Oleh: Nailul Author Restu Pamungkas
Baru-baru ini Mas Menteri Nadiem Anwar Makarim mengumumkan secara langsung hasil Program for International Student Assessment (PISA) 2022 melalui kanal youtube resmi KEMEDIKBUD RI. Hasilnya menunjukan bahwa performa peserta didik di Indonesia pada 3 aspek yakni literasi membaca, matematika, dan sains menunjukan peningkatan sekitar 5 sampai 6 posisi dibanding tahun 2018.
Selanjutnya perlu digarisbawahi bahwa trend global untuk peringkat PISA juga mengalami penurunan, yang artinya system Pendidikan di Indonesia memiliki ketangguhan yang baik dalam menghadapi tantangan Pendidikan seperti learning loss akibat pandemi.
Apresiasi tentunya perlu diberikan kepada pemerintah yang telah menginisiasi beberapa program reformasi Pendidikan. Selain itu kita juga perlu memberikan apresiasi kepada seluruh guru-guru di Indonesia yang telah berhasil menerjemahkan kebijakan reformasi Pendidikan. Reformasi Pendidikan hanya akan menjadi dokumen perubahan jika tidak diekesekusi dengan baik oleh guru. Karena yang sebenarnya mentransformasi pengajaran di dalam kelas adalah guru.
- Iklan -
Tidak dipungkiri bahwa PISA telah berpengaruh besar terhadap reformasi Pendidikan di tingkat global. Mereka meyakini bahwa hasil PISA yang baik dapat menjadi tolak ukur pertumbuhan GDP per kapita dimasa yang akan datang.
Namun pada artikel ini, perlu untuk mengingat bahwa pemeringkatan PISA tidak bisa dijadikan satu-satunya tolak ukur kemajuan Pendidikan suatu negara. Ian Cantley (2019), pengajar senior di Quen’s University Belfast, dalam studinya menyampaikan beberapa kritik terhadap PISA, baik aspek elemen evaluasi, desain tes, dampak kebijakan, dan faktor sosial-ekonomi.
Dalam artiklenya, beberapa ahli berpendapat bahwa PISA menunjukkan bias budaya dalam penilaiannya, memihak pada konteks budaya dan linguistik tertentu. Soal yang digunakan dalam mengukur ketiga keterampilan, ditulis dengan menggunakan Bahasa Inggris kemudian diterjemahkan kedalam beberapa Bahasa. Hal ini dapat berpotensi menciptakan tingkat kesulitan yang berbeda-beda antar negara, menyebabkan potensi disparitas hasil.
Kedua, PISA hanya berfokus pada penilaian keterampilan tertentu, seperti pemecahan masalah dan berpikir kritis, melalui literasi membaca, literasi matematika dan literasi sains yang dianggap penting dalam menunjang daya saing dan pertumbuhan ekonomi. Namun, aspek lain yang juga sangat penting bagi siswa untuk sukses di dunia nyata telah diabaikan. Contohnya seperti kreativitas melalui seni, keterampilan sosial, dan pengetahuan praktis. Fokus yang sempit ini mungkin tidak memberikan gambaran komprehensif tentang sistem pendidikan suatu negara.
Ketiga, banyak negara yang menggunakan hasil PISA sebagai dasar pengambilan kebijakan reformasi pendidikan nasional. Hal ini dapat menyebabkan keputusan kebijakan yang tidak selalu sesuai dengan kebutuhan Pendidikan yang unik suatu negara. Selain itu, peringkat PISA dapat dianggap sebagai tolak ukur reputasi pendidikan suatu negara, sehingga dikhawatirkan sistem pendidikan mengarah pada pengajaran yang berorientasi pada tes PISA. Ini berarti dapat berpotensi mengabaikan tujuan pendidikan yang lebih komprehensif.
Terakhir, keterbatasan PISA dalam menyesuaikan penilaian di beberapa system Pendidikan membuat penilaian yang terstandarisasi. Hal ini dapat mengabaikan aspek konteks budaya, ekonomi, dan sosial yang beragam dari negara-negara peserta. Hasil PISA sering berkorelasi kuat dengan faktor sosioekonomi, yang mungkin lebih mencerminkan disparitas ekonomi suatu negara dibanding kualitas sistem pendidikannya.
Sehingga pemerintah perlu berhati-hati dalam mereformasi kebijakan Pendidikan. Kebijakan Pendidikan yang hanya merujuk pada rekomendasi PISA tidak selalu bisa sesuai dengan kebutuhan Pendidikan di Indonesia baik aspek budaya, sosio ekonomi dan infrastruktur yang ada. Perlu kajian yang mendalam dan melibatkan seluruh stakeholder seperti guru, praktisi Pendidikan dan akademisi dalam merumuskan reformasi kebijakan pendidikan.
– Guru di SMP Al Madina Wonosobo, Saat ini sedang menempuh Pendidikan S3 (PhD) di Massey University, Selandia Baru