Biodata Buku
Judul: Rumah untuk Alie
Pengarang: Lenn Liu
Editor: Vie Asano
- Iklan -
Cetakan: VI, Oktober 2024
Penerbit: PT. Tekad Media Cakrawala
Tebal: 262 Halaman, 14 x 20 cm
ISBN: 978-623-09-7961-3
Harga: Rp 85.000,-
Peresensi: Hamidulloh Ibda
Apa jadinya jika rumahku bukan lagi menjadi surgaku? Ya, saya menyimpulkan demikian setelah membaca novel yang dibeli anak saya, Sastra Nadira Iswara. Novel harga Rp. 85.000,- dengan judul Rumah untuk Alie ini pedih dan perih. Apalagi jika kita membaca Mengadu Atas Apa Yang Dirasa, ada petikan “Nda, rumah, bahkan dunia, tanpa Bunda, benar-benar semengerikan itu….” (hlm.166). Alie, memang merasakan kepilauan setelah ditinggal ibunya pergi.
Ya, di balik cover novel ini, dituliskan singkat, bahwa semula Alie hidup dalam keluarga penuh cinta, dan rumah yang selalu memeluknya. Namun, sejak dituduh menjadi penyebab kematian Bunda Gianla lima tahun lalu, segalanya berubah dalam semalam. Label “pembunuh” pun disematkan pada Alie. Dia pun mendapatkan penolakan dan rasa sakit dari ayah, dan keempat kakanya; Sadipta, Rendra, Samuel, dan Natta. Mesakke tenan!
“Inget, Lie, kalau bukan karena lo, Bunda pastinya masih ada sampai detik ini,” kata Rendra (hlm. 9).
Ya, semua memusuhi Alie. Sedih dan memilukan pokoknya.
Sebuah novel yang mengangkat tema keluarga, kesendirian, dan perjuangan batin seorang anak untuk mendapatkan tempat di dalam keluarganya sendiri. Ditulis oleh Lenn Liu dan diterbitkan oleh PT. Tekad Media Cakrawala, novel ini membawa pembaca menyelami perasaan seorang anak bungsu bernama Alie Ishala Samantha yang selalu terpinggirkan dalam keluarganya. Sebagai karya yang pertama kali dipublikasikan di media sosial, kisah ini menyentuh banyak hati dengan kedalaman emosinya yang menyentil dan kompleks.
Alie Ishala Samantha, seorang gadis muda yang merasakan penderitaan sejak kecil yang baru berusia sepuluh, dimusuhi keluarganya sendiri dianggap sebagai pembunuh ibunya (hlm. 6-7). Sebagai anak bungsu, ia tidak mendapatkan kasih sayang dan perhatian yang seharusnya ia terima. Justru, ia menjadi sasaran kebencian dan tuduhan dari keluarganya. Ayahnya dan empat saudaranya menyalahkan Alie atas berbagai peristiwa buruk yang terjadi dalam keluarga mereka, hingga membuatnya merasa sebagai sumber kesedihan dan ketidakbahagiaan. Makian dan cacian sudah menjadi bagian dari kesehariannya, namun tak seorang pun yang mengetahui betapa besar rasa sakit yang ia sembunyikan.
Meskipun begitu, Alie tetap berjuang untuk memperoleh penerimaan dari keluarganya. Namun, seiring waktu, ia mulai merasakan betapa sulitnya untuk merasa diterima di rumahnya sendiri. Ketidakmampuan keluarganya untuk melihat penderitaan Alie, serta harapan yang selalu kandas, menjadikan perjuangannya semakin berat. Kisah ini menunjukkan bagaimana perasaan terabaikan dan kesendirian bisa menghancurkan seseorang, meskipun mereka berada di tengah keluarga yang seharusnya memberikan dukungan.
Salah satu kekuatan terbesar Rumah untuk Alie adalah bagaimana Lenn Liu berhasil menggambarkan perasaan dan perjuangan batin Alie dengan sangat mendalam dan menyentuh. Pembaca akan bisa merasakan emosi yang sama dengan tokoh utama, seolah berada di posisi Alie yang terpinggirkan, sekaligus berharap bisa menemukan pelukan hangat yang ia idam-idamkan.
Selain itu, penggambaran keluarga dalam novel ini terasa sangat realistis. Konflik dalam keluarga yang begitu terasa, ketegangan antar anggota keluarga, serta ketidakharmonisan yang dialami Alie memberikan warna yang kuat dalam narasi. Dalam novel ini, tidak ada karakter yang sepenuhnya baik atau buruk; setiap tokoh memiliki lapisan kompleksitas yang menambah kedalaman cerita.
Kelebihan lain dari novel ini adalah kemampuannya untuk menyentuh berbagai emosi pembaca, dari rasa empati terhadap Alie hingga kemarahan terhadap perlakuan tidak adil yang diterimanya. Liu berhasil mengajak pembaca untuk merefleksikan makna rumah, kasih sayang, dan penerimaan dalam sebuah keluarga.
Lenn Liu menggunakan gaya penulisan yang penuh perasaan, dengan narasi yang mampu membangkitkan empati dan simpati terhadap karakter Alie. Meski terkesan sederhana, alur cerita yang digambarkan dengan detail membuat pembaca dapat merasakan kepedihan yang dialami oleh tokoh utama. Dialog antarkarakter terasa natural, menciptakan interaksi yang kuat antara tokoh-tokoh dalam cerita.
Namun, Rumah untuk Alie tidak lepas dari kekurangan. Salah satunya adalah tempo cerita yang terkadang terasa lambat, terutama pada bagian-bagian yang berisi monolog batin Alie yang mendalam. Meskipun hal ini membantu untuk menggambarkan perasaan tokoh utama, beberapa pembaca mungkin merasa kesulitan untuk tetap terhubung dengan alur cerita yang agak berlarut-larut.
Selain itu, meski karakter-karakter dalam novel ini memiliki kedalaman, ada kalanya hubungan antar karakter terasa tidak sepenuhnya tuntas atau diselesaikan dengan memadai. Beberapa subplot bisa jadi terasa menggantung atau kurang dieksplorasi lebih jauh.
Secara keseluruhan, Rumah untuk Alie adalah novel yang sangat emosional dan menggugah hati. Meskipun ada kekurangan dalam alur dan pengembangan beberapa karakter, kekuatan utama dari novel ini tetap terletak pada kedalaman emosional yang dihadirkan dan pesan yang ingin disampaikan mengenai keluarga dan penerimaan diri. Bagi pembaca yang menyukai cerita tentang keluarga dengan tema yang berat dan penuh perasaan, Rumah untuk Alie adalah bacaan yang wajib dibaca.
Dengan 262 halaman yang penuh dengan emosi dan konflik batin, novel ini layak menjadi pilihan bagi mereka yang ingin merasakan betapa pentingnya menemukan tempat yang disebut rumah, di tengah-tengah keluarga yang terkadang tidak bisa memberikan kehangatan yang diharapkan.
Harga buku yang terjangkau, Rp 85.000,- memberikan nilai lebih bagi pembaca yang ingin merasakan kisah yang mendalam ini. Rumah untuk Alie adalah karya yang pasti akan meninggalkan kesan mendalam dan bisa membuat pembaca merenung panjang tentang pentingnya kasih sayang, penerimaan, dan arti sebuah rumah.
– Hamidulloh Ibda, peresensi sehari-hari bekerja sebagai dosen di Institut Islam Nahdlatul Ulama Temanggung.