*) Oleh: Tjahjono Widarmanto
/ Titik Singgung Menulis dan Psikologi/
Psikologi atau ilmu jiwa merupakan sebuah disiplin ilmu pengetahuan yang berfokus mengulik aspek-aspek kejiwaan manusia. Berdasarkan historisnya, psikologi merupakan disiplin ilmu pengetahuan tertua yang mendampingi ilmu filsafat. Secara ringkas psikologi dapat dimaknai sebagai sebuah disiplin ilmu yang mengulik kondisi, kebutuhan, dan pemahaman jiwa, pikiran, perasaan, dan berbagai perilaku organisme dari yang primitif hingga paling kompleks. Pendek kata psikologi, adalah disiplin ilmu pengetahuan yang mengarah pada jiwa/psikis yang melekat pada diri manusia yang mempengaruhi sikap dan perilaku.
- Iklan -
Psikologi dan menulis memiliki interaksi yang timbal balik dan unik. Keduanya merupakan sebuah unity atau kesatuan sekaligus nondualitas. Keduanya berinteraksi timbal balik, saling mengisi yang melahirkan keseimbangan. Seseorang yang tulisannya cermat, rapi, logis dan estetis, tentu memiliki pola berpikir yang juga cermat, rapi, logis, dan estetis. Sebaliknya seseorang yang tak cermat, tak logis, tak rapi, tak estetis, pola berpikirnya juga tak cermat, tak logis, dan tak estetis.
Tulisan adalah cermin jiwa seseorang. Setiap orang dalam melakukan tindakan dan pikirannya sangat dipengaruhi kondisi kejiwaannya. Pun seorang penulis dalam melahirkan tulisan-tulisannya tidak lepas dari situasi dan kondisi kejiwaannya, baik secara sadar maupun tak sadar. Interaksi yang erat antara dan unik antara menulis dan factor kejiwaan ini menjadi titik temu antara psikologi dan menulis. Dengan kata lain menulis dapat dilihat dari perspektif psikologis.
Psychowriting: Menulis Sastra dalam Perspektif Psikologi.
Interaksi psikologi dan menulis melahirkan psychowriting. Psychowriting ini berusaha menelisik dan menyelami jiwa-jiwa yang menulis. Pada perkembangan berikutnya, psychowriting tidak hanya menelisik dan menyelami jiwa-jiwa yang menulis, tetapi juga berkembang sebagai strategi menulis melalui perspektif psikologi. Strategi menulis sastra melalui perspektif psikologi sangat dimungkinkan karena beberapa alasan rasional.
Ada tiga alasan rasional utama yang menunjukkan kemungkinan strategi menulis sastra melalui perspektif psikologi. Pertama, menulis sastra adalah proses menuangkan ide/gasasan dalam bentuk teks atau tulisan. Proses menuangkan ide/gagasan ini merupakan proses yang melibatkan kondisi jiwa dan konteks psikologi. Kondisi kejiwaan penulis yang berkait dengan kepribadian (konteks psikologi kepribadian), psikologi sosial, abnormalitas (psikologi abnormal), dan kondisi kejiwaan yang lain sangat mempengaruhi tulisan atau teks tersebut. Oleh karena itu melalui psikologi sebuah teks/tulisan sastra dapat dicipta, dipahami dan dimaknai.
Kedua, karya sastra atau teks sastra dapat digunakan untuk memahami kondisi kejiwaan penulisnya. Dalam posisi ini, teks sastra atau tulisan sastra dianggap sebagai ekspresi kejiwaan penulisnya.
Ketiga, ilmu psikologi dapat membantu memunculkan strategi untuk meningkatkan kemampuan menulis sastra. Melalui pemahaman tentang dirinya dan kecenderungan kejiwaannya, seorang sastrawan dapat meningkatkan kemampuannya dalam menulis secara optimal.
Psychowriting dalam konteks psikologi serta dalam konteks kreativitas menulis sastra menunjukan empat hal penting. Pertama, dapat dicapai pemahaman bahwa menulis sastra memiliki keberkaitan dengan ilmu jiwa. Kedua, sebuah teks sastra atau karya sastra dapat dipahami melalui psikologi. Ketiga, kecenderungan kondisi kejiwaan sastrawan memiliki pengaruh terhadap hasil karya tulisannya. Yang terakhir, melalui perspektif psikologis dapat memaksimalkan kemampuan seseorang dalam menulis sastra.
