan yang dilakukan sehingga tujuan pembelajaran dapat tercapai secara efektif.
Ketiga, perubahan paradigma tujuan pembelajaran, target bukan pada pencapaian kurikulum sekolah tetapi penanaman pelaksanaan kegiatan atau keterampilan agama dan pencegahan pandemi Covid-19. Perubahan paradigma dalam pencegahan pendemi Covid-19 ini terjadi pada proses pelaksanaan pelajaran yang meliputi: (1) Perubahan padadigma pada guru yaitu disini guru tidak lagi pendampingi siswa dalam proses belajar. (2) Perubahan paradigm siswa, di ssni siswa belajar atau mendapatkan ilmu dari lingkungan sekitar keluarga bahkan masyarakat. (3) Perubahan paradigma pada sumber belajar, sumber belajar dapat dilakukan dengan apapun misalnya dari Koran, majalah, televisi ataupun radio. Sumber belajar yang beragam tersebut menjadikan siswa paham dan menambah pengetahuan secara luas. (4) Perubahan paradigma proses belajar, proses belajar yang dibatasi diruang kelas sehingga belajar siswa kurang kooperatif. Pelaksanaan kurikulum darurat ini dilakuakn dengan tempat dan kondisi sesuai dengan kesenangan siswa, selain itu siswa juga dapat belajar dengan memanfaatkan potensi yang ada di lingkungan masyarakat tenpat tinggal siswa.
Peran orang tua dan masyarakat dalam kurikulum darurat berbasis lokal sangat diperlukan. Bagainama jika SDM orangtua terkait dengan penggunaan gadget pada tugas anak sangat terbatas dan waktu pendampingan anak sangat kurang?
–Penulis Guru MI Najmul Huda Kemloko Temanggung.