Oleh Muslihah
Tanggal 17 Mei di peringati sebagai Hari Buku Nasional. Penentuan tanggal tersebut merupakan ide Menteri Pendidikan dari Kabinet Gotong Royong, Prof. Dr. Abdul Malik Fajar sejak tahun 2002. Hari tersebut bertepatan dengan peringatan pendirian Perpustakaan Nasional Republik Indonesia (Perpusnas) di Jakarta pada 17 Mei 1980. Pada tahun 2018 gedung Perpustakaan Nasional yang ada di Jakarta di tetapkan sebagai Perpustakaan tertinggi di dunia dengan jumlah 27 lantai.
Setiap peringatan Hari Buku selalu di kaitkan dengan rendahnya minat membaca di Indonesia. Minat membaca di Indonesia kalah jauh jika di bandingkan dengan Tiongkok. Maka muncullah ide peringatan Hari Buku Nasional yang bertujuan untuk meningkatkan minat membaca di Indonesia, harapannya dengan membaca masyarakat dapat menambah wawasan, pengetahuan serta mendongkrak kualitas literasi Indonesia.
Menurut data dari studi Most Literred Nation in the World yang dilakukan oleh Central Connecticut State University pada Maret 2016 lalu, Indonesia di nyatakan menduduki peringkat ke-60 dari 61 negara terkait minat membaca, terbilang cukup rendah. Namun pemerintah selama ini tidak diam melihat fakta mengenai hal itu. Berbagai program telah di luncurkan, seperti pengiriman donasi buku gratis, pengadaan Perpustakaan dan lain-lain. Diluar juga tersebar berbagai komunitas-komunitas literasi yang tidak pernah lelah mengampanyekan budaya membaca.
- Iklan -
Perjalanan panjang tanggal 17 Mei sebagai Hari Buku Nasional bukan tanpa sebab. Pada 17 mei 1890 silam, pendirian Perpustakaan Nasional Republik Indonesia menjadi salah satu awal bersejarah yang menginisiasi momen tersebut. Namun demikian, peringatan Hari Buku Nasional diharapkan mampu memberikan dampak positif dalam menyadarkan masyarakat tentang pentingnya buku. Masyarakat Indonesia dapat menjadikan peringatan Hari Buku Nasional sebagai momentum untuk lebih mengenal Perpustakaan dan meningkatkan minat membaca buku. Selain ada peringatan Hari Buku Sedunia setiap 23 April yang lebih populer, masyarakat Indonesia juga memiliki Hari Buku Nasional. Keduanya memiliki tujuan yang sama yaitu agar setiap penduduk di bumi menjadi cinta dan gemar membaca buku. Peringatan Hari Buku Nasional di cetuskan pertama kali karena melihat fakta bahwa minat membaca di Indonesia tergolong rendah.
Tanggal 17 Mei ditetapkan sebagai Hari Buku Nasional sebagai upaya meningkatkan budaya membaca dan membentuk masyarakat berbudaya literasi. Nasihat Albert Einstein, salah satu yang wajib diketahui merupakan tolok ukur kemajuan peradaban budaya literasi. Perpustakaan bertujuan mencerdaskan kehidupan bangsa melalui pengembangan dan pendayagunaan sebagai sumber informasi. Pelayanan Perpustakaan hendaknya berorientasi pada kepentingan masyarakat sehingga sadar pentingnya pengetahuan dari membaca buku dan lambat laun menjadi suatu budaya literasi.
Budaya literasi pada era sekarang ini tidak bisa dipungkiri lagi karena banyaknya informasi. Inilah benar-benar suatu masa yang di dalamnya terjadi seperti yang dinobatkan Marshall Mc Luhan sekitar setengah abad lalu, yang disebut sebagai information spill-over (peluberan informasi), bahkan banjir informasi. Lihat saja, google sebagai mesin pencari telah membuktikan kepada kita akan banjir informasi kepada masyarakat. Kehadiran Perpustakaan dituntut menyediakan referensi yang valid dan bukan informasi yang menyesatkan. Di internet, banyak sekali informasi yang tersaji, namun banyak pula yang tidak shahih atau benar. Maka perlu kecerdasan memilih dan mensintesis informasi shahih oleh Perpustakaan. Sehingga, meskipun internet menyediakan banyak jawaban kepada masyarakat, namun Perpustakaan bisa memberikan satu jawaban yang benar kepada masyarakat.
