Oleh Sam Edy Yuswanto*
Segala bentuk kekerasan yang terjadi pada anak, sekecil apa pun itu, harus segera ditindaklanjuti dengan tegas. Ini penting, karena kekerasan dapat memengaruhi tumbuh kembang anak, khususnya yang berhubungan dengan psikis anak, di kemudian hari. Anak yang sering mendapat ancaman dan perilaku kekerasan, baik kekerasan dalam bentu verbal maupun fisik, maka dia akan menjadi anak yang minder, tidak percaya diri, penakut, bahkan menutup diri dari pergaulan. Ia bisa mengalami trauma yang berkepanjangan. Ia bisa mengalami kecemasan dan ketakutan bila melihat orang asing.
Sayangnya, tak semua orangtua mampu mendeteksi anak-anaknya yang sedang mengalami tekanan mental dan ancaman dari orang-orang di luar sana. Misalnya, orang-orang di lingkungan sekolah seperti teman sekelas, atau bahkan orang lain di lingkungan rumahnya. Kita tidak akan pernah tahu kalau tidak pernah berusaha peduli dan mencari tahu perihal lingkungan pergaulan anak di sekolah, apakah anak tersebut benar-benar merasa aman dari perundungan yang bisa saja dilakukan oleh sebagian temannya yang secara materi lebih kaya, atau secara fisik lebih besar dan kuat, dan sebagainya.
Maka, sudah seharusnya setiap orangtua memiliki kepedulian ke arah sana; pergaulan anak, baik di lingkungan sekolah maupun saat berada di lingkungan rumahnya (misalnya ketika anak sedang bergaul dan bermain dengan teman-teman sebaya di sekitar kompleks perumahan). Salah satu bentuk kepedulian orangtua pada anak adalah dengan mengajaknya mengobrol sesering mungkin, anggaplah anak selayaknya sahabat, tanyakan segala aktivitas yang dilakukan anak saat di sekolah, lingkungan rumahnya, dan seterusnya. Ajak anak untuk sharing tentang hal apa saja, agar anak merasa yakin bahwa orangtuanya memang benar-benar sayang dan memiliki kepedulian tinggi padanya.
- Iklan -
Seorang anak, bila sudah dekat dengan orangtuanya, tentu akan mencurahkan segala apa yang dirasakannya. Ia tidak sungkan membicarakan hal apa saja. Termasuk ketika ia sedang menghadapi persoalan dengan teman-temannya di sekolah. Dari sinilah orangtua berusaha mengambil sikap terbaik, sikap yang bijaksana, untuk membantu memecahkan persoalan yang tengah dialami oleh anak. Lebih-lebih bila ternyata anak tengah mengalami perundungan atau kekerasan yang dilakukan oleh sebagian teman di sekolahnya.
Aksi kekerasan yang dilakukan (baik oleh orang dewasa maupun orang sebaya) pada anak benar-benar menjadi persoalan serius yang harus dipecahkan bersama. Terlebih jika kekerasan tersebut sudah menyangkut hal yang sangat vital, yakni kekerasan seksual. Oleh karenanya, setiap orangtua harus benar-benar berusaha membekali anak (sedini mungkin) tentang cara melindungi diri dari orang-orang yang berniat menganiaya atau berbuat jahat padanya.
Salah satu cara yang bisa dilakukan orangtua untuk mencegah kejahatan dan kekerasan pada anak, sebagaimana diungkap oleh Shabrina Alfari (ruangguru.com, 18/1/2022) adalah dengan memberikan anak pengetahuan mengenai cara melindungi diri. Jelaskan pada anak bahwa tidak seorang pun yang boleh menyentuhnya dengan tidak wajar. Berikan pemahaman dan ajarkan anak untuk menolak perbuatan apa pun yang dirasa tidak pantas dengan segera berteriak ataupun lari meninggalkan tempat kejadian.
Ajarkan anak mengenai keberanian untuk bersuara, mengungkapkan pendapatnya, berani melawan saat merasa terancam atau tidak menyukai perilaku seseorang. Keberanian untuk bersuara termasuk ke dalam bentuk perlawanan terhadap kejahatan, karena banyak anak yang hanya diam saat mengalami tindak kekerasan. Ingatkan anak untuk tidak mudah mempercayai orang asing dan buat anak nyaman untuk selalu menceritakan jika sesuatu terjadi pada dirinya (Shabrina Alfari, ruangguru.com, 18/1/2022).
Menjalin hubungan yang baik dan akrab dengan para guru, khususnya guru kelas anak di sekolah, juga menjadi cara yang menurut saya cukup efektif untuk membantu mengawasi perilaku anak di sekolah, terutama saat anak mengalami perlakuan buruk dari teman-temannya. Jangan sampai orangtua cuek atau merasa enggan untuk menjalin kedekatan yang hangat dengan guru-guru anaknya di sekolah.
Dalam tulisannya (ruangguru.com, 18/1/2022), Shabrina Alfari menjelaskan bahwa sebagai orangtua kedua di sekolah, guru menjadi pengamat yang objektif mengenai tingkah laku anak dengan teman dan lingkungannya. Sekolah juga diharapkan dapat menggagas aktivitas internal yang bersifat positif untuk memfasilitasi aktivitas orangtua siswa dan siswa atau membentuk petugas yang bertugas memantau kegiatan siswa selama di sekolah.
Tak hanya menjalin kedekatan dengan para guru atau pihak sekolah saja, orangtua juga sangat perlu menjalin hubungan yang baik dan hangat dengan para tetangganya. Hal ini tak kalah penting, karena dapat membuat para orangtua saling peduli saat terjadi hal-hal yang tidak diinginkan. Misalnya ketika suatu hari melihat anak tetangga kita diperlakukan tidak baik oleh orang asing, kita berusaha menolongnya atau segera memberitahukan orangtua si anak, atau segera mencari pertolongan kepada orang-orang di sekitar kita.
Dalam buku Stranger Danger, Carol Soret Cope mengajak untuk memberdayakan tetangga agar bisa mengamati orang asing di lingkungan Anda. Jika ada mobil atau seseorang yang mencurigakan di jalanan Anda, salinglah memberitahu dan teleponlah polisi. Pastikan memberi informasi sebanyak mungkin: gambaran mobil itu, pelat nomor, gambaran pengemudianya, dll. Carol juga menyarankan agar sebisa mungkin anak anda tidak sendirian di ruang publik. Bahkan di lingkungan mereka sendiri, anak-anak kecil seharusnya ditemani oleh orangtua atau orang dewasa yang tepercaya.
Kekerasan atau segala bentuk perundungan pada anak, memang masih menjadi persoalan serius yang harus terus diwaspadai dan carikan jalan keluarnya bersama-sama. Baik oleh orangtua, guru, maupun masyarakat sekitar kita. Semoga tulisan sederhana ini dapat menjadi bahan renungan bersama. Khususnya renungan bagi para orangtua tentang pentingnya melindungi anak-anak dari beragam aksi kekerasan. Wallahu a’lam bish-shawaab.
***
*Sam Edy Yuswanto, penulis lepas mukim di Kebumen.