Oleh: Muhammad Nur Faizi
Tidak banyak yang tahu bahwa tradisi tulis menulis di pesantren dipopulerkan oleh KH. Hasyim Asyari. Beliau merupakan pendiri Pondok Pesantren Tebuireng, Jombang. Dalam kisahnya, KH. Hasyim Asyari menggelorakan dunia literasi sebagai bahan perlawanan atas penindasan, kekerasan, dan penjajahan yang dilakukan oleh pihak Belanda.
Pada zaman penjajahan, letak pendidikan rakyat dimundurkan dengan membatasi akses pendidikan. Rakyat dipaksa terus bekerja, dan kalaupun mengenyam pendidikan, hanya diperbolehkan di sekolah yang mempunyai kultur belajar rendah. Letak ketidakadilan inilah yang membuat KH. Hasyim Asyari tergerak untuk melakukan perlawanan dengan mengarusutamakan pendidikan umat.
Kecintaan KH. Hasyim Asyari kepada Nusantara membuatnya tergerak untuk mengobarkan api literasi. Diungkapkan oleh seorang peneliti Zamakhsyari Dhofier di tahun 1945 bahwa Pesantren Tebuireng menjadi kunci lembaga pendidikan karena KH Hasyim Asyari mampu memadukan dua ide besar, yaitu keagamaan dan kebangsaan.
- Iklan -
Poros itulah yang menggerakkan KH. Hasyim Asyari untuk sepenuh hati menggerakkan dunia literasi. Dalam penerbitan karya, tercatat ada beberapa kitab yang sudah berhasil diterbitkan oleh KH. Hasyim Asyari. Sebut saja kitab Adabul ‘Alim Wal Muta’allim yang menceritakan tentang pentingnya untuk menuntut ilmu serta menghormati guru. Kitab ini juga membahas bagaimana cara tercepat untuk menyerap ilmu.
Kemudian ada kitab At-Tibyan Fin Nahyi An-Muqothoatil Arham Wal Aqorib Wal Ikhwan yang membahas tentang kumpulan berbagai pemikiran terkhusus yang berhubungan dengan Nahdlatul Ulama. Serta ada beberapa kitab lain seperti Risalah Ahlis Sunnah Wal Jama’ah, Risalah Ahlis Sunnah Wal Jama’ah, Ziyadatut Ta’liqot, At-Tanbihatul Wajibat Li Man Yasna’ Al-Maulid Bil Munkaroti, dan Dhou’ul Misbah Fi Bayani Ahkamin Nikah yang kesemuanya merupakan karangan dari KH. Hasyim Asyari.
Meneruskan Semangat Literasi
Meski sekarang Indonesia sudah terbebas dari penjajahan Belanda, bukan berarti semangat literasi harus diturunkan. Ada alasan penting lain yang mendasari Indonesia perlu meneruskan semangat literasi yang sudah dibangun sejak dahulu. Alasan paling mendasar adalah menyusul ketertinggalan di semua bidang atas negara-negara maju di dunia.
Sudah barang tentu kita khatam dengan survei yang memposisikan Indonesia sebagai negara urutan bawah soal budaya literasi. Bukan untuk menyalahkan pihak tertentu, karena literasi merupakan tanggung jawab bersama, yang memerlukan kerjasama banyak pihak.
Survei yang terus memproduksi berita buruk akan literasi Indonesia sebaiknya dijadikan sebagai pengingat bahwa budaya literasi itu penting, budaya literasi itu menjadi dasar kemajuan, dan budaya literasi dijadikan tolok pengukur sejauh mana negara luar memandang Indonesia.
Kenyataan tersebut harusnya dijadikan pelecut paling keras untuk memajukan literasi Indonesia. Pun dilihat dari aspek historis, kemerdekaan Indonesia tidak terlepas dari dunia literasi. Munculnya akademisi-akademisi yang menelurkan gagasan pergerakan perlawanan adalah buah dari literasi. Pun budaya pendidikan yang ditanamkan oleh KH. Hasyim Asyari juga menjadi buah dari literasi. Maka ketertinggalan Indonesia atas negara-negara maju di dunia dapat disebabkan oleh literasi.
Literasi Ala KH. Hasyim Asyari
Tentu setiap orang punya cara tersendiri untuk menaikkan dunia literasi. Akan tetapi, bagi KH. Hasyim Asyari literasi telah menjadi dunia utama dalam kehidupannya, terutama dalam bidang tulis menulis. Selain menjadi pengajar dan penceramah, KH. Hasyim Asyari juga menyempatkan diri untuk rutin menulis kitab.
Dalam kesehariannya, KH. Hasyim Asyari menulis kitab di jam 10.00 tepatnya setelah mengajar para santrinya, hingga waktu menjelang dzuhur. Akan tetapi, sebelum menelurkan gagasannya dalam kitab, terlebih dahulu KH. Hasyim Asyari melakukan serangkaian upaya untuk menjernihkan pikiran agar bisa fokus dan mendekati kebenaran dalam setiap kata yang ditulis.
Terlebih dahulu KH. Hasyim Asyari meniatkan kepenulisannya untuk meraih kebajikan. Kemudian dilanjutkan dengan pensucian diri yang dilakukan dengan cara berwudlu. Proses ini akan menjernihkan segala pikiran dan lebih fokus terhadap apa yang dikerjakan. Selanjutnya KH. Hasyim Asyari membaca basmallah, sholawat, dan hamdalah.
Apabila sudah selesai dalam menulis kitab, tidak lupa KH. Hasyim Asyari memasrahkan semuanya kepada Allah agar nantinya kitab yang dikarang bisa menebar banyak manfaat. Nilai religiusitas dalam tradisi literasi sangat diperlukan untuk melatih kepekaan pikiran dan hati dalam sebuah tulisan. Sehingga karya yang dihasilkan benar-benar mempunyai kualitas yang tinggi.
Berbagai langkah yang dilakukan KH. Hasyim Asyari tentu bisa dilakukan siapa saja untuk memudahkan dalam dunia literasi, terkhusus dalam tulis menulis. Dan yang perlu diingat adalah pokok perjuangan bangsa adalah pada dunia literasinya. Karena semakin maju suatu bangsa, maka semakin maju pula literasi yang ada pada bangsa tersebut.