Perpustakaan menjadi salah satu indikator dalam penilaian negara atau kota literasi oleh Central Conecticut State University. Namun ternyata masih banyak penyebab minimnya kunjungan masyarakat ke Perpustakaan Menilik salah satu nasehat bijak dari Albert Einstein, tokoh dunia, mengungkapkan bahwa salah satu yang wajib harus anda ketahui adalah alamat Perpustakaan. Ungkapan itu mungkin tidak berlaku bagi masyarakat beberapa daerah di Indonesia sehingga terjadi penurunan kunjungan di berbagai Perpustakaaan. Contohnya, Perpustakaan Daerah Kuningan di Jakarta pada tahun 2014 mengalami penurunan kunjungan yaitu menjadi rata-rata setiap hari tidak lebih dari 70 kunjungan. Lebih tragis terjadi di Solo, jumlah kunjungan turun drastis. Dari tahun 2013 terdapat kunjungan 23.000 pengunjung menjadi hanya 3.000 kunjungan pada tahun 2014. Sedangkan pada bulan Agustus tahun 2015 hanya mencapai 300 kunjungan setiap bulan, hal ini jauh dari harapan. Mari menengok di luar Jawa, Perpustakaan Daerah Mataram misalnya, setiap hari hanya ada 21 kunjungan pada akhir tahun 2013 dan jumlahnya semakin menurun hingga akhir 2014. Pada April tahun lalu, semakin parah terjadi di Perpustakaan Daerah Banjarmasin, pada hari biasa hanya dikunjungi maksimal 30 orang, per bulan, bukan per hari. Paling banyak 50 kunjungan adalah saat musim skripsi. Data kunjungan masyarakat ke Perpustakaan merupakan salah satu tolok ukur dari kemajuan peradaban budaya literasi masyarakat itu sendiri.
Menurut UU No 43 tahun 2007 tentang Perpustakaan, jenis-jenis Perpustakaan dikategorikan menjadi lima yaitu Perpustakaan Umum, Perpustakaan Khusus, Perpustakaan Sekolah, Perpustakaan Perguruan Tinggi dan Perpustakaan Nasional. Masing-masing jenis Perpustakaan memiliki tujuan yang sama, yaitu mencerdaskan kehidupan bangsa melalui budaya gemar membaca dengan pengembangan dan pendayagunaan Perpustakaan sebagai sumber informasi. Untuk mewujudkan tujuan tersebut, Perpustakaan telah berlomba-lomba meningkatkan tingkat kunjungan masyarakat ke Perpustakaan. Tindakan awal untuk menanggulangi minimnya kunjungan pada masing-masing Perpustakaan adalah berbeda-beda dalam memberikan pelayanan. Seharusnya pelayanan Perpustakaan bukan hanya menyediakan buku, melainkan menyediakan “sajian” hasil kemas ulang informasi dari dalam buku supaya diketahui masyarakat kemudian menyadarkan akan pentingnya menjadi bagian dari budaya literasi.
Tiga tugas pokok Perpustakaan adalah Pengadaan, Pengolahan dan Pelayanan. Pembahasan berfokus kepada pelayanan. Dalam pasal 14 mengenai pelayanan Perpustakaan disebutkan bahwa pelayanan berorientasi bagi kepentingan masyarakat. Sehingga dalam memberikan pelayanan atau “sajian” hasil kemas ulang informasi selayaknya menyesuaikan dengan kepentingan pemustaka. Melihat dari fungsi Perpustakaan yaitu fungsi pendidikan, fungsi penelitian, fungsi rekreasi, fungsi informasi dan fungsi dokumentasi. Masing-masing Perpustakaan seharusnya memiliki kecenderungan cara pelayanan kemas ulang informasi yang dominan dari fungsi Perpustakaan. Kecenderungan tersebut menyesuaikan kebutuhan masyarakat.
