SUDAH?
Sudah berapa lilin ulang tahun kita tiup mati
Sudah berapa milyar liter udara kita hirup hidup
Sudah berapa kali kabar kematian kita dengar ulang
Sudah lupakah kita sedang apa dan kemana
Sudah siaplah kita pulang dan ditanya
Sudah berapa jilid lagi antologi puisi kita seruput sambil menunggu mati
Innalillahi wa inna ilahi
Rojiun …
- Iklan -
SAJADAH
Sekian rumpuk sajadah berdesak-desakan di lemari pakaian
Wangi sabun cucinya sudah berganti apek
Lembut bulu halus sejuknya sudah terluplam oleh dahi yang semakin sok sibuk
Semakin keriput seperti kusutnya rumpukan sajadah oleh-oleh haji umroh itu
Yang masih setiap menunggu kita sejenak bersujud lagi walau beralas debu
ALBUM TUA
Ada sebuah album tua tersisa di atas meja kerja
Selamat dari bencana
Tidak terseret banjir bandang berita
Foto-foto hitam putih bercerita tentang masa lalu tanpa tipu-tipu teknologi
Asli bukan editan
Bukan hasil generate mesin kecerdasan buatan
Tanpa filter dan time marker
Tulisan bolpen biru di punggung kertas foto
Tidak hanya mengabarkan sekelumit tentang waktu dan acara
Tapi juga mendongengkan keindahan goresan tangan manusia
Ada banyak wajah yang tak kutahu namanya
Hampir semua tampak tanpa gaya
Senyum dan tawa mereka bersahaja
Ada album tua terlupakan di pojok garasi
Diam-diam bercerita tentang sungai
Yang sedang kita cari
BATAS
Seperti jarum jam yang berputar terus
Kadang tiba-tiba mati karena baterai habis
Atau mesinnya sakit kritis dan harus diganti
Tapi waktu tetap berjalan tiada henti
Seperti matahari yang selalu terbit dan tenggelam
Kadang bersembunyi di belakang mendung
Atau dimakan gerhana
Tapi hari tetap berganti tiada henti
Seperti pemilu yang selalu ramai
Kadang harus diulang lagi
Atau hasilnya tidak dipakai
Tapi pemimpin tetap ada walau tanpa perlu pelantikan resmi
Seperti hati yang selalu galau
Kadang merasa tidak tahu
Atau pura-pura tidak merasa
Tapi nyala asa sebenarnya selalu ada walau berkali-kali kita lupa
BANGUN
Siapakah yang selalu membangunkan kita di penghujung malam
Tidakkah kita bertanya
Mengapa
Siapakah yang selalu melepaskan kita dari ramai dunia
Melelapkan rasa dalam damai
Menjeda kerut dahi
Tidakkah kita juga bertanya
Mengapa
Faiq Aminuddin lahir di Demak, Juli 1979. Lulusan FIB UGM dan MPI UNISNU. Belajar menulis di Bengkel Sastra Bulak Sumur (BSBS), dan Akademi Kebudayaan Yogyakarta (AKY). Mengajar di MTs NU Irsyaduth Thullab Tedunan, Wedung, Demak.