Oleh Anisa Rachma Agustina
Mengenyam pendidikan sebagai seorang mahasiswa adalah impian setiap lulusan SMA dan SMK, namun berbagai pertimbangan seperti biaya kuliah yang tidaklah murah menjadi alasan mimpi harus tertunda. Kisah ini bermula di tahun 2015, dimana gadis berkulit coklat yang bernama Anisa Rachma Agustina lulus dari Sekolah Menengah Kejuruan. Ya, itu adalah saya. Lulus SMK saya punya tujuan ingin bekerja ke negeri Jiran supaya dapat mengumpulkan uang untuk mendaftarkan diri menjadi seorang perawat.
Niat itu hanya tersimpan dalam angan-angan, orang tua saya melarang saya bekerja di Malaysia. Berarti mimpi untuk menjadi seorang perawat harus terkubur dalam-dalam. Di tahun 2015 takdir mengantarkan saya pada sebuah pekerjaan sebagai seorang waitress. Sebuah pekerjaan yang mengharuskan saya untuk bisa beradaptasi, bersosialisasi, menghadapi segala jenis customer, mendapat komplain bahkan cacian dari customer. Pekerjaan itu juga mengantarkan saya hingga pulau Lombok pulau indah di seberang. Dalam perjanjian kontrak sejak awal kami harus mau dipindah ke mana saja, hal itu yang membuat saya bekerja di perusahaan yang sama dengan kota yang berbeda.
Mimpi ingin melanjutkan pendidikan seperti terhenti, himpitan ekonomi dan gemerlap kota besar dengan gaji yang lumayan membuat setiap orang terlena. Gaji setiap bulan saya kumpulkan, untuk membantu orang tua, membeli sepeda motor, membeli beberapa perhiasan dan biaya hidup. Uang THR Tahun 2016 sengaja saya kirimkan ke rumah, kata bapak uang itu akan digunakan untuk membeli keramik untuk dapur kami.
- Iklan -
Takdir yang Kembali Membawa Pulang Ke Temanggung
Saat saya bekerja di restoran tersebut saya selalu berharap bisa dipindahkan di cabang Bali. Pulau para dewa yang menjadi impian saya untuk menetap. Setiap malam, setiap perjumpaan saya dengan Allah, doa itu selalu saya selipkan. “ya allah semoga saya di rolling ke Bali” nyatanya saat saya mendapat kesempatan untuk bisa pindah ke Bali, kesempatan itu tidak saya ambil. Saya memilih untuk pulang ke Temanggung dan berharap bisa bekerja di pabrik di Jabodetabek. Dengan alasan tidak ingin pindah-pindah, dan bekerja dengan pakaian yang lumayan ketat.
Agustus 2018 resign dari pekerjaan yang telah membawa saya pada sebuah pengalaman berharga di perantauan. Saat itu saya sedang bersiap untuk membuat surat kuning dan SKCK sebuah dokumen yang akan digunakan untuk syarat mendaftar kerja. Dari sana bapak menyarankan untuk melanjutkan pendidikan. Bapak telah menghimpun informasi mengenai sebuah kampus di Temanggung. STAINU Temanggung sebuah kampus di Jalan Suwardi Suwandi yang menjadi tempat saya menuntut ilmu.
Bapak menunjukkan beberapa lembar uang bergambar Soekarno-Hatta. Ternyata uang itu adalah uang THR yang saya kirim ke rumah untuk membeli keramik, uang itu bapak simpan dan menjadi modal untuk saya mendaftar kuliah. Dengan sisa uang tabungan dan uang THR yang saya kirim ke bapak kami berdua bertandang ke STAINU. Saat itu saya bertemu seorang yang menyambut dengan ramah. Tanpa saya sadar beliau adalah seorang yang kini menjadi motivator saya. Ibu Luluk Ifadah, beliau mengarahkan saya untuk mendaftar ke prodi PAI. Tanpa tahu dan berpikir panjang bapak pun menyarankan saya mengambil prodi itu.
Saya harus berjuang keras, belajar dengan tekun dengan segala hal yang dihadapi di bangku kuliah. Seorang yang sudah tiga tahun tidak mengenyam pendidikan kembali dihadapkan dengan berbagai tugas dan hal baru. Seorang yang hanya berorientasi pada uang kembali diingatkan dan dikenalkan dengan konsep barokah dan manfaat. Menjadi seorang yang tidak mengenyam pendidikan madrasah dan pondok pesantren karena bersekolah di sekolah negeri lalu masuk kampus islam dengan jurusan agama islam adalah sebuah tantangan tersendiri.