Di era modern saat ini Perpustakaan merupakan salah satu lembaga pusat informasi yang harus memenuhi kebutuhan masyarakat yang kian hari kian beragam. Akan tetapi perlu juga disadari bahwa sebagian masyarakat belum mendapatkan fasilitas dan layanan Perpustakaan sebagaimana mestinya. Hal ini patut menjadi perhatian bagi orang-orang yang terkait di bidang Perpustakaan agar segera memikirkan dan mengembangkan Perpustakaan. Maksudnya agar dapat memenuhi tugas dan fasilitas sebagai salah satu pusat informasi, ilmu pengetahuan, teknologi dan budaya dalam rangka meningkatkan kecerdasan bangsa, meliputi kecerdasan spritual, kecerdasan intelektual, kecerdasan personal, kecerdasan emosional dan kecerdasan sosial. Dengan kata lain, Perpustakaan adalah sebuah wadah dalam proses pencerdasan bangsa. Hal ini sejalan dengan yang dijelaskan dalam Undang-undang No. 43 Tahun 2007 tentang Perpustakaan Pasal 3 yang berbunyi: “Perpustakaan berfungsi sebagai wahana pendidikan, penelitian, pelestarian, informasi, dan rekreasi untuk meningkatkan kecerdasan dan keberdayaan bangsa.”
Sementara itu, tujuan Perpustakaan juga dijelaskan pada undang-undang tersebut pada Pasal 4 yang berbunyi: “Perpustakaan bertujuan memberikan layanan kepada pemustaka, meningkatkan kegemaran membaca, serta memperluas wawasan dan pengetahuan untuk mencerdaskan kehidupan bangsa.”
Pentingnya budaya gemar membaca adalah ukuran kemajuan sebuah kota. Tingkat minat membaca masyarakat, khususnya anak-anak di Kota Makassar sangat rendah dibandingkan dengan kota-kota lain yang ada di tanah air. Rendahnya minat membaca masyarakat ini, tentu berpengaruh pada ketidakmampuan mereka menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi. Sebagaimana yang biasa didengar bahwa membaca adalah gerbang menuju ilmu pengetahuan. Karena itu, membaca harus menjadi kebutuhan hidup dan budaya masyarakat Kota Makassar.
Tingkat literasi masyarakat suatu bangsa memiliki hubungan yang vertikal terhadap kualitas bangsa. Tingginya minat membaca buku seseorang berpengaruh terhadap wawasan, mental, dan perilaku seseorang. Kualitas suatu bangsa ditentukan oleh kecerdasan dan pengetahuan, sedangkan kecerdasan dan pengetahuan dihasilkan oleh seberapa ilmu pengetahuan yang didapat, sedangkan ilmu pengetahuan didapat dari informasi yang diperoleh dari lisan maupun tulisan. Semakin banyak penduduk suatu wilayah yang semangat mencari ilmu pengetahuan, maka akan semakin tinggi peradabannya. Budaya suatu bangsa biasanya berjalan seiring dengan budaya literasi, faktor kebudayaan dan peradaban dipengaruhi oleh membaca yang dihasilkan dari temuan-temuan kaum cendekia yang diabadikan dalam tulisan yang menjadikan warisan literasi informasi yang sangat berguna bagi proses kehidupan sosial yang dinamis. Namun ironisnya jumlah terbitan buku di Indonesia tergolong rendah, tidak sampai 18.000 judul buku per tahun. Jumlah ini lebih rendah dibandingkan Jepang yang mencapai 40.000 judul buku per tahun. Sebagai warga Indonesia, tentu hal ini menyedihkan bagi kita.
Secara sederhana, literasi dapat diartikan sebagai sebuah kemampuan membaca dan menulis. Kita mengenalnya dengan melek aksara atau keberaksaraan. Namun sekarang ini literasi memiliki arti luas, sehingga keberaksaraan bukan lagi bermakna tunggal melainkan mengandung beragam arti (multi literacies). Ada bermacam-macam keberaksaraan atau literasi, misalnya literasi komputer (computer literacy), literasi media (media literacy), literasi teknologi (technology literacy), literasi ekonomi (economy literacy), literasi informasi (information literacy), bahkan ada literasi moral (moral literacy). Jadi, keberaksaraan atau literasi dapat diartikan melek teknologi, melek informasi, berpikir kritis, peka terhadap lingkungan, bahkan juga peka terhadap politik. Seorang dikatakan literat jika ia sudah bisa memahami sesuatu karena membaca informasi yang tepat dan melakukan sesuatu berdasarkan pemahaman terhadap isi bacaan tersebut.
