Oleh Usman Mafruhin
Disahkannya Rancangan Undang-undang (RUU) Pesantren dan Pendidikan Keagamaan menjadi UU Pesantren dan Pendidikan Keagamaan dapat dilihat dari dua sisi, yaitu hitam dan putih. Dalam perjalanannya, RUU Pesantren dan Pendidikan Keagamaan akhirnya disahkan menjadi Undang-undang dalam Rapat Paripurna pada 24 September 2019.
Secara historis, sejak tahun 2013 Fraksi PPP DPR-RI menggagas Rancangan Undang-undang yang berfokus pada pendidikan Pesantren dan Madrasah Diniyah yang kemudian pada bulan ini sah menjadi UU Pesantren dan Pendidikan Keagamaan. RUU Pesantren dan Pendidikan Keagamaan itu resmi disahkan menjadi UU dalam rapat paripurna 10 masa sidang I tahun 2019-2020. Pengesahan itu dipimpin oleh Wakil Ketua Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), Fahri Hamzah.
Tidak hanya tentang KPK, RUUKUHP, RUU PKS, maupun ketenagakerjaan yang sedang marak menjadi perbincangan publik. UU Pesantren dan Pendidikan Keagamaan yang di dalamnya mengandung pasal-pasal yang dapat diterima ada pula yang tidak terima.
- Iklan -
Lima Poin Penting
Adapun jika ditelaah lima poin dari RUU tersebut, walaupun yang baru-baru ini telah disahkan. Pertama, kitab kuning. RUU Pesantren dan Pendidikan Keagamaan disetujui, lembaga pendidikan pesantren harus mengajarkan para siswanya menggunakan kurikulum kitab kuning. Hal ini sesuai dengan Pasal 1 ayat 2 dan 3 dalam UU Pesantren dan Pendidikan Keagamaan.
Kedua, lembaga mandiri. Salah satu isi UU Pesantren dan Pendidikan Keagamaan, menerangkan bahwa keberadaan pesantren sebagai lembaga yang mandiri. Sebab, pesantren memiliki ciri khas sebagai institusi yang menanamkan nilai-nilai keimanan kepada Allah SWT.
Ketiga, kiai berpendidikan pesantren. Dalam Pasal 5 RUU Pesantren dan Pendidikan Keagamaan, disebutkan bahwa pesantren harus memiliki kiai. Hanya saja, pada pasal 1 ayat 9 kiai harus seorang pendidik yang memiliki kompetensi ilmu agama berlatarbelakang pendidikan pesantren.
Keempat, proses pembelajaran. RUU Pesantren dan Pendidikan Keagamaan mengesahkan proses pembelajaran yang khas, yakni ijazah kelulusannya memiliki kesetaraan dengan lembaga formal lainnya dengan memenuhi jaminan mutu pendidikan.
Kelima, dapat dana abadi. Terakhir, salah satu poin RUU Pesantren dan Pendidikan Keagamaan menjelaskan bahwa pesantren akan mendapatkan dana abadi dari pemerintah. Ketentuan tersebut masuk dalam Pasal 49 ayat 1 dan 2.
Hitam Putih
Dari ke 5 pasal tersebut perlu kajian lebih mendalam lagi untuk bisa sampai ke titik mana yang lebih banyak membawa kemanfaatan maupun sebaliknya membawa kerugian. Dari kalangan NU pada umumnya menerima dengan RUU yang telah disahkan tersebut akan tetapi juga ada yang tidak menerima seperti beberapa unsur NU di tingkat wilayah di sejumlah daerah menolak dengan beberapa alasan.
Jika dianalisis, ada beberapa hal yang dapat kita petakan. Pertama, UU Pesantren dan Pendidikan Keagamaan itu justru mencerabut pesantren dari akarnya. Kedua, pesantren tidak khas lagi, yang dulunya pesantren bermula dari segi salaf kemudian harus diseragamkan dengan pendidikan formal yang ada kurikulumnya, padahal pesantren adalah lembaga pendidikan yang memiliki kurikulum tersendiri, pesantren dapat mencetak generasi-generasi yang mengutamakan akhlak daripada bungkus formalitas saja.
Ketiga, jika dengan diseragamkannya pesantren dengan pendidikan formal mungkin dapat diterima oleh kalangan pondok pesantren yang di situ memang basisnya sudah modern, lantas bagaiman dengan yang masih betsifat pesantren salaf. Bisa saja pesantren nantinya bersifat pragmatis.
Keempat, terkait dana alokasi yang akan dirurunkan ke pesantren. Draft pada pasal ini sebenarnya sudah tidak asing lagi didengar. Akan tetapi realisasi alokasi dana yang ke pesantren-pesantren termasuk dana kesejahteraan ustaz pengajar itu juga belum merata kejelasannya. Kalaupun alokasi itu turun ke kemenag mestinya ada regulasi tiap-tiap pesantren jika ingin menerima dana itu.
Walaupun pada keseluruhannya draft UU Pesantren sebenarnya banyak juga manfaatnya tapi agar lebih merata tidak ada kerugian yang banyak pemerintah juga memikirkan terkait dengan kekhasan dari tiap-tiap pesantren yang ada di Indonesia.
-Penulis adalah Ketua Umum PMII Komisariat Trisula STAINU Temanggung.