Oleh Hamidulloh Ibda
Pada perkuliahan doktoral saya tahun lalu, ada tema menarik yang masih jarang dikaji. Ya, ini soal pedagogi digital. Saya cek di sejumlah database dan pengindeks ternyata memang masih sedikit, baik itu di Scopus, WoS, Google Scholar, maupun ScienceDirect.com. Sebagai peneliti, saya menilai ini memang tema yang masih jarang, sangat jarang sekali.
Hal ini diperkuat saat ujian proposal disertasi, penguji menyarankan adanya kajian teori tentang ICT Competency Framework for Teachers (UNESCO, 2023). Maka hal ini perlu dipertegas lagi dengan penguatan pedagogi digital. Secara konseptual, pedagogi digital atau digital pedagogy merujuk pada pendekatan dan metode pembelajaran yang memanfaatkan teknologi digital. Dalam konteks pendidikan, pedagogi digital melibatkan penggunaan perangkat lunak, perangkat keras, dan sumber daya digital lainnya untuk meningkatkan pengalaman belajar siswa.
Beberapa elemen utama dalam pedagogi digital beragam. Pertama, pembelajaran kolaboratif. Pedagogi digital sering mendorong kolaborasi dan interaksi antara siswa. Melalui platform pembelajaran daring, siswa dapat berbagi ide, bekerja sama dalam proyek, dan saling memberikan umpan balik. Ini memungkinkan pembelajaran yang lebih terlibat dan interaktif. Kedua, integrasi teknologi. Pedagogi digital melibatkan integrasi teknologi dalam proses pembelajaran. Ini bisa mencakup penggunaan perangkat keras seperti komputer, laptop, tablet, dan perangkat mobile, serta perangkat lunak pendidikan seperti aplikasi, platform pembelajaran daring, dan multimedia interaktif.
- Iklan -
Ketiga, personalisasi pembelajaran. Teknologi digital memungkinkan adanya personalisasi pembelajaran. Siswa dapat mengakses materi pembelajaran dalam bentuk yang sesuai dengan gaya belajar mereka, dan guru dapat memberikan umpan balik individual melalui platform pembelajaran daring. Hal ini membantu siswa belajar dengan cara yang lebih efektif dan sesuai dengan kecepatan mereka sendiri. Keempat, aksesibilitas dan inklusi. Pedagogi digital dapat membantu meningkatkan aksesibilitas pendidikan bagi siswa dengan kebutuhan khusus atau yang berada di daerah terpencil. Dengan teknologi digital, siswa dapat mengakses sumber daya pendidikan secara online, mengikuti kursus jarak jauh, atau menggunakan alat bantu pembelajaran yang disesuaikan dengan kebutuhan mereka.
Kelima, evaluasi dan umpan balik. Pedagogi digital memfasilitasi evaluasi dan umpan balik yang lebih cepat dan efisien. Siswa dapat mengikuti ujian online, tugas, atau kuis yang memberikan hasil langsung. Guru juga dapat memberikan umpan balik secara real-time melalui platform pembelajaran daring atau melalui alat bantu pembelajaran yang memberikan pelacakan kemajuan siswa.
Keuntungan dari pedagogi digital meliputi peningkatan keterlibatan siswa, aksesibilitas yang lebih luas, personalisasi pembelajaran, dan efisiensi dalam evaluasi. Namun, juga perlu diakui bahwa tidak semua siswa memiliki akses yang setara terhadap teknologi digital, dan peran guru masih tetap penting dalam mengarahkan dan mendukung pembelajaran menggunakan teknologi ini.
Literasi Digital Guru
Selain melihat konteks di atas, kita perlu mengkaji juga literasi digital pada pendidikan. Literasi digital guru merupakan kemampuan guru untuk menggunakan teknologi informasi dan komunikasi secara efektif dalam proses pembelajaran dan pengajaran. Guru yang memiliki literasi digital mampu memanfaatkan perangkat lunak, aplikasi, dan platform digital untuk meningkatkan pengalaman belajar siswa, memfasilitasi kolaborasi, dan menciptakan lingkungan pembelajaran yang interaktif.
Ada beberapa karakteristik dan keterampilan yang penting dalam literasi digital guru. Pertama, penguasaan teknologi. Pendidik yang memiliki literasi digital harus memahami dan mampu menggunakan berbagai perangkat lunak dan perangkat keras yang relevan dalam konteks pembelajaran, seperti aplikasi pembelajaran, perangkat lunak pengolah kata, presentasi, spreadsheet, dan perangkat lunak desain grafis.
Kedua, kreativitas dan inovasi. Literasi digital guru juga mencakup kemampuan untuk menciptakan konten yang menarik dan bermakna menggunakan berbagai alat dan platform digital. Guru harus dapat mendorong siswa untuk berpikir kritis, memecahkan masalah, dan menerapkan ide-ide baru dengan menggunakan teknologi. Ketiga, kolaborasi dan komunikasi. Dalam era digital, kolaborasi dan komunikasi online menjadi sangat penting. Literasi digital guru mencakup kemampuan untuk memfasilitasi kolaborasi antara siswa melalui alat dan platform digital, seperti ruang kelas virtual, forum diskusi, atau proyek kolaboratif online.
Keempat, penilaian sumber informasi. Pendidik perlu mengajarkan siswa untuk secara kritis mengevaluasi keabsahan dan keandalan sumber informasi yang mereka temui di internet. Literasi digital guru melibatkan kemampuan untuk mengidentifikasi sumber yang dapat dipercaya, memahami kriteria validitas informasi, dan membantu siswa dalam membedakan antara fakta dan opini.
