Oleh Ahmad Farichin
Adanya wabah COVID-19 ini menyebabkan banyak masyarakat yang khawatir, takut dan depresi. mulai dari social distancing yang diharapkan bisa menjadi salah satu cara pencegahan penyebaran virus corona sampai pengecekan kesehatan masyarakat, namun ironisnya masyarakat kita belum memahami secara utuh yang dimaksud dengan social distancing, buktinya aktivitas yang melibatkan kerumunan seperti pernikahan, pengajian, tongkrong malam masih saja dilakukan. Kemudian Ada yang bertanya berkaitan dengan social distancing, seperti ini pertanyaannya “mas, apa yang harus dilakukan dalam keadaan seperti ini, apakah bepergian ke sawah juga termasuk larangan social distancing?” saya ngakak mendengar pertanyaan itu dan saya jawab “yang penting bisa mawas diri ya. tentu ini menjadi kegelisahan bagi kita, seharusnya kita sudah bisa memahami mana yang harus dilakukan dan tidak, mungkin saja kita dilarang untuk bepergian kesawah! Tapi kalo nggak bekerja, Terus meh mangan opo? Ya artinya social distancing itu berusaha menghindari kerumunan, karena kita tidak tahu siapa yang sudah tertular, jangan-jangan kita sendiri yang menularkan.
Setelah sosial distancing ini disampaikan ke masyarakat, sekolah, kuliah, pekerjaan mulai diliburkan, semua berpindah pada sosial media, ya memang sosial media itu jelas! Jelas terhindar dari jarak antara satu dengan yang lain, namun maih banyak masyarakat kita yang membudayakan share berita tanpa membaca dan mencari sumbernya! Belum bisa saring sebelum sharing. Penyebab Ketakutan dan kekhawatiran justru banyak ditimbulkan lewat kabar-kabar berita yang bersifat membuat kepanikan masyakarat. Sebenarnya sekarang melakukan sosial distancing dan sekaligus melaksanakan sosial media distancing!
Sosial Media Distancing
- Iklan -
Kita terlau dini mengenal sosial media sebelum kita mempelajarinya, maraknya penggunaan sosial media pada masa pandemi corona ini patut dipelajari lagi, pasalnya setiap detik, setiap menit pasti ada update informasi covid-19 coba saja googling. Dilansir dari DetikNews (25/02/2020), Kementerian Komunikasi dan Informatikan (Kemenkominfo) masih mendapati ada 127 hoax atau kabar yang tidak jelas tentang virus corona, dan sampai pada bulan maret ini terdapat sekitar 158 berita hoax tersebar. Bayangkan saja, jika berita itu disebarkan ke masyarakat sudah berapa kabar hoax yang tersebar? Kan pasti banyak.
Jaga jarak di sosial media seakan-akan seperti mustahil, tidak mungkin, karena sifatnya tidak dapat dipegang tapi nyata adanya. kontrol media ini ada pada tangan kita sendiri, jari-jari kita. Boomingnya pandemi corona ini salah satunya juga dari sosial media, seperti youtube, instagram, facebook, whatsapp televisi, maka tidak mungkin lagi untuk bisa menghindar darinya, yang kita bisa adalah mengalihkan jari-jari kita untuk tidak menyebarkan berita atau kabar yang sifatnya meresahkan atau membuat ketakutan. Sosial media sudah tidak sebatas dipelajari, menerapkan sikap bijak dalam menggunakannya jauh lebih penting pada saat ini, jika tak mampu untuk menyaring berita lebih baik diam, stop menyebarkan berita tentang corona.
Jika kita lihat, sosial media fungsinya menjembatani hubungan manusia lewat media, memudahkan untuk berkomunikasi jarak jauh tanpa harus bertatap muka, tidak untuk menyebarkan fitnah-fitnah atau informasi yang tidak mengandung kemanusiaan. Pengguna social media yang tidak memeperhatikan sebab akibat yang akan terjadi akibat asal sharing, berarti ia tidak beriman kepada fungsi awal sosial media, yaitu menjalin hubungan, malah justru merusak tradisi media sosial yang seharusnya bersih. Namun sekarang ini media sudah banyak ternoda, jangan sampai kita menjadi penambah noda-noda lewat informasi yang tidak kita ketahui terutama menjaga jarak soisal media ditengah-tengah wabah covid-19.
Sosial distancing dan social media distancing ini harus berimbang, menghindari kerumunan bukan berarti menghilangkan persaudaraan, masyakarakat peru memahami ini, bukan soal jauh-menjauh! tapi berusaha untuk mencegah penyebaran virus corona. Sosial media distancing yang tidak bisa kita raba benar-benar harus dipahami, tidak hanya Corona, ketercerabutan dunia maya perlu ikut diperangi.
Melek Keadaan
Menjadi bagian dari pencegahan virus corona adalah hal baik, melek keadaan yang sekarang sedang kita hadapi adalah kewajiban, sosial media sekali lagi buka tempat untuk menyebarkan keresahan, di dalam kondisi semua orang sedang berada di rumah, pekerjaan banyak diliburkan, sekolah, kuliah, kegiatan juga ikut serta diliburkan, hampir seluruhnya menggunakan sosial media. Bahkan kegiatan belajar mengajar juga dilakukan dengan cara online artinya juga meemanfaatkan media, untuk itu peran dari searcing, reading, saring dan sharing harus diterapkan, jangan asal sebar.
Saya tidak mengajak untuk tidak menyebarkan berita-berita, tetapi anda lebih tahu bagaimana sikap kita sebagai manusia untuk bisa bersama-sama dalam menghadapi pandemi corona ini. Nah, untuk bisa melakukan sosial media distancing ada beberapa hal yang bisa kita laksanakan. mulai hindari membaca berita tentang penyebaran Covid-19 secara intens, cukuplah membuka laman yang sumbernya dapat dipertanggungjawabkan seperti laman kementrian Kesehatan RI, BNPB atau laman pemerintah daerah masing-masing.
Selanjutnya, kini kaum rebahan menjadi pahlawan, ini agak lucu karena menjadi dalil bagi anak-anak bangsa yang kemasan bahasanya orang-orang malas disebut rebahan, ya tentu kegiatan anak rebahan tidak bertentangan dengan social distancing, tetapi kaum-kaum yang seperti ini perlu untuk bangun, baik untuk olahraga, ataupun berkarya. Social media distancing yang dilakukan kaum rebahan biasanya bersifat menghibur, tidak membosankan dan marakke ngakak. Nah ditengah pandemi virus corona, masyarakat sedang butuh hiburan, agar tidak stress dan depresi pada saat social distancing. Sudahkah kita menerapkan social distancing? Dan seberapa sering kita mengabaikan social media distancing? Mari kita renungkan!
-Penulis adalah Pegiat Literasi di Komunitas Pena Aswaja.