Oleh: Suwanto
Kita memang dituntut untuk selalu waspada terhadap radikalisme yang bisa menyerang siapa pun dan tak mengenal status dan jabatan. Siapa saja memiliki kemungkinan terpapar paham radikalisme. Bahkan seorang Aparatur Sipil Negara (ASN) sekalipun yang notabene adalah pegawai negeri yang disumpah sebagai abdi negara berlandaskan Pancasila. Dan tentunya dalam menjalankan tugasnya wajib mengabdikan diri pada negara serta setia pada Pancasila juga banyak yang terpapar radikalisme.
Tengok saja data aduanasn.id. Setidaknya dari November hingga Desember 2019, terdapat 107 aduan yang masuk. Dari 107 aduan tersebut, terdapat 35 aduan terkait intoleransi, lima laporan terkait anti-Pancasila, 27 laporan terkait anti-NKRI, 16 laporan terkait radikalisme, dan 24 laporan lainnya. Aduan terbanyak terjadi pada November 2019 sebanyak 84 dan bulan Desember 2019 sebanyak 23 (www.kominfo.go.id, 27/12/2019).
Menindaklanjuti data tersebut, wajar jika Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Menpan RB) Tjahjo Kumolo menyebutkan bahwa hampir setiap bulan pihaknya bisa memecat atau mencopot jabatan 30-40 ASN, karena telah terpapar radikalisme (nasional.okezone.com, 19/4/2021). Ini data yang memprihatinkan tentunya.
Data tersebut tentu juga bisa menjadi evaluasi, terutama berkaitan dengan sistem pencegahan dan penanganan pada internal birokrasi. Nurmalita Ayuningtyas Harahap (2019) mengungkapkan bahwa upaya pengawasan secara preventif terhadap ASN supaya terhindar dari paparan radikalisme sejatinya dapat dilakukan Pemerintah sejak masih menjadi calon ASN melalui Pelatihan Prajabatan (Prajab).
- Iklan -
Dalam Peraturan Pemerintah No 11 Tahun 2017 Tentang Manajemen Pegawai Negeri Sipil dinyatakan bahwa, Prajab merupakan proses pelatihan terintegrasi untuk membangun integritas moral, kejujuran, semangat, dan motivasi nasionalisme dan kebangsaan, karakter kepribadian yang unggul dan bertanggung jawab, dan memperkuat profesionalisme serta kompetensi bidang bagi calon ASN pada masa percobaan.
Guna mencetak ASN yang berkarakter tersebut sebagaimana tertuang pada Pasal 54 Peraturan Pemerintah No 11 Tahun 2017 menyebutkan bahwa dalam pengangkatan jabatan tertentu di lingkungan instansi pemerintah, seorang ASN harus memenuhi beberapa kompetensi yaitu wawasan kebangsaan, karakteristik pribadi, dan pengetahuan umum.
Kemudian yang tak kalah penting juga adalah Kompetensi Sosial Kultural yang diukur dari pengalaman kerja berkaitan dengan masyarakat majemuk dalam hal agama, suku, dan budaya sehingga memiliki wawasan kebangsaan.
Kompetensi Sosial Kultural merupakan pengetahuan, keterampilan, dan sikap/perilaku yang dapat diamati, diukur, dan dikembangkan terkait dengan pengalaman berinteraksi dengan masyarakat majemuk dalam hal agama, suku dan budaya, perilaku, wawasan kebangsaan, etika, nilai-nilai, moral, emosi dan prinsip, yang harus dipenuhi oleh setiap pemegang jabatan untuk memperoleh hasil kerja sesuai dengan peran, fungsi, dan jabatan.
Beberapa kompetensi tersebut harus dijiwai dan diimplementasikan oleh ASN agar dalam menjalankan perannya sebagai abdi negara tak terpapar virus radikalisme. Selain itu juga berkaitan dengan upaya preventif untuk mencegah ASN terpapar virus radikalisme adalah dengan senantiasa mengaktualisasikan empat pilar kebangsaan.
Adapun empat pilar tersebut meliputi, Pancasila, UUD 1945, NKRI, dan Bhinneka Tunggal Ika. Empat pilar tersebut adalah benteng bangsa ini, termasuk bagi kalangan ASN untuk membendung terpaan radikalisme yang menyerang dari berbagai arah, termasuk menyerang lewat internet dan media sosial. Mengingat banyak sekali narasi dan doktrin radikalisme di dunia maya. Dampaknya pun tak kalah berbahaya.
