Oleh: Joko Priyono*
Judul : Terbaca: Sejenak Bertema Anak
Penulis : Bandung Mawardi
Penerbit : Lingkar Antarnusa
Terbit : Pertama, Oktober, 2021
Dimensi : 11 x 18 cm; viii + 100 halaman
ISBN : 978-623-7615-53-8
Bandung Mawardi meniti jalan kesuyian menulis bukan sebatas pada perkara satu atau dua hal saja. Beragam tema diminati dan membingungkan orang-orang memberikan sebutan kajian spesifik tergeluti pada dirinya. Meskipun begitu, itu bukanlah perkara penting untuk diperdebatkan. Karya terbarunya bak proses titihan lembaran demi lembaran dalam buku-buku di hadapannya dan kemudian menghadirkan cerita kembali terkait dengan keberadaan anak-anak. Ia dengan lugas dan penuh khidmat mengajak para pembaca menyusuri lorong demi lorong cakrawala pengetahuan dalam tilikan sejarah.
Anak-anak dalam kesejarahan lembar demi lembar buku dihadapkan pada lanskap bentuk tulisan dengan berbagai macamnya. Baik itu puisi, prosa, lagu, hingga novel. Gubahan demi gubahan tersaji sebagai bentuk lugas dan gamblang dalam membuka imajinasi demi imajinasi dalam kehidupan. Hanya saja, masalah muncul seperti kesulitan anak-anak, utamanya puisi yang menyiratkan makna religius dan sains. Kalau ditarik situasi itu tak terlepas dalam proses pengajaran. “Puisi agak sulit dihafalkan atau ditiru bocah-bocah bila terlalu patuh dengan pelajaran-pelajaran di sekolah dan omongan guru: repetitif dan klise” (hlm. 17).
- Iklan -
Situasi wabah sejak tahun 2020, menjadikan anak sebagai salah satu kelompok rentan, baik terkait fisik maupun mental. Kita menghadapi situasi paradoks dalam upaya mempedulikan mereka dari segi pustaka. Kita simak pengakuannya: “Pada 2021, tema anak terlalu penting gara-gara wabah. Di pelbagai negara, kebijakan-kebijakan besar belum tentu menjadi keselamatan dan kebahagiaan bagi anak. Di Indonesia, wabah memberi duka panjang mengakibatkan anak-anak kehilangan orang tua. Sekian hari, berita-berita di koran menempatkan anak-anak tanpa orang tua wajib diperhatikan negara” (hlm. 23).
Dalam sejarah bacaan anak, dahulu mereka tak pernah absen untuk diperkenalkan jenis pekerjaan lewat cerita, gambar, dan ilustrasi. Tak lain adalah sebagai upaya memberikan tuntunan anak dalam bercita-cita. Anak terbiarkan berkreasi dan bertindak sesuatu untuk melatih nalar. Kini, mungkin situasi itu jarang terjadi. Anak-anak terjauhkan pada perkara itu akibat pola asuh. “Bocah merusak benda-benda bisa tersalahkan dan terhukum. Para orang tua masih sulit mengerti arahan bocah dalam pamrih mengerti cara kerja atau misteri benda-benda. Rusak dianggap merugikan. Pemborosan duit. Bocah pun bisa celaka: terluka atau mati” (hlm. 36).
Terkait terbatasnya daya bebas imajinasi anak dalam tindakan orang tua di rumah, dulu pernah diakui juga oleh Muhammad Sobari dalam esainya, Anak-anak Mempunyai Kearifan Tersendiri, di bunga rampai Buku dalam Indonesia Baru terbitan Yayasan Obor Indonesia tahun 1999. Kita iseng menyimak penjelasannya: “Janganlah rumah itu penuh kristal yang membelenggu kebebasan dan rasa spontanitas anak, sehingga goyah sedikit saja, si ibu sudah teriak jangan, kesenggol teriak aduh. Memang rumah itu milik ibu-ibu.”
