Oleh Syukur Budiardjo
Wabah atau pandemi virus corona atau Covid-19 yang telah menjelajah dan merambah ke berbagai belahan bumi ini, ternyata berdampak sangat mengerikan. Lebih dari 200 negara diserang. Ratusan ribu orang meninggal. Berbagai sektor kehidupan mengalami stagnasi. Dampak di sektor ekonomi membuat sebuah negara menjadi morat-marit. Berbagai proyek dibatalkan atau ditunda pelaksanaannya.
Di sektor pendidikan, pandemi Covid-19 meluluhlantakkan impian para pelajar. Mereka — para peserta didik itu — harus belajar di rumah. Sekolah-sekolah ditutup. Demikian juga kampus dan pesantren. Namun, apakah mereka harus terus-menerus belajar di rumah? Mereka tidak menyangka segalanya berubah seperti ini.
Murid-murid dari berbagai jenjang pendidikan, dari TK, SD, SMP, SMA, SMK, MI, MTs., dan MA harus belajar secara online atau daring di rumah. Sementara tidak semua orang tua memiliki akses untuk itu. Banyak orang tua yang malah memerlukan bantuan sosial dari pemerintah.
- Iklan -
Selain itu, tidak semua pelajar dapat menggunakan smartphone dan laptop untuk belajar. Bukankah setiap individu memiliki karakteristik gaya belajar yang berbeda-beda? Sebab, kemampuan menyinergikan otak kiri dan otak kanan dengan panca indera dan fisik mereka juga berbeda-beda. Kecuali itu, mereka juga sangat merindukan aura dan aroma pergaulan dengan kawan-kawan sebaya mereka.
Maka saya tak merasa heran ketika sebuah stasiun televisi menayangkan berita tentang kerinduan mereka terhadap sekolah dan guru-guru mereka dengan mendatangi sekolah. Mereka membawa bingkisan kue di kantong-kantong plastik yang dibubuhi nama-nama dan kelas mereka pada saat Idul Fitri atau Lebaran lalu. Mereka menggantungkannya di depan pintu-pintu kelas yang masih terkunci. Mereka bertanya, “Kapankah sekolah mulai dibuka kembali?”
Belajar dari Negara Lain
Sekarang kita sedang berada di penghujung tahun pelajaran 2019/2020. Sebentar lagi semester genap akan berakhir. Tahun pelajaran baru 2020/2021 sudah di depan mata. Andaikan Covid-19 atau wabah corona tidak datang, bagi sekolah-sekolah tertentu, sudah membuka penerimaan siswa baru. Bahkan ada sekolah yang telah membuka pendaftaran sejak Januari.
Dari berbagai wacana yang berkembang, ada opini yang menyuarakan agar sekolah dibuka kembali pada pertengahan Juli 2020. Mereka mendasarkan opininya pada regulasi yang berlaku pada setiap tahun pelajaran. Pendapat ini beranggapan seolah negeri ini tidak dilanda wabah Covid-19 atau virus corona, layaknya normal-normal saja.
Padahal, seharusnya kita mau belajar dari beberapa negara yang membuka sekolahnya kembali setelah memberlakukan lock down. Contoh kasus ini adalah ketika 70 anak yang duduk di bangku TK dan SD, di Prancis, terpapar virus orona, setelah sekolah-sekolah kembali dibuka pada 11 Mei lalu. Akhirnya, 18 Mei lalu, Prancis, memberlakukan kembali status lock down. Demikian pula Finlandia, dalam waktu dua hari setelah membuka kembali sekolah-sekolah, mendapati 17 siswa dan empat orang guru, terinfeksi virus corona.
Sementara itu, penemuan kasus virus corona baru pada dua siswa, merusak pembukaan kembali sekolah-sekolah di Korea Selatan pada Rabu (20/5/2020). Lebih dari 200 sekolah di Korea Selatan terpaksa ditutup hanya beberapa hari setelah sekolah mereka dibuka kembali karena ada lonjakan kasus virus corona. Sekitar 56 kasus baru Covid-19 dilaporkan dalam 24 jam terakhir, yang terjadi di dekat daerah dengan penduduk padat.