Saya ingat kala itu sebuah pertemuan pertama dengan dosen penggerak literasi sekaligus seseorang yang mengenalkan saya pada dunia literasi, Hamidulloh Ibda nama itu mungkin tidak asing oleh semua penghuni kampus. Saat itu beliau mengajar mata kuliah filsafat umum, selepas jam kuliah berakhir saya pulang. Memacu sepeda motor dengan perlahan, saya merasa badan saya remuk seperti dulu ketika saya bekerja dan mendapati kondisi restoran yang sangat ramai. Padahal waktu itu saya hanya duduk dan mendengarkan pak Ibda menjelaskan mengenai filsafat, saya bingung mengapa pertama kali mendapat mata kuliah filsafat rasanya badan capek seperti telah menghadapi ratusan customer dengan permintaan beragam.
Tugas-tugas yang diberikan pak Ibda selalu berkaitan dengan literasi. Di semester I pada mata kuliah filsafat umum kami diarahkan untuk menulis buku yang berjudul Tradisi-Tradisi Islam Nusantara, setelah itu kami diajari untuk meresensi buku yang telah kami tulis lalu mengirimkan ke media online. Gayung bersambut angkatan 2018 kembali bertemu pak Ibda di mata kuliah bahasa Indonesia lanjutan. Tak jauh dari literasi saat itu kami diajari untuk menulis artikel populer berupa opini yang wajib dikirimkan ke media massa. Saat itu pak Ibda mengumumkan siapa yang bisa tembus koran akan mendapat nilai A.
Menekuni literasi sejak 2018 bukan hanya sebagai syarat mata kuliah mengantarkan saya pada sebuah lomba yang pak Ibda share. Lomba yang diadakan Kemendikbud yakni Apresiasi Pendidikan Keluarga yang diadakan Kemendikbud Ditjen PAUD mengantarkan saya pada salah satu nominator dan berangkat ke Jakarta. Hingga kini saya masih menekuni hobi menulis dan mengaplikasikan ilmu dari Pak Ibda. ketekunan dalam bidang literasi membawa saya pada berbagai mimpi yang tak pernah saya kira.
Menjadi Wisudawan Terbaik
Gemuruh suara MC di acara wisuda menggema di telinga, nama saya dipanggil beriringan dengan kalimat Wisudawan Terbaik dengan IPK 3,94 Anisa Rachma Agustina. Entah apa yang saya rasakan saat itu, wajah bingung dan tak percaya. Seorang mahasiswa lulusan sekolah negeri dari taman kanak-kanak hingga SMK menjadi wisudawan terbaik di kampus Islam. Saya diperkenankan maju. Saya jemput bapak dan menggandeng lengannya untuk maju ke depan bersama.
Menjadi wisudawan terbaik bukan karena pintar melainkan tekun dan selalu ingin belajar. Setelah pembelajaran usai, saya selalu meminta waktu kepada para dosen untuk sekedar sharing dan diskusi. Saya menyiapkan beberapa list pertanyaan mengenai hukum dalam Islam, mengenai kehidupan, meminta saran dan berbagai hal. Aktif di organisasi, sering ikut andil dalam berbagai kegiatan kampus. Dan terus membudayakan literasi, hingga kini dan sampai kapanpun. Literasi mengubah dunia saya, mengubah mimpi saya dan mengenalkan saya dengan berbagai hal.
Bahkan kini literasi yang ikut menyumbangkan pundi-pundi rupiah untuk menambah pendapatan. Mengirim tulisan ke berbagai platform media, mendapatkan honor, berbagi informasi dan berbagi cerita. Saat orang lain bingung ingin bercerita ketika dihadapkan dengan sesuatu. Saya punya tempat bercerita ternyaman. Dengan menulis saya bisa mengekspresikan berbagai hal, bisa menjadi media protes atau sekadar berbagai informasi.
Terimakasih Allah SWT yang telah memberikan saya kesempatan untuk berkuliah di INISNU Temanggung, bertemu para dosen hebat yang memotivasi saya. Terimakasih bapak dan mae orang tua terhebat dan malaikat tanpa sayap dalam hidup saya. Support system terbesar dalam hidup saya. Terimakasih pak Hamidulloh Ibda guru menulis ku atas ilmu dan dedikasinya. Terimakasih ibu Luluk Ifada motivator, kaprodi dan panutan saya. Seorang ibu hebat dan dosen yang sangat menginspirasi.
Terimakasih guruku, guru terbaik di dunia yang telah banyak mengajarkan ilmu kehidupan, yang membuka mata hatiku bahwa tujuan menulis bukan hanya royalti melainkan sebuah kemanfaatan. Guruku anda adalah cahaya yang tak lekang oleh waktu dan tak padam oleh tepaan, tetap menjadi matahari yang menyinari para peserta didik mu dan tetap semangat menjalani hari-harimu ya.
- Wisudawan Terbaik INISNU Temanggung 2022, Penggiat Literasi Pena Aswaja INISNU Temanggung