Oleh Ahmad Hamid
Banyak cerita yang masih bersambung tentang wabah yang sedang melanda Tanah Air kita tercinta. Semakin hari semakin banyak korban terinfeksi, meskipun banyak yang sembuh tetapi tidak sedikit pula yang gugur dalam perlawanan melawan virus covid-19 ini.
Pro kontra tentang mudik juga masih banyak terdengar, bekerja dari rumah masih diperlakukan, meskipun banyak yang bandel karena urusan perut tetapi kita harus selalu berpikir positif, bahwa semua hanya berihtiar untuk mempertahankan hidup, yang di rumah menjaga agar tidak tertular pandemi wabah virus dan yang di perantauan menjaga agar tidak mati kelaparan dengan cara masing-masing, termasuk pulang kampung.
Tolak Corona Bukan Pasienya
- Iklan -
Cerita hari ini, hanya tentang virus-virus dan virus. Dari media sosial, dari kota besar bahkan sampai ke desa-desa semua siaga, tanggap corona. Tetapi karena “minim” pengetahuan tentang korban corona atau karena ketakutan yang sudah kronis, menjadikan masyarakat begitu bencinya terhadap virus corona. Sampai-sampai korban atau penderitanya juga ikut-ikutan dibenci. Harusya yang dibenci itu virusnya, yang dilawan dan ditolak virusnya dengan cara hidup bersih, sehat, serta rajin mencuci anggota tubuh melalui wudhu bukan yang dilawan, yang dibenci dan ditolak di masyarakat orangnya. Orangnya tidak salah, kalau disuruh memilih saya yakin tidak ada yang mau untuk terkena virus corona, korban corona bukanlah aib yang jenazahnya harus ditolak. Korban corona bukan penjahat, bukan teroris dan bukan pula pengikut aliran agama sesat, yang jenazahnya harus ditolak.
Banyak diberitakan, ada beberapa warga yang menolak jenazah korban COVID-19, mobil jenazah dihadang, dilempar kayu, dan pemakaman harus dikawal oleh aparat keamanan. Contoh seperti penolakan di TPU Makasar, Gowa, Sulawesi Selatan dan yang masih hangat adalah penolakan jenazah korban terinfeksi virus corona di Banyumas, yang akhirnya Bupati Banyumas sendiri harus turun tangan, cek-cok dengan rakyatnya dan terjun langsung untuk mengurus penguburkan jenazah.
Bisa dibayangkan jika posisi kita di keluarga yang ditinggal. Susah di atas susah, sudah ditinggal keluaraga, kehilangan orang-orang terkasih bahkan mungkin yang meninggal adalah tulang punggung keluarga ditambah lagi dengan jenazah yang ditolak, bagaimana perasaan keluarga yang ditinggal? bisa dibayangkan! Dimana sisi kemanusiaanya, bukankah berkaitan dengan hak muslim terhadap muslim yang lain sudah diatur.
Mengutip hadits Nabi Muhammad Saw dalam kitab Shahih Bukhari dan Muslim bahwa Rasulullah bersabda, hak muslim terhadap muslim yang laian ada 6 yaitu, mengucap salam ketika bertemu, apabila mendapat undangan maka segera memenuhi undagan tersebut, apabila diminta nasihat maka nasihatilah, apabila dia bersin dan mengucap hamdalah maka doakanlah dia dengan yarhamukallah, apabila dia sakit maka jenguklah dia dan yang terakhir apabila ada muslim yang meninggal maka iringkanlah dia sampai ke pemakaman.
Dan kewajiban yang lain setelah muslim meninggal adalah memandikan jenazahnya, mengkafani, menyolati dan menguburkannya.
Sudah jelas dari hadits di atas bahwa diantara kewajiban kita sebagai orang Muslim untuk menjenguk ketika saudara Muslim ada yang sakit dan mengantar ke pemakaman ketika meninggal. Ini kalau sakit yang diderita oleh saudara Muslim adalah sakit “normal” dan jenazahnya juga “normal” tetapi kalau korban terjangkit virus corona kita tidak boleh melakukan yang demikian. Ini hanya sebagai pengingat untuk seterusnya agar tidak muncul cerita lagi korban-korban dari virus covid-19 tidak diterima untuk dikebumikan.