Kelima, pembelajaran sepanjang hayat. Literasi digital guru juga melibatkan kemampuan untuk terus belajar dan mengikuti perkembangan teknologi informasi dan komunikasi yang terus berubah. Guru harus dapat mengembangkan keterampilan baru dan mengikuti tren terbaru dalam literasi digital untuk memperkaya pengalaman belajar siswa. Keenam, keamanan digital. Guru harus memahami isu-isu keamanan digital, termasuk privasi, perlindungan data, dan etika online. Mereka harus dapat mengajarkan siswa tentang praktik yang aman dalam menggunakan teknologi, seperti menjaga informasi pribadi mereka, melindungi diri dari ancaman siber, dan berperilaku etis dalam dunia digital.
Dengan literasi digital guru yang kuat, mereka dapat menciptakan lingkungan pembelajaran yang inovatif, relevan, dan mempersiapkan siswa untuk hidup dan bekerja di dunia yang semakin terhubung secara digital.
Kerangka Kerja TIK Guru
Kerangka kerja TIK guru, sudah ditegaskan oleh UNESCO (2023) versi ketiga, yang di dalamnya terdapat 18 kompetensi TIK yang harus dicita-citakan oleh guru dan membaginya menjadi 64 tujuan khusus. Namun, di sini kita harus mengadopsinya sesuai kondisi di Indonesia. Sebab, ya jelas berbeda konteks, apalagi guru-guru di Indonesia tidak semuanya melek IT.
Sebagai seorang guru dalam bidang Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK), para pendidik dapat mengadopsi berbagai kerangka kerja yang dapat membantu Anda merancang dan mengimplementasikan program pembelajaran yang efektif. Jika merujuk UNESCO dan sesuai hasil analisis saya, terdapat beberapa kerangka kerja yang umum digunakan oleh guru TIK. Pertama, Model SAMR (Substitution, Augmentation, Modification, Redefinition) membantu guru dalam memikirkan cara-cara menggunakan teknologi untuk mengubah dan meningkatkan pengalaman pembelajaran. Mulai dari penggantian aktivitas yang ada hingga transformasi aktivitas yang baru dan inovatif, model ini membantu guru mengintegrasikan teknologi secara signifikan dalam pembelajaran.
Kedua, 5E Model atau Model 5E (Engage, Explore, Explain, Elaborate, Evaluate) adalah kerangka kerja pembelajaran yang dapat diterapkan dalam konteks TIK. Guru dapat memulai dengan memikat minat siswa, kemudian mengizinkan mereka menjelajahi konsep dan konten, menjelaskan dan mengembangkan pemahaman mereka, serta mengevaluasi pemahaman dan keterampilan yang diperoleh.
Ketiga, model TPACK. Kerangka kerja TPACK (Technological Pedagogical Content Knowledge) mengintegrasikan tiga komponen penting: pengetahuan teknologi, pengetahuan pedagogis, dan pengetahuan konten. Dengan memahami bagaimana teknologi dapat digunakan untuk mengajar materi secara efektif, Anda dapat merancang pengalaman pembelajaran yang lebih bermakna.
Keempat, model pembalikan kelas (Flipped Classroom): Dalam model ini, siswa belajar materi secara mandiri melalui bahan-bahan pembelajaran yang disediakan sebelum kelas, sementara waktu kelas digunakan untuk kegiatan yang lebih interaktif dan kolaboratif. Teknologi dapat digunakan untuk menyediakan materi pembelajaran pra-kelas, seperti video pembelajaran atau bahan bacaan online.
Kelima, model Blended Learning. Model Blended Learning menggabungkan pembelajaran tatap muka dengan pembelajaran daring. Guru dapat menggunakan berbagai alat TIK seperti platform pembelajaran online, forum diskusi, atau alat kolaborasi untuk memfasilitasi pembelajaran yang terintegrasi antara dunia fisik dan digital.
Keenam, proses desain instruksional. Kerangka kerja ini melibatkan tahap-tahap seperti analisis kebutuhan, perencanaan, pengembangan, implementasi, dan evaluasi pembelajaran. Dalam konteks TIK, guru dapat menggunakan model seperti ADDIE (Analysis, Design, Development, Implementation, Evaluation) atau model Rapid Prototyping untuk merancang dan menyampaikan pembelajaran yang efektif.
Setiap kerangka kerja di atas hanya merupakan panduan dan dapat disesuaikan dengan kebutuhan dan konteks spesifik para guru TIK. Pilihlah kerangka kerja yang paling sesuai dengan gaya pengajaran dan tujuan pembelajaran, dan jangan ragu untuk mengadaptasinya seiring berjalannya waktu, khususnya dalam penerapan Kurikulum Merdeka. Ya, sing penting ora marakke mumet, Maszeh!
-Penulis adalah reviewer di Pegem Egitim ve Ogretim Dergisi (Pegem Akademi Yayıncılık Turki, terindeks Scopus Q4) (2023-sekarang), reviewer Cogent Education (Taylor & Francis, Britania Raya, terindeks Scopus Q2) (2023-sekarang), reviewer Journal of Ethnic and Cultural Studies (Florida Gulf Coast University Amerika Serikat, terindeks Scopus Q1) (2023-sekarang), reviewer Journal of Learning for Development (JL4D) terindeks Scopus Q3 yang dikelola Commonwealth of Learning Canada (2023-sekarang), reviewer International Journal of Information and Education Technology (IJIET) Scopus Q3 (2023-present), reviewer Millah: Journal of Religious Studies terindeks Scopus (2023-sekarang), reviewer International Journal Ihya’ ‘Ulum al-Din (2023-sekarang), reviewer IJSL: International Journal of Social Learning (2023-sekarang), Editorial Board Members in Global Synthesis in Education (GSE) (2023-sekarang), Reviewer Qeios Journal (2023-sekarang), dan reviewer 19 jurnal nasional.