Selain itu, juga ada opini yang menyuarakan agar sekolah dibuka kembali pada awal Januari 2021. Pendapat ini dilandasi keyakinan bahwa wabah corona atau pandemi Covid-19 pada Januari 2021 telah berakhir. Kecuali itu, mereka juga beranggapan bahwa pemerintah telah memiliki pengalaman yang cukup dalam menangani wabah atau pandemi ini setelah memberlakukan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) dan Normal Baru (New Normal)
Memilih pertengahan Juli 2020 sebagai waktu yang pas untuk membuka sekolah setelah ditutup lama adalah sangat riskan. Fakta yang terungkap dari pengalaman bebegara negara yang gagal melaksanakan normal baru, seperti Prancis, Finlandia, dan Korea Selatan, dapat digunakan sebagai masukan dan bahan pertimbangan sebelum keputusan yang tepat diambil pemerintah.
Memilih awal Januari 2021 sebagai waktu yang afdal untuk membuka kembali sekolah-sekolah yang tutup karena wabah corona atau pandemi Covid-19, juga dibayang-bayangi ketidakpastian. Selain karena wabah corona belum tentu telah berakhir secara alami, vaksin dan obat untuk membasmi pandemi Covid-19 yang sekarang ini sangat ditunggu-tunggu kelahirannya, juga belum tentu telah ditemukan.
Tidak Boleh Gegabah
Seluruh pemangku kepentingan di bidang pendidikan harus berpikir keras dan berhati-hati terkait pembukaan sekolah yang selama ini ditutup karena wabah virus corona. Layaknya kita tidak boleh gegabah. Keputusan untuk membuka kembali sekolah di jenjang pendidikan dasar dan menengah harus benar-benar memperhitungkan berbagai hal agar proses belajar mengajar berjalan mulus dan tidak sia-sia.
Indonesia merupakan negara yang besar. Negeri ini terdiri atas 34 provinsi yang memiliki 514 kabupaten dan kota. Dengan demikian memiliki jutaan peserta didik tidak sedikit yang bermukim di perkotaan dan perdesaan. Mereka menuntut ilmu di sekolah negeri dan swasta dengan karakteristik yang berbeda-beda. Kita menginginkan agar mereka selamat, tidak tertular dan menularkan virus corona kepada orang lain.
Pembukaan sekolah untuk kegiatan pembelajaran tatap muka sebaiknya dilakukan setelah vaksin dan obat bagi pandemi Covid-19 atau wabah virus corona telah ditemukan. Itu pun setelah semua pelajar telah diimunisasi dengan vaksin Covid-19. Negara yang sudah memutuskan pembukaan sekolah setelah ditemukannya vaksin dan obat bagi virus corona adalah Filipina. Seperti yang dikemukakan oleh Presiden Filipina, Rodrigo Duterte.
Keselamatan peserta didik itu lebih utama pada saat wabah virus corona merajalela. Prestasi akademik memang penting. Akan tetapi, lebih penting lagi adalah jiwa-jiwa kaum muda. Karena mereka adalah pewaris masa depan keluarga layaknya kuntum bunga yang sedang mekar di taman hati.
Layaknya kita harus bersabar menunggu berakhirnya masa pandemi Covid-19 atau wabah virus corona. Juga harus bersabar menanti hasil gemilang para ilmuwan obat-obatan dan farmasi menemukan vaksin dan obat anti-virus corona. Imunisasi Covid-19 bagi para siswa di seluruh tanah air agaknya menjadi prioritas utama program pemerintah ke depan.
Pemerintah pasti akan mengambil keputusan yang tepat untuk membuka kembali sekolah yang ditutup karena wabah virus corona atau Covid-19. Tidak akan gegabah. Akan tetapi, sangat berhati-hati. Semoga.
Cibinong, Mei 2020
– Syukur Budiardjo, penulis dan pensiunan guru ASN di DKI Jakarta. Menulis artikel, cerpen, dan puisi. Alumnus Fakultas Pendidikan Bahasa dan Seni (FPBS) Jurusan Bahasa Indonesia IKIP Jakarta. Kontributor sejumlah antologi puisi. Menulis buku puisi Mik Kita Mira Zaini dan Lisa yang Menunggu Lelaki Datang (2018), Beda Pahlawan dan Koruptor (2019), dan Demi Waktu (2019), buku kumpulan cerpen Tunggu Aku di Pojok FB Itu! (2019), buku kumpulan esai Enak Zamanku, To! (2019) dan Solilokui Menulis Puisi (2019), dan buku nonfiksi Strategi Menulis Artikel Ilmiah Populer di Bidang Pendidikan sebagai Pengembangan Profesi Guru (2018). Tinggal di Cibinong, Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Nomor telepon atau WA yang dihubungi 0877-1139-9908.