Bukankah kita sudah diberi keringanan oleh Pemerintah dan Ulama untuk tidak menjenguk dan tidak ikut mengantar jenazah karena penanganan korban virus corona memang berbeda. Tugas kita hanya mendoakan dan tidak menghakimi korban virus corona dengan menolaknya untuk dikubur, karena semua sudah diatur oleh pihak-pihak yang berwenang dan sudah ada SOP-nya yang meliputi perwatan jenazah sampai ke pemakaman.
Fatwa MUI Tentang Jenazah Corona
Majelis Ulama Indonesia (MUI) sudah menagatur tata cara pengurusan jenazah pasien COVID-19 dalam fatwa MUI Nomor 18 Tahun 2020 dan edaran Direktorat Jendral Bimbingan Masyarakat Islam Kementerian Agama Republik Indonesia. Dalam Fatwa MUI Nomor 14 Tahun 2020 yang menyinggung tentang ibadah ketika terjadi wabah dan di dalamnya juga ada tentang pengurusan jenazah yang terpapar virus corona.
Penguburan jenazah pasien COVID -19, berdasarkan Fatwa MUI adalah pertama penguburan jenazah harus dilakukan sesuai dengan ketentuan dalam syariah dan protokol medis. Kedua jenazah yang sudah melalui proses sebelumnya sesuai dengan aturan medis, kemudian langsung dimasukkan bersama dengan peti ke dalam liang lahat. Hal ini dilakukan tanpa harus membuka peti, plastik, dan kafan dari jenazah dan ketiga penguburan beberapa jenazah dalam satu lahat diperbolehkan karena termasuk dalam kondsi darurat.
Protokal yang hampir sama juga dikeluarkan oleh Bimas Islam Kemenag RI hanya ada beberapa tambahan seperti jenazah disemayamkan tidak lebih dari 4 jam dan jika harus di autopsi harus dilakukan oleh petugas medis.
Dari fatwa dan protokol di atas seharusnya masyarakar lebih tenang dan tidak usah risau akan tertular oleh jenazah pasien virus corona, kerana kita sudah diringankan tidak mengurus jenazah karena semua sudah diurus oleh petugas medis. Insyaallah semua aman, berkaitan dengan jenazah, kita pasrahkan semuanya kepada petugas medis, karena saya yakin mereka jauh lebih tahu apa yang seharusnya mereka lakukan. Tidak mungkin petugas medis atau protokol akan membahayakan masyarakat yang masih hidup denga menularkan virus dari jenazah.
Seharusnya yang perlu kita hadang, bukan pasien corona yang sudah meninggal, itu sudah aman sudah diurus sedemikian rupa dan sudah melalui uji coba. Namun, yang perlu kita waspadai adalah penderita virus COVID-19 tetapi tidak mau mengisolasikan diri dan keluyuran kemana-mana. Ini yang paling berbahaya.
Sekali lagi bahwa pasien yang meninggal karena terkena paparan virus corona adalah meninggalnya syahid, dan dijamin masuk syurga (syahid akhirat) apalagi terkena virusnya ketika mencari nafkah untuk mencukupi kebutuhan anak, istri dan keluarganya, jelas sekali semuanya ibadah. Allah saja sudah menyiapkan syurga untuk jenazah pasien muslim corona masak kita sama-sama hamba yang lemah menyiapkan kubur saja tidak memperbolehkan.
Nah kalau masyarakat sudah tahu tentang penangangan jenazah pasien virus corona, sekarang tinggal pemerintah antisipasi agar penolakan-penolakan tidak terjadi lagi. Seperti yang sudah dilakukan beberapa pemerintah daerah seperti Yogyakarta, Medan dan lainnya, yaitu sudah disediakan tempat atau kuburan khusus untuk memakamkan jenazah pasien corona. Tentunya ini adalah solusi yang paling baik. Karena memang masyarakat sudah benar-benar was-was kalau mendengar yang namanya wabah corona.
Mudah-mudahan tidak ada lagi jenazah yang terpapar virus corona, kalaupun ada tidak ada lagi kabar tentang penolakan terhadap jenazah tersebut. Jujung tinggi kebersamaan negara kita, negara yang berasaskan Pancasila. Negara yang menjunjung tinggi nilai-nilai Ketuhanan, kemanusiaan dan persatuan. Serta selalu mengamalkan Islam yang rahmatallil ‘alamin.
Bersatu melawan corona, bukan terpecah belah karena corona. Bersatu kita teguh, berceri kita runtuh. Bulan Ramadan tiba, mudah-mudahan corona sudah tidak ada. Amin!
-Penulis adalah Guru Yayasan Al Madina Unsiq Wonosobo, Relawan Literasi Ma’arif.