Kepekaan atau literasi pada seseorang tentu tidak muncul begitu saja. Tidak ada manusia yang literat sejak lahir. Menciptakan generasi literat membutuhkan proses panjang dan sarana yang kondusif. Proses ini dimulai dari kecil dan dari lingkungan keluarga, lalu didukung atau dikembangkan di sekolah, lingkungan pergaulan, dan lingkungan pekerjaan. Budaya literasi juga sangat terkait dengan pola pembelajaran di sekolah dan ketersediaan bahan bacaan di Perpustakaan. Tapi kita juga menyadari bahwa literasi tidak harus diperoleh dari bangku sekolah atau pendidikan yang tinggi. Kemampuan akademis yang tinggi tidak menjamin seseorang akan literat. Pada dasarnya kepekaan dan daya kritis akan lingkungan sekitar lebih diutamakan sebagai jembatan menuju generasi literat, yakni generasi yang memiliki keterampilan berpikir kritis terhadap segala informasi untuk mencegah reaksi yang bersifat emosional.
Berbagai faktor ditengarai sebagai penyebab rendahnya budaya literasi, namun kebiasaan membaca dianggap sebagai faktor utama dan mendasar. Padahal, salah satu upaya peningkatan mutu sumber daya manusia agar cepat menyesuaikan diri dengan perkembangan global yang meliputi berbagai aspek kehidupan manusia adalah dengan menumbuhkan masyarakat yang gemar membaca (reading society). Kenyataannya masyarakat masih menganggap aktifitas membaca untuk menghabiskan waktu (to kill time), bukan mengisi waktu (to full time) dengan sengaja. Artinya aktifitas membaca belum menjadi kebiasaan (habit) tapi lebih kepada kegiatan ‘iseng’.
Buku adalah jendela dunia dan membaca adalah kuncinya. Dengan membaca buku, ilmu pengetahuan akan didapatkan. Kegiatan membaca akan menambah wawasan sekaligus mempengaruhi mental dan perilaku seseorang, dan bahkan memiliki pengaruh besar bagi masyarakat. Pada gilirannya, kegemaran membaca ini akan membentuk budaya literasi yang berperan penting dalam menciptakan bangsa yang berkualitas.
Selain ada peringatan Hardiknas dan Harkitnas, boleh jadi masih sedikit masyarakat yang mengetahui, termasuk dari kalangan para pendidik, bahwasanya di bulan Mei juga ada peringatan Harbuknas (Hari Buku Nasional), yang jatuh pada setiap tanggal 17 Mei. Peresmian Harbuknas ini memang baru dilakukan pada tahun 2002 yang lalu oleh Mendiknas, Ahmad Malik Fajar. Namun sebelumnya pencanangan bulan Mei sebagai Bulan Buku Nasional, sesungguhnya telah lama dilakukan, yakni sejak tahun 1995 oleh mantan Presiden Soeharto. Tapi begitulah karena mungkin tidak dianggap sebagai masalah penting, tidak heran jika ekspos mengenainya nyaris tidak terdengar, termasuk dari kalangan media massa.
Seolah telah menjadi permasalahan klasik setiap kali kita membicarakan masalah perbukuan di negeri ini maka wacananya akan senantiasa berputar pada persoalan tuduhan rendahnya minat dan budaya baca bangsa ini, kemudian harga buku yang dinilai mahal, serta belum adanya kesungguhan perhatian kita-pemerintah, masyarakat, lembaga-lembaga, dan lain-lain pada perkembangan perbukuan. Padahal kalau ditanya, semua orang pasti akan sepakat bahwasanya buku merupakan salah satu sarana utama dalam proses pencerdasan kehidupan bangsa serta gudang ilmu yang tidak pernah lekang dimakan jaman.
Harus diakui sebagai bangsa Indonesia hingga saat ini minat membaca masih rendah. Aktivitas membaca buku masih belum menjadi bagian dari budaya masyarakat negeri ini. Tolok ukur yang biasanya dijadikan indikatornya rendahnya jumlah penerbitan buku yang dihasilkan oleh para penerbit serta sepinya masyarakat kita mengunjungi perpustakaan meminjam buku.
-Kopri Rayon Persiapan Sakera Komisariat PMII IAIN Madura.