Refleksi Hari Lahir PMII
Oleh Usman Mafrukhin
“Khidmat PMII untuk negeri” adalah slogan yang diangkat oleh pengurus besar PMII dalah momentum harlah pada tahun ini. 60 Tahun berkontribusi dan berkhidmat untuk negri bukanlah waktu yang singkat, perjalanan panjang yang ditempuh oleh para fauding father PMII kita, untuk meneruskan perjuangan dan cita-cita kemerdekaan serta menyebarkan ajaran idlam ahlusunnah wal jamaah annahdliyah. Di tahun 2020 tanggal 17 April PMII mencapai umur yang ke 60.
17 April menjadi tanggal yang istimewa kaum pergerakan, karena menjadi hari lahir atau ulang tahun PMII, yang layak untuk di rayakan dengan berbagai event ataupun kegiatan sosial yg bermanfaat dalam rangka untuk menyambutnya. Seperti dalam situasi saat ini walaupun sedang dalam keadaan pandemi yang kemudian membatasi arah gerak aktivitas, kaum peegerakan tetap tidak kehilangan akal untuk tetap mengekspresikan momentum yang sangat spesial yang datang setiap kali dalam setahun. Seperti halnya dengan inovasi kegiatan berbentuk daring/online baik iti berupa diskusi, Talkshow, seminar dan bakti sosial dalam rangka memperingati
- Iklan -
Memorian Mahbub Djunaidi
Berbeda dengan hal itu,10 november dinobatkan sebagai hari pahlawan karena dulu mengingat pertempuran yang terjadi di surabaya pada tanggal yang sama November 1945. Hal ini tentu menjadikan sebuah pijakan bagi masyarakat Indonesia agara selalu mengingat peristiwa-peristiwa bersejarah yang terkadi di negara Indonesia, agar supaya kita tidak di label sebagai masyarakat yang buta dan pikun terhadap sejarah perjuangan para pendahulu kita. Hari pahlawan sebagai refleksi bahwa titik puncak kemerdekaan tidak sebatas sampai disini masih banyak hal-hal yang masih harus dikerjakan oleh generasi penerus perjuangan.
Pahlawan adalah sosok yang di identikan dengan orang yang rela mengorbankan jiwa raganya dalam membela tanah air Indonesia pada masa penjajahan. Bedanya dengan sekarang pahlawan bangsa merupakan sosok yang patuh dan taat kepada dasar negara, memperjuangkan nilai-nilai hak asasi manusia serta mempertahankan kejayaan dari lini apapun. Masih banyak yang tidak mengerti akan hakekat perjuangan para Pahlawan dulu untuk mencapai ke titik yang sekarang ini, kita sering lalai bahkan untuk meruwat dan merawat saja masih banyak yang lalai.
Tentunya setiap insan ingin sekali disebut pahlawan, entah itu pahlawan kesiangan atau pahlawan yang lainya. Karena menurut hemat penulis ketika kita berhasil bertanggung jawab atas kewajiban dan hak yang harus terpenuhi itu tercapai, kita bisa menyebut diri kita sebagai pahlawan walaupun dalam diri sendiri.
Banyak orang yang dinobatkan sebagai Pahlawan Nasional karena sumbangsihnya kepada Negara sangat besar baik itu perjuangan dari segi lahiriyah maupun batiniyah. Belakangan ini Presiden kembali menobatkan salah satu tokoh menjadi Pahlawan Nasional yaitu K H Masjkur. Keterlibatannya dalam perjuangan kemerdekaan menonjol di zaman pendudukan Jepang, sebagai anggota Badan Penyelidik Usaha-Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia. Masjkur juga tercatat selaku pendiri Pembela Tanah Air (Peta)—yang kemudian menjadi unsur laskar rakyat dan TNI—di seluruh Jawa. Ketika pertempuran 10 November 1945, tentu menjadi suatu kehormatan tersendiri.
Ada lagi sosok tokoh Nasional yang pantas memperoleh gelar pahlawan nasional yaitu Mahbub Djunaidi. Beliau adalah sosok yang patut kita contoh. Mahbub sangat terkenal dengan bahasa satire dan bahasanya yang humoris. Bahkan, Bung Karno sampai terkesan dengan tulisan beliau, karena Mahbub mengatakan Pancasila lebih agung dari Declaration of Independence, sehingga Bung Karno sempat mengundang Mahbub ke Istana Bogor.
Dari situlah Mahbub Junaidi menjadi sangat dekat dengan Bung Karno, dan Mahbub sangat kagum dengan sang penyambung lidah rakyat tersebut. Mahbub Djunaidi juga menjadi ketua umum pertama Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII). Ia lahir di Jakarta pada 22 Juli 1933. Ia dikenal sebagai wartawan-sastrawan, agamawan, organisatoris, kolumnis, politikus dan tokoh NU serta predikat baik lainnya yang disemangatkan di pundaknya. Ini bukan predikat main-main, karena ia memang seorang yang memiliki talenta luar biasa. Kritik-kritik sosial dalam tulisannya begitu tajam, begitu dalam. Tentu saja dengan ciri khas yang dimilikinya: satire dan humoris. Karena kepiawaiannya dalam menulis, ia disebut pendekar pena.
Sang Pendekar Pena
Pada era yang serba digital ini tentunya sekarang di mudahkan segala urusan apalagi yang menyangkut pers atau media. Kita bisa menuangkan segala aspirasi di media dengan mudah, oleh karenanya parut ditiru gaya tulisan ataupun gaya dalam mencintai sastra. Keberaniannya menyuarakan kebenaran dan membela wong cilik tak perlu diragukan. Sampai-sampai ia dijuluki si burung parkit di kandang macan. Ia banyak menulis, memberi perhatian dan pembelaan kepada kaum miskin. Termasuk kepada anak-anak pedagang asongan dan para pengemis cilik di persimpangan-persimpangan jalan. Ia dikenal sebagai pribadi yang ringan ceria, kocak berolok. Baginya semua orang tak ada bedanya, tidak bermartabat lebih tinggi dan lebih rendah, hanya karena jabatan dan pekerjaannya. Lapisan pergaulannya sangat luas, dan semua disapa dengan Anda, dengan saudara, dengan bung. Beliau pernah memimpin sejumlah media masa, juga menulis dan menerjemahkan puluhan buku. Ia juga dikenal sebagai wartawan yang gigih dan bekerja keras dan konsisten untuk sejauh mungkin memelihara kewartawanan serta organisasi wartawan sebagai profesi dan organisasi yang mandiri. Itu merupakan sekelumit sumbangsih Mahbub Djunaidi yang patut kita contoh dan bisa dijadikan sebagai rujukan setiap warga yang memang mencintai aktifitas Literasi dalam bidang Jurnalistuk.
Selamat Hari Lahir Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia
-Aktivis Muda NU Temanggung, Mantan Ketua Umum PMII Komisariat Trisula