Oleh Ahmad Hamid
Guru adalah orang tua kedua setelah orang tua di rumah. Jika kalian mencintai orang tua kandung, maka cintailah gurumu selayaknya cinta murid kepada pemilik ilmu yaitu guru. Tidak ada ruginya seorang murid yang memuliakan seorang guru. Banyak kisah-kisah zaman dahulu seorang murid atau santri yang biasa-biasa saja dalam pelajaran di kelas namun karena rasa cinta dan tawaduknya kepada guru setelah lulus menjadi seorang yang jauh melesat dari orang-orang biasa. Inilah yang namanya berkah. Karena tidak ada orang hebat yang tidak menghormati guru, tidak ada seorang yang sukses tanpa perantara guru dan tidak ada orang yang beruntung dunia-akhirat tanpa tuntunan seorang guru.
Iya, meski di zaman sekarang ada saja guru yang bisa dikatakan tidak layak secara perilaku disebut seorang guru. Tetapi sebagai seorang murid harus tetap menghormatinya. Bencilah perilakunya tetapi jangan sampai luntur rasa hormatnya. Biar bagaimanapun guru tetaplah guru.
Dan sebagai seoarng guru harusnya bisa digugu dan ditiru setiap perilaku. Karena ada kata-kata “Guru kencing berdiri murid kencing berlari”. Maka dari situ guru benar-benar harus bisa menjadi suri teladan untuk murid-muridnya.
- Iklan -
Sebagai seorang guru, yang dulu pernah menjadi murid. Jika dibandingkan dulu dan sekarang sangat jauh berbeda baik dari sikap dan perilaku murid terhadap guru. Apalagi “mohon maaf” murid yang berasal dari kalangan menengah ke atas. Merasa dirinya lebih segala-laganya dari siapapun bahkan gurunya juga diperlakukan sama seperti teman-temannya. Tapi perlu digarisbawahi tidak semuanya tetapi cederung.
Bagaimana tidak, sekarang murid bicara dengan guru berani menunjuk-nunjuk dengan tangan, nadanya juga tinggi tidak ada rasa hormat sama sekali. Berjalan di depan guru seperti sudah kehilangan orang jawanya. tanpa merunduk, tanpa permisi, tanpa salam.
Coba sejenak kita tengok siswa-siswa zaman tahun 90-an. Sebandel-bandelnya mereka tidak mungkin berbuat sedemikian dengan gurunya. Bahkan karena cintanya, jika ada guru yang jatuh dengan sepeda atau motornya maka segera ditolong ramai-ramai dengan wajah penuh keikhlasan. Namun sekarang melihat guru yang jatuh malah ditertawakan…sekali lagi tidak semuanya tetapi cenderung.
yang tidak kalah ngeselin lagi, adalah ketika pelajaran dan seorang guru bertanya maka anak-anak menjawab ” kamu nanya…kamu nanya?” MasyaAllah..dimana harga diri seorang guru.Tentunya ini sangat bertentangan sekali dengan norma-norma agama Islam.
Faktor-faktor yang dapat menyebabkan murid tidak empati terhadap guru.
Pertama Cenderung meniru idola, tidak dapat dipungkiri bahwa di zaman sekarang banyak sekali anak-anak yang punya idola. Iya, kalau idolanya kyai, Habib yang suka ceramah dan sholawatan itu tak apa, tetapi jika idolanya artis-artis K-Kop, artis atau aktor Barat bagaimana kelanjutannya? Ya tidak usah jauh-jauh artis lokal saja yang berperan sebagai tokoh atau anak sekolahan. Mereka sekolah, memakai seragam tetapi apakah cara mereka berseragam, bergaul berbicara dengan guru sudah mencerminkan sebagai seorang murid. Rasanya-rasanya belum sama sekali. Apa yang bisa dicontoh dari sekadar pacaran, balapan liar, tongkrong, tato, berantem dan lain-lain…jika idolanya yang demikan ya pantaslah anak-anak zaman sekarang banyak yang sukar dikendalikan.
