Oleh: Anisa Rachma Agustina
Hamidulloh Ibda lahir di Pati pada 17 Juni, mengawali pendidikan dasar di MI Muta’alimin Pati (2003), MTs Himmatul Muta’allimin Pati (2005), MA Manahijul Huda Ngagel (2006) dan pindah MA Madarijul Huda Pati lalu lulus pada tahun 2008. Lulus dari MA beliau melanjutkan pendidikan di Fakultas Ilmu Tarbiah dan Keguruan IAIN Walisongo Semarang mengambil jurusan PGMI. Di Tahun 2016 beliau lulus S2 Pendidikan Dasar konsentrasi Pendidikan Bahasa Indonesia Pascasarjana Universitas Negeri Semarang, dan kini menempuh studi S3 Pendidikan Dasar Universitas Negeri Yogyakarta.
Sejak di bangku perkuliahan Ibda Muda sudah malang melintang di dunia jurnalistik. Saat menjadi mahasiswa dan saat itu belum memiliki laptop dia berpindah dari satu warnet ke warnet yang lain untuk menuliskan gagasannya dan mengirimkan ke berbagai media. Ketekunan dalam bidang jurnalistik mengantarkannya pada penghargaan dari Lembaga Pers Mahasiswa (LPM) Edukasi FITK IAIN Walisongo Semarang sebagai Mahasiswa Teladan nominasi “Mahasiswa Penulis Terproduktif”
Ibda muda adalah golongan mahasiswa kritis yang melakukan bentuk protes berbeda dengan kawan sebayanya. Dia menuliskan beberapa bentuk kritik dan pemikirannya dalam berbagai tulisan yang dimuat di berbagai media cetak. Tulisan Ibda yang dimuat di koran pagi Wawasa pada hari Sabtu, 27 Oktober 2012 dengan judul “Dosa Besar SBY dan Hakim Narkoba” memuat beberapa gagasan yang membuka kaca mata pembaca mengenai grasi (pengampunan) kepada dua terpidana kasus narkoba oleh presiden SBY kala itu, menurutnya itu merupakan salah satu dosa besar yang dilakukan SBY dan Hakim Narkoba, dengan adanya grasi tersebut para pengedar dan pecandu akan memandang remeh dan enteng hukum di Indonesia.
- Iklan -
Menurut salah satu literatur tulisan ini membuat Ibda mendapat beberapa ancaman dari orang yang tidak dikenal, melalui surat, telepon, pos maupun media sosial dikarena konten tersebut dianggap kontroversi dan cenderung mengkritik rezim SBY kala itu. Namun semangat menulisnya tak pernah gentar Ibda muda terus mengoreskan gagasannya dan lahirlah berbagai macam karya baik opini, buku, sastra maupun jurnal ilmiah. Di tahun 2013 Ibda mendapatkan nominator Tempo Institute 2013. Di Wilayah Jawa Tengah tulisannya pernah dimuat dibebera media antara lain: koran Barometer, Duta Masyarakat, Harian Semarang, Harian Birawa, Jateng Pos, Joglosemar, Koran Muria, Malang Post, Radar Tegal, Rakyat Jateng, dan Satelit Post.
Di Tahun 2010 beliau menjadi wartawan Harian Pelita, dan Tahun 2015 menjadi wartawan Jateng Ekspres dan beberapa sejumlah siber. Tahun 2013, beliau pernah menjadi guru jurnalistik di MTs Al-awar Suburan , Mrangen, Demak. Hingga akhirnya di tahun 2017 beliau bergabung menjadi Dosen di STAINU Temanggung.
Dosen Penggerak Literasi
Saya merupakan salah satu mahasiswa beliau yang menemukan jati diri dan hobi di bidang jurnalistik karena berawal dari tugas kuliah yang beliau berikan. Di tahun 2018 pada semseter 1 perkuliahan mahasiswa baru akan dihadapkan dengan mata kuliah Filsafat Umum, sebuah mata kuliah yang mungkin bagi sebagian mahasiswa dianggap sukar dan njlimet banyak yang mengeluh mengenai mata kuliah ini, namum Pak Ibda sapaan akrab kami mengemas filsafat menjadi sesuatu yang menarik dan mengasikan bisa dibilang mata pelajaran ini merupakan kesempatan untuk kami melakukan project pertama kami. Di penghujung semester kami diberikan tugas untuk membuatt artikel yang nyaris mirip dengan artikel ilmiah mengenai tradisi-tradisi Islam Nusantara, khususnya di kawasan Temanggung dan sekitarnya.
Sebelum project itu dimulai Pak Ibda telah menyiapkan objek yang hendak kami teliti, lalu membagikan satu persatu tema mengenai tradisi yang harus kami tulis. Dengan pengalaman yang seadanya kami mulai menulis lembar demi lembar project kami, kami melakukan wawancara dengan tokoh setempat dan selalu berkeordinasi dengan Pak Ibda mengenai isi dan kaidah penulisan yang tepat. Setelah selesai kami kumpulkan tugas kami dan ternyata tugas kami dijadikan sebuah buku yang memiliki ISBN. Sebuah gagasan yang sangat cemerlang adanya produk pada mata kuliah filsafat umum sekaligus menjadi kenang-kenangan dan kebanggan bagi mahasiswa baru dapat menulis buku ber-ISBN. Lalu beliau mengajari kami meresensi buku tulisan kami dan mengirimkan ke sebuah website untuk dapat ditayagkan di sana.
