DEBU
kuusap debu
dari sepatu, buku-buku
jendela dan pintu
waktu cemas
musim meranggas
sepasang langkah waspada
menapaki tangga
- Iklan -
bunga-bunga dalam pot
menabahkan kilau,
membiak, menghijaukan diri
diusap debu
bulir yang tak habis
dari masa lalu
Ampenan, Agustus 2020
BOTOL-BOTOL BEKAS MINUMAN
botol-botol bekas minuman
mengurung tanah
kau benamkan ke dalamnya
biji-biji buah
dan sayuran
maka pecahlah mata cangkang
merebak, menetaskan tunas
hijau bersih yang diam
kau jenguk selepas salam
di timur rumahmu
dari sebatang mangga
burung-burung terbang melintasi duha
melanglang ke rimbun pagi
yang cerlang menyembunyikan
kepedihan musim ini
Ampenan, Juli — Agustus 2020
KELAHIRAN
:kigo bhanu samarkand
Oktober malam; tangan bulan sekuning jagung
terulur menjangkau rawan ubun-ubun
memanjang ke bilah pipi, dagu,
hangat dan hikmat mengusapmu
di pembaringan; pupil matamu segar
bibirmu kicau burung mekar
memberiku senyum sebentar
sebelum kau berbalik melingkar
renggang dari pelukan
kugelar rambut, muka, pundak, lengan,
dada, punggung, hingga telapak kakiku
menjadi tanah, pohon, kuda, buku-buku
; taman-taman bermainmu
Oktober pagi; lewat dari duha
kali pertama
tak kukenali lagi batas
antara ketakjuban dan kesakitan
Mataram, Oktober 2015 – 2019
KELOPAK KAMBOJA
kelopak-kelopak kamboja
yang jatuh
selepas angin pagi
sepasang tangan memungutnya
tiba di pondokan
sebelum menitik
jadi puisi
buku-buku menopangnya
Ampenan, Januari 2020
PEMETIK KAMBOJA
hanya keranjang bambu murung
bergantung di punggung
setiap senja jatuh ia bergegas
ke kebun jauh
di sana kelopak-kelopak kamboja menunggu
takzim seperti simpuh pendoa
sebelum diantarkannya ke sebuah pintu
ruang tak berumbra
lapang dan tenang bagi nama-nama
*Lailatul Kiptiyah, lahir dan besar di Blitar. Buku puisi pertamanya, “Perginya Seekor Burung” (April 2020). Bermukim di Ampenan dan menjadi keluarga di komunitas Akarpohon Mataram, NTB. Kini waktu luangnya kerap dipergunakan untuk mempelajari jenis-jenis tanaman dan menekuri kisah-kisah dari ranah Tmur.