Menulis sastra tergolong dalam penulisan kreatif. Sebagai salah satu jenis tulisan kreatif, sastra memiliki banyak wujud teks yaitu puisi, prosa, drama dan esai. Sastra memiliki keterpautan yang erat dengan psikologi. Setiap bentuk sastra yang dilahirkan sastrawan merupakan produk pemikiran sekaligus ekspresi batin sang satrawan. Ada hubungan segitiga antara sastrawan, tek sastra yang dihasilkan, dan psikologi. Hubungan itu menunjukkan bahwa sastra dan psikologi saling mengisi, saling mempengaruhi, dan saling berkontribusi satu dengan yang lain.
Perasaan (felling) dan sikap penyair terhadap pembaca (tone) sebagai salah satu unsur intrisik sastra terpenting dalam bentuk puisi, sangat ditentukan oleh suasana batin (jiwa) penyairnya. Dalam situasi inilah psikologi berperan penting bagi penciptaan puisi, bahkan bisa dikatakan bahwa psikologi adalah sangkan paran puisi.
Dalam genre sastra prosa unsur intrisik tokoh (penokohan), karakter, dan karakterisasi sangat berkaitan dengan psikologi. Tindakan tokoh utama dalam prosa (baik cerpen maupun novel) dapat ditelisik dan ditinjau dari perspektif psikologi, baik psikologi kepribadian, psikoanalisis, behavioris, eksistensialis maupun psikologi sosial serta psikologi klinis. Pun demikian dalam karakter (watak) dan karakterisasi (perwatakan) yang dimunculkan sastrawan pada tokoh-tokoh ceritanya sangat berkaitan dengan psikologi. Bahkan motif-motif watak dan perwatakan tokoh cerita dalam teks sastra prosa yang mewujud dalam perilaku dan tindakannya dapat dikaji melalui ilmu-ilmu psikologi tertentu.
Menulis sastra berbeda dengan menulis ilmiah. Menulis ilmiah lebih banyak mengedepankan proses kognitif dan bernalar yang melibatkan kerja otak, sedangkan menulis sastra lebih mengutamakan aspek-aspek kejiwaan yang melibatkan kerja psikis seperti emosi, perasaan, mood, kontemplasi (perenungan), dan imajinas.
Psychowriting dalam penulisan sastra dapat mefokuskan pengkajian pada emosi. Baik yang berkaitan dengan emosi sastrawannya maupun emosi yang terdapat pada teks sastra tersebut. Untuk mengoptimalkan kemampuan menulis pun dapat dilakukan dengan mengungkit sekaligus mengolah emosi.
Secara ringkas, emosi dapat diartikan sebagai keadaan perasaan yang terangsang dari berbagai stimulus yang mampu menimbulkan perubahan baik yang disadari maupun tidak, mendalam sifatnya, serta dapat lahir dalam bentuk perilaku tertentu. Beberapa pakar ilmu psikologi membedakan antara emosi dan perasaan.
Emosi selalu mewujud dalam perilaku baik yang disadari maupun tidak. Emosi berkait dengan afeksi (affect), mood, dan sentimen. Emosi kadang muncul dengan disadari atau tidak disadari. Adapun perasaan merupakan sebuah proses kejiwaan yang disadari akibat dari pengalaman indrawi maupun pengalaman psikis, intuitif, berdasar pada aspek suka dan tidak suka, sangat subjektif, dan mengacu pada keberlangsungan emosi (Reber&RReber, 2010).
Psychowriting sebagai upaya atau strategi dalam memaksimalkan kemampuan seseorang dalam menulis sastra dengan memanfaatkan aspek-aspek emosi. Psycowriting dapat menekankan pada upaya-upaya membangkitkan berbagai aspek emosi, misalnya aspek cinta dan imaji.
