Oleh Rasyida Rifa’ati Husna
Surah at-Tin adalah salah satu surah dalam al-Qur’an yang mengandung pesan dan hikmah mendalam yang dimulai dengan ayat-ayat qasam atas makhluk-Nya. Dalam ayat ini, Allah bersumpah dengan Tin, Zaitun, Thursina, dan Balad al-Amin, yang mengandung isyarat untuk merenungkan tentang penciptaan dan potensi manusia.
Para ulama berpendapat bahwa sumpah Allah dengan sebagian makhluk-Nya ialah untuk menunjukkan keagungan atau hikmah penciptaan makhluk tersebut. Ayat sumpah juga bertujuan untuk menegaskan berita yang hendak disampaikan, karenanya muqsam bihi (objek sumpah) selalu terkait dengan muqsam alaih atau jawab qasam. (Tafsir bintu as-Syathi, h. 50)
Abu al-Qasim al-Qusyairi mengemukakan bahwasanya pemilihan makhluk sebagai sumpah dalam al-Quran karena orang-orang Arab telah biasa mengangungkan makhluk-makhluk tersebut dan bersumpah dengannya. Kemudian al-Qur’an diturunkan atas apa yang mereka ketahui, sehingga al-Qur’an juga memakai makhluk-makhluk tersebut sebagai muqsam bihi. (Burhan Fi Ulumil Quran, h. 45)
- Iklan -
Dalam surah at-Tin, Allah bersumpah dengan dua nama tanaman yang dikenal memiliki manfaat luar biasa dan dua nama tempat yang istimewa serta diberkahi. Sebagaimana firman-Nya:
وَالتِّيْنِ وَالزَّيْتُوْنِۙ (1) وَطُوْرِ سِيْنِيْنَۙ (2) وَهٰذَا الْبَلَدِ الْاَمِيْنِۙ(3)
Demi (buah) Tin dan (buah) Zaitun. Demi gunung Sinai dan demi negeri (Mekah) yang aman ini. (Q.S. at-Tin: 1-3)
Empat Qasam dalam Surah At-Tin
Adapun maksud dari Tin dan Zaitun dalam ayat ini, para mufassir berbeda pendapat dalam memaknainya. Salah satunya penjelasan dari Syekh Mutawalli as-Sya’rawi dari riwayat Ibnu Abbas dan al-Alufi bahwa Tin adalah isyarat dari pohon di bukit al-Judi, daerah di mana kapal Nabi Nuh as. mendarat setelah lama berlayar akibat banjir bandang yang melanda umatnya
Pendapat dari Imam Qatadah dan Ibnu Zaid menerangkan bahwa Zaitun merupakan kinayah (kiasan) dari negeri-negeri Baitul Maqdis yang terkenal menumbuhkan buah Zaitun. Bukit Baitul Maqdis tersebut merupakan tempat Allah mengutus Nabi Isa as. (Tafsir As-Sya’rawi 15/346)
Sumpah di ayat selanjutnya adalah gunung Tur Sinai, tempat Allah berbicara kepada Nabi Musa as. Sementara balad al-amin adalah kota Mekkah, tempat dilahirnya dan diutusnya Nabi Muhammad saw. Kota tersebut dikatakan amin karena ia dapat membuat aman orang-orang yang berada di dalamnya. Sebagaimana firman-Nya dalam surah Ali Imran ayat 97, “Barangsiapa memasukinya (Baitullah) amanlah dia.” (Zuhaili, 1995, 15: 588)
Menurut Al-Zuhaili, Allah bersumpah dengan keempat makhluk tersebut karena isyarah tempat dari turunnya wahyu Allah kepada para rasul ‘ulul azmi. Dari keempat tempat itu, hidayah Allah tersebar ke seluruh umat manusia. Tempat-tempat yang berbeda dengan kerumitan sendiri itu juga mampu melahirkan manusia paling terbaik yakni Nabi Nuh as., Nabi Musa as., Nabi Isa., dan Nabi Muhammad saw. Ia menambahkan bawa Allah sengaja menyebutkan sesuai urutan zaman mereka.
Pesan dari Sumpah Allah: Manusia Terbaik dan Memaksimalkan Potensi
Keempat sumpah dalam surah at-Tin sejatinya berhubungan dengan pesan yang dikandung dalam ayat selanjutnya sebagai jawab qasam. Di mana memang saat itu al-Quran yang diturunkan kepada Nabi Muhammad saw. berbicara dengan audiensnya masyarakat Arab (kafir Quraisy), orang-orang Yahudi, dan Nasrani.