Kedua Tidak ada contoh teladan, Anak-anak cenderung meniru apa yang mereka lihat, padahal kalau anak, yang baik saja kalau diajarkan belum tentu diikuti. Tetapi kalau jelek tidak diajarkan anak langsung mencontoh. Jika demikian, seorang anak yang lingkungannya tidak ada contoh baik, maka anak akan meniru walaupun itu tidak baik. Apalagi mohon maaf orang tua sang anak yang tidak pernah mengajarkan sopan dan santun terhadap orang lain. Maka anak akan mencontoh siapa?
ketiga Hubungan guru dan Murid, guru sejatinya adalah teman, yang harus dekat dengan murid. Namun karena kedekatan tersebut, tidak jarang wibawa seorang guru tertutup oleh keakraban. Sehingga seorang murid bisa memanggil seenak jidat. Misal dengan sebutan ” brow” ” prend” dan sejenisnya. Namun karena terlalu dekat maka akan berdampak negatif. Intinya guru dan murid harus dekat tetapi harus ada sekat, agar murid paham batas pergaulan antara guru dan murid.
Keempat Ketakutan Guru, Sudah jelas dan terang, berapa bayak guru yang dipenjarakan oleh muridnya. Coba kalau kita hitung satu persatu…banyak pokoknya. Hanya karena hal yang sepele sebenarnya…menghukum anak yang tidak disiplin contohnya, terlambat masuk kelas, terlambat mengumpulkan tugas dan lain-lainnya. Bagaimanapun hukuman fisik sudah tidak model di zaman sekarang, namun anak-anak yang sudah kelewat nakal ,kalau hanya omongan tidak akan mempan. Tapi lagi-lagi guru harus berfikir dua kali untuk memberi hukuman, dan akhirnya siswanya akan terus menerus melakukan kesalahan.
Selain itu, guru akan kelihatan kecil dan takut pada wali murid, terutama di sekolah-sekolah yang terpandang dan berbiaya mahal. karena di sekolahan tersebut murid bagaikan bank dan nasabah, sebagaimana murid adalah nasabah dalam bank yang harus dilayani dan dihormati.
Contoh nyatanya adalah seperti kasus yang viral, seorang anak pejabat yang memukuli teman sebanya karena hal-hal yang dikatakan sepele. Dan akhirnya sekarang berbuntunt panjang. Anak tersebut berani melakukan yang demikian, ya..karena orang tunya beruang dan merasa punya kekuasaan. Dan merasa semunya bisa diselesaikan dengan uang.
Kelima Kemajuan teknologi dan informasi, Kemajuan adalah sesuatu yang baik jika dijalankan sesuai dengan fungsinya tetapi dari segi negatifnya juga tidak kalah bahaya. Berapa jam perhari anak-anak menonton HP dan bersosial media. Bisakah anak-anak menyaring informasi- informasi yang baik atau buruk. Saya rasa tidak ada..mereka hanya mencontoh dan meniru apa yang mereka lihat dan dengar. Dan langsung dipraktikkan dalam kehidupan sehari-hari bahkan dengan gurunya sekalipun. Apalagi anak-anak yang suka main game online, bahasanya mabar, bahasa yang keluar saat kalah bermain, semua binatang di kebun binatang dikeluarkan semua.
Sebenarnya masih banyak lagi faktor-faktor lain yang menyebabkan anak-anak kehilangan rasa hormat terhadap gurunya. Terutama kurangnya ilmu agama dalam sebuah keluarga. Agama adalag sebuah tuntunan yang akan menjadikan pegangan baik dalam keluarga itu sendiri, lingkungan dan masyarakat. Agama adalah kontrol bersama tentang adap, sopan santun. Jika dalam suatu keluarga sudah terpatri agama yang baik. InsyaAllah dimanapun berada anak tersebut akan selalu menjunjung tinggi sopan santun yang diajarkan. Karena yang paling utama pendidikam sebelum pendidikan formal adalah pendidikan keluarga.
Ini semua adalah tantangan guru di zaman sekarang. Berat memang, tetapi dengan niat dan ketulusan insyaAllah. Dengan adanya dukungan dan kontrol dari orang tua. Guru akan banyak terbantu dengan kondisi yang demikian. Guru harus punya terobosan baru kaitan dengan kurikulum atau metode mengajar. Jadi mengajar tidak hanya berorientasi pada kecerdasan semata tanpa adanya akhlak atau karakter yang baik.
Karena banyak metode program pembelajaran di Indonesia selalu menginginkan unggul di bagian akademis saja sehingga pembelajaran mengenai adab, sopan santun, karakter, etika dan tata krama kurang diperhatikan. Pembelajaran etika dan tata krama di sekolah hanya bersifat teoretis tanpa ada praktik, kalaupun sudah dipraktikkan hanya Sebagian saja. Selain itu, program pembelajaran seharusnya bersifat menyenangkan dan bukan malah membebankan dan membosankan sehingga siswa kehilangan semangat dan cepat bosan dalam proses KBM (kegiatan belajar mengajar).
-Guru di Wonosobo