Cinta merupakan bagian dari emosi dan perasaan. Berkait dengan cinta, Fromm (1998) mengungkapkan bahwa cinta merupakan sebuah seni yang harus diperjuangkan,. Jika seseorang memiliki energi cinta yang besar ia bisa melakukan dan menaklukkan apa saja demi cinta tersebut. Begitu pula seorang sastrawan, dia akan memiliki komitmen untuk selalu menulis sastra jikalau dia sudah mempunyai rasa cinta terhadap dunia sastra.
Emosi yang berkait dengan cinta pun mudah dibangkitkan sebagai sebuah tema yang selalu menarik untuk digarap dalam karya sastra. Selain hal itu disebabkan karena cinta bertaut dengan emosi, melainkan juga karena cinta merupakan pengalaman psikis yang hampir semua mengalaminya. Oleh karena itu membangkitkan emosi cinta dengan berbagai bentuk perasaan, misalnya perasaan kecewa karena cinta yang patah hati, perasaan iba sebab cinta yang tertolak, perasaan berbunga-bunga karena cinta bersambut, perasaan setia sebagai wujud cinta, dan sebagainya; bisa menjadi sarana untuk mengoptimalkan kemampuan menulis sastra dalam berbagai bentuk.
Secara realitanya pun karya-karya sastra yang berbasis emosi cinta dapat menjadi khazanah sastra dunia. Hal tersebut bisa kita lihat pada karya-karya klasik seperti Ramayana, Mahabarata, Romeo and Juliet, Layla Majnun, Oydepus, dan lain sebagainya, yang telah dianggap sebagai sastra dunia.
Selain emosi yang berupa cinta, banyak lagi emosi-emosi keseharian (pengalaman) yang bisa digali sebagai bahan penulisan karya. Emosi-emosi tersebut misalnya yang berkaitan dengan rasa takut, rasa cemas, rasa sunyi, rasa terabaikan, rasa sayang, dan sebagainya yang kesemuanya itu apabila dikelola dengan baik akan menjadi strategi penulisan yang mampu mengoptimalkan kemampuan menulis.
Selain emosi dan perasaan terdapat pula istilah mood. Mood ini sangat bertalian dengan psikologi. Rebber (2010) memaknai mood sebagai bentuk emosi yang berlangsung cepat. Seorang sastrawan yang mampu membangkitkan dan mengelola mood akan mampu melahirkan produktivitas dan kualitas tulisan yang baik. Sebaliknya seseorang penulis sastra yang gagal membangun dan mengelola mood, ia tidak akan mampu memiliki produktivitas dan kualitas menulis yang tinggi. Kemunculan mood dalam diri seseorang tidak menentu. Oleh karena itu mood harus selalu dirangsang dan dikelola. Banyak cara untuk merangsang dan mengelola mood, misalnya dengan membaca sebanyak-banyak, melihat seluas-luasnya, mendengarkan musik, menghindari stress, membangun ketenangan diri dengan meditasi, metode zikir, dan lain-lain.
Aspek psikologi lain selain emosi, perasaan, dan mood adalah imajinasi atau fantasi. Imajinasi atau fantasi beraneka ragam. Imajinasi atau fantasi adalah kemampuan dalam membangun, menggugah atau menciptakan pembayangan atau daya bayang bagi panca indera dan perasaan pembaca melalui kalimat, baris, pilihan kata, ataupun suasana. Imajinasi atau fantasi ini lahir bisa sebagai tanggapan-tanggapan yang sudah ada, bisa pula berupa tanggapan-tanggapan baru.
Kartono (1996) membedakan fantasi ke dalam tiga jenis. Jenis pertama, adalah fantasi abstraktif, reduktik, misalnya fantasi tentang pohon yang beranting tanpa daun, hutan tanpa tanama,. Kedua, fantasi determinatif, yaitu fantasi yang menentukan satu sifat yang dominan, dan fantasi ketiga adalah fantasi kombinasi atau kombinatif, yaitu fantasi yang melahirkan dua hal yang berbeda sekaligus. Misalnya, manusia berkepala harimau.
