Oleh: Muhammad Nur Faizi
Sudah beberapa kali bencana hadir di tanah Indonesia tercinta. Dimulai gempa bumi hingga banjir bandang, kesemuanya silih berganti mengisi daftar bencana di negeri ini. Rentetan bencana tersebut, tentunya tidak terlepas dari letak geografis Indonesia yang berada dalam cincin api pasifik sehingga rawan terjadi gempa bumi dan gunung meletus. Oleh karena itu, perlu kiranya masyarakat Indonesia membekali dirinya dengan pendidikan mitigasi bencana.
Penggunaan pendidikan mitigasi bencana dalam jangka panjang dapat mengurangi efek dari bencana itu sendiri. Seperti halnya Jepang yang menerapkan pendidikan mitigasi bencana, dapat mengurangi jumlah kehancuran dan korban jiwa akibat bencana. Saat usia dini, warga Jepang sudah dilatih untuk siap siaga menghadapi bencana yang dapat terjadi kapan saja. Sistem pendidikan Jepang, juga merespon secara positif dengan mengadakan pelatihan rutin untuk menghadapi bencana.
Apabila terjadi bencana, setiap individu akan bertanggung jawab terhadap dirinya sendiri. Warga Jepang yang melakukan latihan secara rutin, mempunyai insting kuat untuk berbuat banyak hal, termasuk tindakan penyelamatan. Kemudian pemerintah sebagai pemegang komando, bisa secara cepat memobilisasi massa dan melakukan tindakan penyelamatan secara cepat. Jepang adalah role model tentang bagaimana Indonesia seharusnya menyikapi bencana yang datang.
- Iklan -
Misalnya pada kejadian bencana tsunami yang melanda Jepang pada 11 Maret 2011 lalu. Bencana tersebut hanya menelan jumlah korban yang terbilang sedikit. Padahal jika dibandingkan dengan Aceh yang saat itu diguncang gempa bumi 7,6 scala richter, kondisi gempa di Jepang lebih besar yaitu 9 scala richter. Akan tetapi, jumlah korban yang diakibatkan oleh bencana di Jepang lebih sedikit karena ada kesiapan dari para penduduknya.
Lalu jika dilihat dari video yang beredar di media sosial, terlihat bangunan di Jepang tidak banyak mengalami kerusakan parah setalah kejadian tsunami. Tidak banyak terjadi kerusakan fisik disana. Bahkan apabila dilihat secara seksama, struktur jembatan pun sangat kokoh dan tidak putus walau diterjang gempa berkekuatan besar. Setelah diselidiki, ternyata kontruksi bangunan yang ada di Jepang dirancang dengan tidak menempel secara kuat pada bumi, sehingga tidak mudah hanyut.
3 Poin Pendidikan Mitigasi Bencana
Dalam melakukan pendidikan mitigasi bencana, setidaknya harus mencakup 3 hal, yaitu tindakan preventif, disaster response, dan recovery. Tindakan preventif akan membantu masyarakat dalam mengenali gejala-gejala terjadinya bencana. Contoh kecil dalam mengenali terjadinya bencana adalah hewan yang tiba-tiba turun secara serentak dari gunung, yang menandakan akan terjadi bencana gunung meletus. Kemudian laut yang tiba-tiba surut jauh dan didahului oleh gempa, yang menandakan akan datangnya tsunami. Pengenalan gejala terjadinya bencana, akan memberi waktu lebih banyak kepada masyarakat untuk menyelamatkan diri.
Kemudian disaster response (respon saat terjadi bencana) yang menandakan kesiapan masyarakat saat bencana terjadi. Poin ini sangat penting untuk mengurangi risiko cedera ataupun kehilangan nyawa saat bencana datang. Masyarakat dapat mengambil berbagai macam kemungkinan seperti akomodasi yang tepat, mencari tempat perlindungan, dan tindakan paling efektif jika sewaktu-waktu bangunan roboh.
Poin ketiga yaitu recovery (pemulihan), yang memungkinkan masyarakat melakukan tindakan cepat untuk memulihkan kesetabilan ekonomi pasca terjadi bencana. Masyarakat dapat mengendalikan emosi, tidak panik, dan menemukan solusi efektif dalam keadaan terdesak. Kondisi modal yang belum stabil menjadi tantangan bagi masyarakat yang ingin memulihkan kondisi ekonomi keluarganya. Dengan adanya pelatihan recovery yang dilakukan oleh pemerintah, tentunya masyarakat akan terbiasa untuk berpikir kritis dan kreatif sesudah terjadi bencana.
Ketiga poin tersebut menjadi penting dilakukan dalam pola pendidikan mitigasi bencana. Pengaturan terhadap bahaya bencana harus benar-benar disiapkan, baik sebelum, saat terjadi, maupun sesudah bencana tersebut. Kesiapan yang dilakukan harus benar-benar matang, sehingga bencana tidak banyak membawa dampak buruk bagi manusia.
Adaptasi Pendidikan Mitigasi Bencana di Indonesia
Dengan keadaan Indonesia yang berada di cincin api pasifik, perlu kiranya Indonesia menerapkan pendidikan mitigasi bencana agar jumlah korban tidak terlalu banyak dan kerugian dapat dikurangi. Masyarakat juga dapat lebih siap menghadapi kemungkinan terburuk saat terjadi bencana. Dan apabila sejumlah harta dari masyarakat lenyap, mereka sudah siap dengan pemikiran kreatif dan sejumlah strategi untuk mendobrak kembali ekonominya.
Pendidikan mitigasi bencana di Indonesia dapat diawali dengan menerapkannya pada pendidikan formal. Pada tingkat yang paling dasar seperti Taman Kanak-Kanak, pendidikan mitigasi bencana harus diberikan. Kemudian pada kegiatan ekstrakulikuler seperti Pramuka, pendidikan mitigasi bencana dapat disusupkan. Selanjutnya pada lingkungan kecil seperti keluarga, kedua orang tua dapat secara aktif memberitahukan kepada anak-anaknya tentang bagaimana cara mengantisipasi bencana.
Bagian terpenting adalah pemerinah yang mempunyai peran sentral dalam tata kelola bangunan, bertanggung jawab untuk membentuk bangunan yang kokoh. Pemerintah akan bertanggung jawab menyesuaikan bentuk bangunan yang sesuai dengan kesiapan terjadinya bencana. Seperti halnya Jepang yang melakukan kelola bangunan dengan tidak menancapkan seluruhnya pada tanah, pemerintah Indonesia juga dapat menerapkan hal sama. Apabila kesemua hal tersebut sudah diterapkan, maka masyarakat akan lebih siap untuk menghadapi bencana, baik secara fisik, mental, maupun strategi. Sehingga dampak yang diakibatkan oleh bencana dapat terkurangi oleh adanya pendidikan mitigasi bencana.
–Muhammad Nur Faizi. Mahasiswa UIN Sunan Kalijaga, Pengajar di Joedo Center Yogyakarta.