Oleh Usman Mafrukhin
Belakangan ini publik ramai digegeri oleh fenomena munculnya kerajaan baru di Kabupaten Purworejo. Kerajaan tersebut bernama keraton agung sejagat yang di nahkodai seorang pria bernama Toto Santoso (42) mengaku sebagai raja, dan Fanni Aminadia (41) mengaku sebagai permaisuri atau ratu. Dua orang itu mengikrarkan diri sebagai Raja dan Ratu Keraton Agung Sejagat.
Lebih gilanya lagi, kerajaan-kerajaan ini langsung punya banyak pengikut. Sebenarnya ada fenomena apa sih di balik semua ini? Polisi mengungkap adanya motif penipuan di balik terbentuknya Keraton Agung Sejagat di Purworejo, Jawa Tengah. Meski begitu, tetap banyak orang yang menjadi pengikut Keraton Agung Sejagat.
Hal yang sama juga terjadi pada kerajaan fiktif di Jawa Barat, Sunda Empire-Earth Empire. Sebetulnya, apa yang melatarbelakangi banyaknya orang yang menjadi pengikut kerajaan fiktif?
Dengan membayar Rp 3 juta untuk dijadikan sebagai anggota kerajaan, masyarakat juga banyak yang tergiur karena di iming-iming penghasilan yang lebih besar.
- Iklan -
Total 450 pasukan Keraton Sejagat yang sudah ikut, dan katanya biaya tersebut buat operasional keraton sementara. Hal itu menjadi angin segar di tengah kondisi ekonomi dan politik Indonesia, di antaranya adalah janji-janji untuk membawa masa depan cerah dan lebih baik bagi masyarakat.
Meskipun kita ketahui bersama bahwa nusantara ini cikal bakalnya dulu dari berbagai kerajaan, mulai zaman majapahit, sriwijaya, dan lain-lain. Namun ketika ada suatu ketajaan yang muncul sekarang di tengah-tengah era yang serba digital ini, perlu adanya investigasi lebih untuk mempercayai keaslian kerajaan itu. Apalagi yang diberitakan raja dari keraton agung sejagad dulu pernah tinggal di Sleman jualan angkringan, juga pernah tinggal di ancol. Dari segi sanadnya saja sudah tidak jelas, apakah hanya ingin membuat suatu ilusi kerajaan terhadap masyarakat?
Kerajaan Bermotif Bisnis
Terjadinya kejenuhan atau kebuntuan pada sebagian warga, yang kehilangan orientasi ke depan, serta kekecewaan, maupun masa depan yang suram. Membuat hal seperti ini bisa dijadikan opsi untuk menjadi jembatan dari masalah tersebut.
Ya, seperti tadi yang sudah dipaparkan bahwa setiap anggota di kerajaan tersebut harus membayar senilai Rp 3 juta untuk biaya operasional kerajaan. Terjadi pembodohan publik jika hal demikian bisa membuat gaduh masayarakat setempat, pasalnya jika memang kerajaan asli terkait sejarah dan kebudayaan harus detail. Seandainya budaya maka aspeknya harus dipenuhi. Semisal lembaga keormasan maka yang terkait dengan itu juga harus dipenuhi.
Atau bisa juga ini produk kapital yang di bangun atas nama kerajaan yang hanya sebatas perkumpulan massa dengan di gerakan oleh sang raja dan ratu kemudian meraup keuntungan dari beberapa anggotanya saja. Masyarakat sudah bisa menilai dan menelaah secara mendalam terkait isu-isu kini.
Dan alhasil sesudah Polda Jateng dan pemerintahan setempat menelusuri secara lebih mendalam ternyata sang raja dan ratu kok bisa juga ditangkap polisi dan jadi tersangka atas nama penipuan. Raja dan Ratu zaman now.
-Penulis adalah Mahasiswa STAINU Temanggung