Tidak hanya berhenti pada menulis buku pertama kami, disemester 2 kami bertemu kembali dengan Pak Ibda pada mata kuliah Bahasa Indonesia Lanjutan, tugas dari beliau bukan hanya membuat makalah yang bisa dikerjakan dengan meng-coppy paste tulisan orang lain, namun tugas beliau adalah membuat opini yang harus dikirim ke media baik online maupun offline. Beberapa kawan kami bahkan bisa tembus koran Tribun Jateng. Saat menulis opini kami tidak dibatasi dengan tema tertentu, kami di bebaskan untuk menuliskan gagasan dan unek-unek yang kami miliki. Beliau mengajarkan kami untuk terus menulis mengembangkan gagasan dan ide seperti salah satu buku beliau yang terbit pada tahun 2017 dengan judul “Sing Penting Nulis Terus” sebuah buku yang harus dimiliki atau paling tidak dibaca sebagai panduan untuk para penulis pemula sekaligus sebagai bekal untuk masuk di dunia jurnalistik.
Di semester 5 para mahasiswa akan berhadapan dengan mata kuliah Karya Tulis Ilmiah, di mana para mahasiswa akan dibimbing untuk menulis jurnal ilmiah, mata kuliah ini bisa menjadi bekal dan mengembangkan minat, bakat para mahasiswa khusunya dibidang jurnalistik, juga akan memudahkan para mahasiswa yang akan melanjutkan studinya ke jenjang pasca sarjana. Para mahasiswa pasca sarjana sudah tidak diminta membuat makalah dengan modal coppy paste namun lebih berbobot, tugas mereka adalah membuat jurnal ilmiah.
Hamidulloh Ibda bukan hanya pandai menulis artikel populer dan ilmiah, namun juga karya sastra. Dari sekian banyak buku yang beliau tulis, terdapat sebuah antologi puisi berjudul “Senandung Keluarga Sastra” sebuah buku yang dipersembahkan untuk keluarga kecilnya, yang kebetulan putri pertama beliau bernama Sastra Nadira Iswara.
Tahun 2019 adalah tahun di mana saya mulai bergelut dengan dunia literasi atas arahan beliau saya bisa menjadi salah satu nominator lomba Kemendikbud dan bisa terbang ke Jakarta untuk mendapat penghargaan juga bertemu dengan para jurnalis hebat. Hamidulloh Ibda adalah sosok motivator sekaligus guru bagi kami mahasiwa yang haus pengetahuan tentang literasi. Belaiu adalah salah satu dosen yang humble dan bisa dihubungi kapan saja tanpa harus menunggu jam kerja. Dedikasi beliau untuk memajukan literasi di kampus kami sangat nyata, banyak kawan kami yang bisa tembus koran dan mendapat tambahan uang saku dari menulis. Banyak kawan kami yang mengikuti beberapa event perlombaan, dan beliau selalu mengawal, membimbing dan mengarahkan.
Produktif dengan Ribuan Karya
Buku diantaranya adalah; Pendidikan Agama Islam Berbasis Local Wisdom, Demokrasi Setengah Hati, Stop Pacaran Ayo Nikah, Siapkah Saya Menjadi Guru SD Revolusioner?, Sing Penting Nulis Terus, Media Pembelajaran Berbasis Wayang, Senandung Keluarga Sastra, Teacherpreneurship, Filsafat Umum Zaman Now, Bahasa Indonesia tingkat Lanjut Untuk Mahasiswa, Stop Nikah Ayo Pacaran!, Knsep dan Aplikasi Literasi Baru di Era Revolusi Industri 4.0 dan Society 5.0, Guru Dilarang Mengajar, Modul dan Panduan Teknis Gerakan Literasi Ma’arif, Peradaban Makam, Standar isi kurikulum ke-NU-an.
Selain menjadi penulis buku Hamidulloh Ibda juga menjadi editor, lebih dari 60 judul buku sudah diedit oleh beliau. Wawasan yang luas membuat tulisan-tulisan beliau sangat menarik untuk dikaji. Salah satu buku yang harus anda baca apabila ingin mengenal seorang Hamidulloh Ibda adalah buku yang berjudul “Stop Pacaran, Ayo Nikah!” sebuah buku yang dijadikan sebagai mahar kepada istrinya Ibu Dian Marta Wijayanti seorang wanita yang ada dibalik kesuksesan Pak Ibda.
Beliau bisa menulis di mana saja dan kapan saja, bahkan tanpa menggunakan laptop, beliau berpesan bahwa menulis tidak harus menggunakan laptop, cukup ditulis di note handphone lalu setelah selesai salin di MS. Word diedit lalu dikirimkan ke media, hal ini merupakan kebiasaan yang harus di contoh para penulis pemula, yang sering mengeluhkan tentang prasarana untuk menjadi seorang jurnali, yang harus menyiapkan waktu tertentu saat menulis. Lalu kapan anda akan mulai meniru jejak Hamidulloh Ibda?
-Mahasiswa Prodi PAI INISNU Temanggung, Penggiat Literasi Pena Aswaja INISNU Temanggung