Oleh Ahmad Farichin
Waktu kita masih kecil bahkan sampai sekarang, kita pernah mengalami bagaimana rasanya dibully (diperundung, diejek), penulis pernah mengalami hal itu, rasanya mangkel, kesel, pengen membalas tapi ndak mampu dan merasa didiskriminasi, sungguh peristiwa yang pahit menurut penulis. Belum lama ini, salah satu siswi di sekolah purworejo mengalami hal yang serupa, karena suatu masalah siswi tersebut sampai di pukul, ditendang dan dianiaya oleh temannya sendiri, sampai videonya viral di media sosial dan ramai menjadi perbincangan netizen, lantas muncul sebuah pertanyaan, kenapa bullying masih saja lestari? Tentu ini menarik untuk dikaji.
Pro dan Kontra Bullying
Sampai saat ini, sangat dimungkinkan berlangsungnya bullying bahkan, dalam sebuah perkumpulan kurang seru jika tidak ada yang dibully, ngaku saja! betul bukan? Penulis tertarik untuk mengaji tentang bullying, karena ada yang pro dan ada kontra, bullying adalah masalah psikologis, ini masalah hati yang menyebabkan hati bergejolak, tentu bukan hanya pada yang dibully tapi bagi pembully juga.
Caci maki, hinaan dan diskriminasi yang erat kaitannya dengan bullying menimbulkan impuls yang positif dan negatif, tergantung dari mana seseorang melihat sudut pandang permasalahan. Dalam konsep awal, bullying itu tidak baik, walaupun hasil adanya bullying menimbulakn impuls yang baik, tapi cara yang digunakan tidak pas. Karena ini berkaitan dengan hati, maka tidak ada ukurannya masih bias, maka penulis membagi menjadi tiga macam, yaitu bullying tingkat siaga, waspada dan awas. Ini dalam sudut pandang akibat yang ditimbulkan dari bullying.
- Iklan -
Pertama, bullying tingkat siaga, ringan-ringan saja lah, kita sering melakukan kepada teman kita sendiri, walalaupun hanya guyon. Pada tingkatan ini bullying sebagai peramai komunikasi saja, tidak lebih. Tapi ada yang perlu digaris bahawahi, tidak semua guyon itu baik.
Kedua, bullying tingkat waspada, Kita harus waspada, bullying muncul dengan hati bisa berupa dengki, sakit hati dan alasan lain. Pada tingkatan yang ke dua ini terkadang bullying diperlukan, perbedaan karakter individu menyebabkan adanya karakter seseorang yang tumbuh semangatnya karena dihina, dicaci maki dan didiskriminasi.
Ini sangat memungkinkan, seseorang yang sedang diposisikan dibawah yang akan berusaha membuktikan bahkan dengan cara balas dendam, walaupun dalam konsep pendidikan islam balas dendam itu tidak dianjurkan. Dalam tingkata ke dua ini, yang bisa dikatakan dengan pro bullying.
Terakhir, bullying tingkat awas, kadang seseorang kelewatan dan hilang kesadaran dalam berperilaku, karena manusia itu hewan yang berakal, makhluk sosial ini bisa perperilaku seperti hewan, akalnya tidak dipakai, sehingga rasa humanismenya tidak muncul dalam karakter dirinya.
Kejadian bullying yang sampai parah dan menginjak-injak harga diri manusia, ia sedang kehilangan akalnya, keluar dari dirinya sendiri. Kalau sudah sampai tingkatan ini, bullying sangat berbahaya bagi pelakunya, kejadian tersebut mengakibatkan tekanan penuh bagi yang dibully, jiwanya sedang terusik. Sebenarnya ada kelainan mental dari pembully, ia sedang tidak bisa menjelma menjadi posisi orang yang dibully.
Dari tiga hal diatas, tidak semua individu mempunyai karakter mengubah bullying menjadi motivasi, justru sebaliknya, dengan adanya bullying seseorang semakin merasa terdiskriminasi, banyak individu yang belum bisa mengontrol emosi pada dirinya sendiri
Humanisme
Permasalahan bullying sebenarnya bisa disiasati dengan sifat humanisme, yang pada intinya memanusiakan manusia , pernyataan ini penulis sampaikan karena mengingat sosok guru bangsa Abdurrahman Wahid yang akrab dipanggil Gus Dur, beliau mengajarkkan kepada kita, bahwa mempunyai sifat humanisme itu sangat penting dalam kelansungan kehidupan sosial masyarakat.
Bullying yang pada saat ini masih terus ada, karena kita tidak mempunyai rasa humanisme. Penulis perpendapat ada beberapa hal yang perlu dipahami agar caci maki, hinaan dan diskriminasi tidak masuk pada bullying tingak awas. pertama, pendidikan karakter wajib untuk dikampanyekan lagi, pasalnya melalui pendidikan karakter individu akan mempunyai bekal dalam berperilaku terhadap semua makhluk, tidak akan kehilangan akalnya sebagai makhluk yang diberi akal.
Kedua, meningkatkan kecerdasan emosional, ini harus dimulai sejak dini dalam dunia pendidikan, siswa yang sedang dalam tahap mencari jati diri tidak hanya dibekali dengan kecerdasan akademik saja, perlu adanya keseimbangan. Kecerdasan emosional menurut beberapa pendapat menempati posisi yang tinggi dalam meraih kesuksesan. Karena, dengan bekal kecerdasan emosional, seseorang akan bisa mengontrol emosi dirinya dengan baik, hal ini akan meminimalkan terjadinya bullying. Ketiga, mulailah dari diri sendiri, siapa coba yang akan memulai untuk tidak melakukan bullying, kalau bukan kita sendiri.
Menghargai seseorang tidaklah mudah, kita merasa sombong, lebih pintar dan lebih dalam segala hal. Tentu perlu mengaca, bahwa masa ini, kita perlu membumikan humanism, memanusiakan manusia, karena tidak sedikit dari permasalahan bullying menjadi dampak besar dalam kehidupan bersosial masyarakat.
Sekali lagi, pro dan kontra bullying adalah hal yang wajar. Lalu, bagaimana pendapat kalian tentang bullying? Berikan pendapatmu!
–Penulis adalah Mahasiswa STAINU Temanggung, aktif dalam komunitas Pena Aswaja