Oleh Nurul Izzah
Saat ini sedang marak beberapa pesantren yang terjebak dalam jejaring terorisme. Sungguh hal tersebut sangatlah di sayangkan. Sebab, citra pesantren terancam, di mana pesantren di kenal masyarakat sebagai wasilah penanaman Islam yang rahmatan lilalamin. Seakan kelompok terorisme mempunyai ruang kebebasan yang luas untuk menjaring ‘mangsa’ tanpa pandang bulu.
Pesantren merupakan lembaga pendidikan agama sebagai wasilah penanaman Islam yang rahmatan lilalamin dan menjunjung tinggi kebersamaan, yang mana terdapat berbagai karakter, suku, budaya dalam satu lingkup. Kiprah pesantren dalam segi hal apapun sangatlah dirasakan oleh masyarakat, salah satunya membentuk alumni yang berdedikasi dan beratitude yang baik. Begitulah pesantren dalam kaca mata masyarakat. Lembaga pesantren tidak bisa di pisahkan oleh ruh kebangsaan, karena pesantren telah menjadi sub-kultur yang menyatu dalam pendidikan di Indonesia.
Pesantren sebagai salah satu pendidikan tertua di Indonesia masih terus menjadi pelestari ajaran Islam yang rahmatan lilalamin. Seiring berkembangnya zaman, pesantren harus bisa meghadapi agar tidak tergerus oleh roda zaman. Pesantren dapat melakukan beberapa hal, diantaranya menyesuaikan perkembangan zaman, merespon harapan masyarakat, dan tentunya tetap menjaga esensi sebagai lembaga pendidikan Islam.
- Iklan -
Dalam meneguhkan pesantren di tengah-tengah kehidupan berbangsa dan bernegara, harus mematuhi peraturan Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2019 tentang pesantren. Dengan disahkannya UU pesantren, menunjukkan sistem yang dibangun pengasuh pesantren terbukti berhasil dalam bidang pendidikan bagi para santri. Dalam pendidikan bukan hanya fokus memberikan ilmu agama saja melainkan juga membentuk karakter santri baik dari segi moral, spiritual, dan sosial.
Pesantren banyak di temui di berbagai penjuru dunia. Terbentuknya pesantren berasal dari orang yang menguasai ilmu yang berbau agama, diantaranya ilmu fikih, ilmu hadis, ilmu tauhid, ilmu akhlak, dan ilmu tasawuf, yang mana di ajarkan ke masyarakat sekitar di surau-surau , majlis ta’lim, maupun masjid. Orang yang meguasai ilmu agama sering disebut sebagai kyai. Lambat laun, apa yang disampaikan sang kyai berpengaruh pada masyarakat semakin luas, lalu para santri dari berbagai daerah datang guna berguru kepada kyai tersebut.
Selain belajar ilmu agama di pesantren (lewat guru/ulama/kiai), bisa juga belajar agama lewat youtube atau di berbagai media sosial yang lainnya. Tetapi jika belajar sendiri hanya mengandalkan media sosial, harus bijak dalam bermedia sosial sebagai sumber rujukan kajian keislaman. Sebab, beragama bukan sekadar mendapatkan jawaban dari berbagai persoalan, namun kredibilitas, otentitas, dan akuntabilitas perlu dijadikan sebagai ukuran dalam menjawab persoalan tersebut agar tidak tergelincir dalam kesalahan.
Walaupun begitu, menurut saya alangkah lebih baiknya belajar agama lewat guru atau ulama atau kyai agar sanadnya jelas. Sebagaimana termaktub dalam kitab shahih oleh Imam Muslim, “Sanad merupakan bagian dari agama, kalaulah bukan karena sanad, maka pasti akan bisa berkata siapa saja yang mau dan apa saja yang diinginkannya”.
Selain jelas sanadnya, juga jikalau belajar agama kepada orang yang mempunyai kapasitas dan otoritas ilmu yang mumpuni, maka sebagai penerima ilmu akan tentram menerima ilmu darinya tanpa adanya keraguan untuk menerapkan ilmu yang diberikannya.
Penanaman islam yang rahmatan lilalamin dalam pesantren berupa pendidikan merupakan proses pembentukan para santri agar menjadi manusia yang bertakwa kepada Allah Subhanahu Wa Ta’ala., beratitude atau berbudi luhur, dan mempunyai tujuan guna mengangkat harkat dan martabat manusia sehingga citra pesantren di tengah-tengah masyarakat menjadi lebih baik.
Selain pendidikan, bisa juga dilakukan jalur lain untuk menanamkan Islam yang rahmatan lil ‘alamin. Bisa dengan jalur perdagangan, yang mana mempraktikkan berdagang dengan menerapkan syarat sah jual beli sesuai dengan syariat Islam.
Syarat sah jual beli sesuai dengan syariat Islam di antaranya penjual dan pembeli melakukan transaksi jual beli dengan ridha (tanpa adanya paksaan), tidak melakukan penipuan (ketika barangnya cacat, harus bilang cacat), adanya kesepakatan jual beli antara penjual dan pembeli, barang yang diperjualbelikan adalah milik penjual (bukan barang curian, pinjaman), tidak menjual belikan barang haram, serta harga jual beli harus jelas. Dengan menerapkan syarat-syarat sah dengan jalur perdagangan tersebut, sama halnya kita menanamkan Islam yang rahmatan lilalamin dalam jiwa sendiri.
Islam yang rahmatan lilalamin berarti islam merupakan rahmat bagi semesta alam sebagai perwujudan kasih sayang Allah Subhanahu Wa Ta’ala. Bentuk kasih sayang-Nya kepada manusia yakni dengan memberikan aturan, agar manusia tidak mudah terperosot ke lubang yang salah. Walaupun begitu, sebagai manusia tidak luput dari kesalahan karena manusia mempunyai nafsu. Dengan begitu, Allah memperintahkan umat-Nya untuk mengendalikan hawa nafsu sebagaimana difirmakan pada quran surah yusuf ayat 53 “dan aku tidak (menyatakan) diriku bebas (dari kesalahan), karena sesungguhnya nafsu itu selalu mendorong kepada kejahatan, kecuali (nafsu) yang diberi rahmat oleh Tuhanku. Sesungguhnya Tuhanku Maha Pengampun, Maha penyayang”
Akan tetapi, sejak adanya isu yang beredar tentang pesantren yang terafiliasi jaringan teroris, citra pesantren di mata masyarakat seketika dinilai buruk. Kejadian tersebut perlu ditegaskan MUI (Majelis Ulama Indonesia) kepada pemimpin atau pengelola pesantren agar tidak semena-mena menyebarkan paham teroris kepada para santri-santrinya. Sejatinya tindakan tersebut dapat memperbaiki citra pesantren yang telah di nilai buruk.
Oleh karena itu, perlu adanya kekompakan dalam meneguhkan pesantren sebagai wasilah penanaman Islam yang rahmatan lilalamin. Ada berbagai upaya yang bisa dilakukan, salah satunya menyuarakan tentang pesantren radikal, islamofobia guna menyelamatkan pesantren dari radikalisme atau terorisme, dan mengantisipasi pandangan masyarakat “pesantren semua sama”. Karena, tidak semua pesantren terjaring paham terorisme.
-Penulis adalah Mahasiswa UIN Walisongo Semarang