لَقَدْ خَلَقْنَا الإنْسَانَ فِي أَحْسَنِ تَقْوِيمٍ
Sesungguhnya, Kami telah menciptakan manusia dengan bentuk yang sebaik-baiknya. (Q.S. At-Tin: 4)
Inilah isi pesannya, yaitu bahwa Allah telah menciptakan manusia dalam sebaik-baiknya dan membedakan dengan makhluk lainnya dengan ilmu, pikiran, bicara, perenungan, dan hikmah. Dengan hal itu, manusia pantas untuk menjadi khalifah di muka bumi sebagaimana dikehendaki oleh-Nya.
Teladan Rasul Ulu Al-‘Azmi
Ayat ini juga memberi pesan bahwa manusia seharusnya memaksimalkan potensinya, sebagaimana para rasul ulu al-‘azmi yang disebutkan dalam isyarat ayat-ayat sumpah di atas. Adapun ulu al-‘azmi artinya orang-orang yang mempunyai kemauan kuat dan teguh. Rasul-rasul yang termasuk dalam kelompok ulu al-‘azmi adalah mereka yang terkenal kesabaran dan ketabahannya dalam mengemban tugas dakwah.
Nabi Nuh dengan potensi kesabarannya meskipun seluruh umatnya memusuhinya bahkan termasuk keluarganya sendiri, tetapi beliau tetap teguh berdakwah mengetuk satu-satu pintu rumah orang-orang agar mengikuti risalahnya. Nabi Nuh berdakwah sejak usia 40 tahun sampai berusia 950 tahun, di Negara Armenia, tetapi kaumnya tidak mau beriman, sekalipun dalam masa yang sangat panjang itu.
Nabi Musa termasuk rasul ulu al-‘azmi karena kesabaran dan ketabahan beliau ketika berdakwah kepada penguasa Mesir, Firaun yang terkenal paling tiran. Nabi Musa juga memiliki peran besar dalam memimpin umatnya keluar dari penindasan di Mesir. Namun, beliau as. juga mendapat tantang dan ujian berat ketika menyampaikan risalah kepada kaumnya, Bani Israil yang selalu ingin melakukan keunaran dan kedurhakaan di muka bumi. Ketiga ialah Nabi Isa yang juga tidak kalah banyaknya tantangan dan halangan yang dialami beliau dalam berdakwah kepada para rahib Yahudi, yang selalu menyulut api keangkuhan bahkan mendustakan ajaran beliau. Namun kesabaran, sifat welas asih dan pengorbanan untuk kebaikan umatnya, menjadikannya termasuk dalam titel ulu al-‘azmi.
Sebagai utusan terakhir, Nabi Muhammad saw. juga mengalami banyak tantangan. Beliau lahir dalam keadaan yatim. Ayahnya meninggal sejak Nabi saw. dalam kandungan. Ketika usia kanak-kanak, ibunya pun meninggal dunia. Ketika diangkat menjadi rasul, beliau mendapat berbagai penolakan dan ancaman dari kaum Quraisy, termasuk dituduh tukang sihir, orang gila, juga ancaman pembunuhan.
Bahkan, beliau harus terusir dari kampung halamannya. Namun, beliau tetap tabah, sabar, dan mendokan kebaikan untuk mereka. Hingga kemudian turun perintah untuk hijrah ke Madinah. Akhirnya Islam diterima oleh penduduk Madinah dan tersebar dengan pesat di kota tersebut.
Para rasul ulu al-‘azmi merupakan contoh sempurna bagi umat di masa ini. Mereka memiliki potensi atau sifat dan akhlak mulia, seperti keteguhan, ketabahan, kasih sayang dan kemampuan untuk memimpin dengan kebijaksanaan. Potensi yang dimiliki oleh para rasul ini seharusnya menjadi teladan bagi generasi sekarang.
Makna untuk Generasi di Masa Ini
Di dunia yang penuh dengan tantangan, nilai-nilai tersebut dapat kita implementasikan dalam berinteraksi dengan orang lain, mengelola tanggung jawab dengan penuh amanah, dan juga ketika berhadapan tentang ujian hidup yang mungkin terlalu berat.
Surah at-Tin memberi pesan hikmah bahwa sebagai manusia yang diciptakan dalam bentuk yang terbaik, kita harus selalu berusaha meningkatkan potensi diri, menjaga akhlak yang baik, dan berusaha menjadi individu yang lebih baik setiap hari. Dengan begitu, kita dapat mewujudkan kualitas ahsanu taqwim, yakni menjadi manusia dengan kualitas terbaik di hadapan Allah. Sebagaimana para rasul ulu al-‘azmi, dengan masing-masing potensinya mengantarkan mereka menjadi manusia terbaik. Wallah a’lam.[]
– Alumni Pondok Pesantren Amanatul Ummal Mojokerto