Urusan ilmu pengetahuan dalam babak buku-buku anak tersajikan oleh penerbit-penerbit dengan menerjemahkan karya-karya yang relevan dengan kebutuhan. Serial tentang tumbuhan, hewan, astronomi, hutan, hingga lingkungan tersaji di hadapan anak-anak. Lambat laun, terkadang keluarga dengan kesibukannya enyah akan persoalan itu. Benar kata Bandung, “Di Indonesia, pembentukan ‘keluarga berilmu’ masih lambat, berjumlah sedikit selama puluhan tahun” (hlm. 66).
Gairah dalam berbahasa menjadi transformasi tersendiri dalam pengasuhan orang tua kepada anak-anaknya. Perubahan dan perkembangan zaman dengan ditandai situasi keterbukaan interaksi dan komunikasi tanpa batas—lintas negara, orang tua kemudian memfokuskan anak-anaknya pada banyak jenis bahasa. Pikiran-pikiran muncul tak karuan. “Acuan-acuan dari negara-negara asing diakui benar, tinggi, penting, dan sah” (hlm. 40). Tanpa sadar, banyak orang mulai terlupakan pada pengetahuan terdahulu. Mungkin dengan dalih: kuno dan tak relevan.
Di ambang ketidakjelasan dalam struktur pengetahuan akan terus menghantui anak-anak dan para pengasuhnya. Teknologi informasi dan komunikasi menjadi salah satu perkara yang kemudian melahirkan perubahan demi perubahan itu. Buku, bisa saja menjadi satu hal mahal di zaman ini. Ketersediaan produk teks untuk anak-anak sangat terbatas dan tak diimbangi dengan regulasi pasti. “Kebijakan-kebijakan pendidikan terbaca muluk di kertas, susah menjadi amalan gara-gara Indonesia direpotkan sengketa politik dan keamburadulan sosial-kultural” (hm. 10).
Relasi ilmu pengetahuan bagi anak-anak terkadang diidealkan sebatas pada menghafal pengetahuan-pengetahuan dalam ranah pendidikan. Teringat sebuah kritik dari R. Rohandi lewat tulisannya, Memberdayakan Anak Melalui Pendidikan Sains, dalam bunga rampai Pendidikan Sains yang Humanistis (Kanisius, 1998). Baginya, manakala sains hanya diajarkan melalui hafalan, anak—yang kerap kali memiliki pengetahuan awal yang kaya tentang berbagai fenomena—tidak dapat mempergunakan pengetahuan mereka dalam proses belajarnya.
Netapa sekali memang. Kita tak akan pernah sampai pada kesadaran akan keluarga berilmu sejak dini. Orang-orang dengan pergerakan tayangan di wahana dalam internet, kini mudah terobsesi dan terpantik untuk meniru tingkah dan laku para artis, pejabat, maupun tokoh publik lainnya. Padahal, kerap terjadi dilakukan mereka adalah eksploitasi kelompok anak tanpa disadari. Sebab, tujuan mereka bukan mengasuh anak, tetapi motif pada penonton, iming-iming iklan, hingga urusan pemasukan.
“Di televisi, para artis malah membuat acara memanjakan anak. Acara-acara itu mendatangkan penghasilan. Orang-orang gemas tapi kebingungan saat mau meniru” (hlm. 88). Kita mungkin gamang pada hal-hal yang konyol dan mengkhianati urusan keluarga. Masalah itu tak mungkin akan terselesaikan tanpa salah satu jalan bagaimana keluarga sadar terhadap perkara bacaan, mendekatkan diri pada puisi dan lagu, dan mengajak lainnya kendati dengan perlahan dalam membangun kesadaran akan ilmu dan pengetahuan. Semoga saja.[]
*Penulis Lepas. Bergiat di Lingkar Diskusi Eksakta. Menulis Buku Sains, Kemajuan, dan Kemanusiaan (2021). Tinggal di Kota Solo.