Oleh karenanya, perlu adanya pengawasan segala bentuk narasi ataupun konten di media sosial melalui Kominfo bersinergi dengan aparat dan seluruh lapisan masyarakat. Apalagi, akhir-akhir ini banyak konten di YouTube, Facebook, Twitter, Instagram, dan WhatsApp yang meresahkan dan menebar provokasi. ASN yang diduga melakukan demikian harus tegas ditindak.
Empat Kompetensi ASN
Merespon berbagai problem terpaparnya radikalisme di kalangan ASN, tentunya kehadiran ASN yang punya kompetensi dan wawasan kebangsaan adalah sangatlah penting. Paling tidak ASN ini dituntut mempunyai kompetensi meliputi kompetensi profesionalisme, kompetensi sosial, kompetensi kepribadian, serta kompetensi dan keluasan wawasan kebangsaan.
Pertama, kompetensi profesionalisme mengandung maksud suatu kemampuan atau keahlian suatu bidang sesuai dengan instansi ASN mengabdi. Dalam hal ini seorang ASN sudah disumpah untuk melakukan kinerjanya sesuai dengan aturan dan hukum negara serta berdasarkan Pancasila. Pun demikian seorang ASN yang profesional sudah barang tentu akan menolak segala doktrin yang bertentangan dengan Pancasila dan UUD 1945, termasuk radikalisme.
Kemudian kedua, kompetensi sosial. Kompetensi sosial ini sangat penting mengingat dalam menjalankan tugasnya sebagai ASN tentu adanya interaksi baik dengan sesama ASN maupun orang lain. Ini menjadi urgen mengingat banyak doktrin radikalisme masuk melalui suatu komunitas ataupun kelompok. Seorang ASN yang mempunyai kompetensi sosial bagus tentunya akan selalu bekerja demi kemaslahatan bersama. Artinya, segala bentuk tindakan radikalisme harus dihindari.
Ketiga, kompetensi kepribadian. Dalam hal ini seorang ASN harus mempunyai karakter kepribadian. Sebagaimana direkomendasikan oleh Kemdikbud terkait pendidikan karakter, seorang ASN juga patut memiliki karakter seperti jujur, toleransi, disiplin, kerja keras, kreatif, mandiri, demokratis, rasa ingin tahu, semangat kebangsaan, cinta tanah air, menghargai prestasi, bersahabat, komunikatif, cinta damai, gemar membaca, peduli lingkungan, peduli sosial, dan tanggung jawab. Karakter-karakter inilah juga yang bisa menjadi benteng berbagai serangan virus radikalisme.
Keempat, kompetensi dan keluasan wawasan kebangsaan. Wawasan kebangsaan yang komprehensif dijiwai oleh ASN ini tentu akan membuat mereka juga punya sikap nasionalisme, cinta tanah air, dan Pancasilais. Perlu dipahami bahwa Indonesia bukan Negara Agama, karena di negara ini diakui berbagai macam agama seperti Islam, Kristen Protestan, Katolik, Hindu, Budha, dan Konghucu. Indonesia bukan juga negara sekuler melainkan negara religius.
Rumusan Pancasila, UUD 1945, Bhineka Tunggal Ika, dan NKRI merupakan suatu landasan yang dijadikan sebagai pedoman. Itu artinya, segala sikap tindakan yang bertentangan dengan empat pilar kebangsaan tersebut harus dijauhi dan dihindari, termasuk radikalisme.
Oleh karenanya, sudah sepatutnya empat kompetensi tersebut dihayati dan diaktualisasikan di kalangan ASN. Perlu ditekankan juga bahwa untuk membendung arus radikalisme yang menyerang ASN wajib selalu menjunjung tinggi Pancasila dan UUD 1945. Itulah landasan pokok sebagai benteng atau pagar betis paham radikal. Kita tentunya berharap segala varian virus radikalisme dan ekstremisme dapat kita kikis habis, termasuk di lingkungan instansi negara.
ASN adalah abdi negara yang dituntut untuk segala tindak tanduknya selaras dengan nilai-nilai Pancasila. Jangan sampai malah berlaku radikal yang justru mengkhianati amanah dan sumpah jabatannya.
-Pengurus Takmir Masjid Kagungan Dalem Lempuyangan Yogyakarta dan Pengajar di Pondok SMART Dompet Dhuafa Yogyakarta