Lebih rinci, Sayuti (2012) membedakan imajinasi atau fantasi dalam berbagai bentuk yaitu (1) imajinasi visual, yang menimbulkan daya bayang indera penglihatan(2) imajinasi audio, yang menimbulkan daya bayang indera pendengaran, (3) imajinasi audio-visual, merangsang penglihatan sekaligus pendengaran (4) imajinasi kinestetik, yang menimbulkan daya bayang sesuatu yang bergerak (5) imajinasi termal, yang menimbulkan daya bayang tentang sesuatu yang bisa diraba atau indera peraba (halus, kasar, licin), (6) imajinasi penciuman, yang menimbulkan daya bayang indera penciuman (wangi dupa, aroma bungaa, anyir, busuk), dan (7) imajinasi pencecap, yang menimbulkan daya bayang indera lidah untuk mencecap (asin, tawar, manis, pahit, getir).
Dengan memanfaat daya fantasi dan imajinasi seoptimal mungkin, seorang sastrawan mampu menciptakan teks-teks sastra yang hidup dan berkualitas. Melalui pendekatan psychowriting daya imajinasi dan fantasi bisa dikembangkan seoptimal mungkin.
Melalui psychowriting dapat diketahui pula bahwa hambatan menulis (termasuk menulis sastra) kebanyakan bersikap psikis, seperti rasa tak percaya diri, frustasi, malas, takut tulisannya dianggap buruk oleh orang lain, minder, mudah putus asa, serta bermental ringkih. Melalui Psychowriting pula, hambatan-hambatan psikis itu dapat dicarikan solusinya.
Akhirnya, psychowriting tidak hanya menautkan ilmu psikologi dan dunia tulis menulis sastra, namun bisa menjadi salah satu alternatif strategi dalam mengoptimalkan kemampuan dalam menulis sastra.
Penulis adalah esais dan penyair yang tinggal di Ngawi
BIODATA
TJAHJONO WIDARMANTO, Lahir, 18 april 1969 di Ngawi, Jawa Timur. Menulis esai, artikel, cerpen dan puisi. Beberapa kali menerima penghargaan di bidang kesastraan antara lain, Lima Buku Puisi Terbaik versi Hari Puisi Indonesia 2016, Penghargaan Sastrawan Pendidik 2013 dari Pusat Pembinaan Bahasa, Penghargaan Guru Bahasa dan Sastra Berdedikasi 2014 dari Balai Bahasa Jawa Timur, Penghargaan Seniman Budayawan Berprestasi Jawa Timur 2012, Pemenang Sayembara Menulis Buku Pengayaan Buku Teks kategori Fiksi 2004, 2005, 2007, 2010, dan 2013, LCPI Komunitas Saung 2021, Esai-Esai Terbaik di Sastra Media 2022-2023, Penulis Terbaik Majalah Media Pendidikan Jawa Tmiur 2023,dan 10 nominasi Buku Sastra Pilihan Tempo 2023.
Buku-bukunya yang telah terbit Bianglala Sastra: Kumpulan Esai Sastra (2024), Suuk Kangen Kanjeng Nabi, Dari Balik Maut Kulirik Cinta (2023), Suluk Pangracutan dari Kampung arwah (2023), Qasidah Langit, Qasidah Bumi (2023), Bersepeda dari Barat ke Utara hingga Tulang Rusukku Tumbuh Bulu (buku puisi, Alang Pustaka:2021), Kitab Ibu dan Kisah-Kisah Hujan (buku puisi, Etankali:2020), Yuk, Nulis Puisi (Diva Press, 2019), Kata dan Bentuk Kata dalam Bahasa Indonesia (2019), Biografi Cinta (buku puisi, CMG:2019), Perbincangan Terakhir dengan Tuan Guru (buku puisi, Basabasi:2018), Percakapan Tan dan Riwayat Kuldi Para Pemuja Sajak (buku puisi, Satukata:2016), Pengantar Jurnalistik; Panduan Awal Penulis dan Jurnalis (cet.ke-2, Araska Publisher, 2016), Marxisme dan Sumbangannya Terhadap Teori Sastra (Satukata;2014), Sejarah yang Merambat di Tembok-Tembok Sekolah (buku puisi, Satukata:2014), Mata Air di Karang Rindu (buku puisi, Satukata:2013), Masa Depan Sastra; Mozaik Telaah dan Pengajaran Sastra (kumpulan esai sastra, Satukata:2013), Umayi (buku puisi, satukata:2012), Nasionalisme Sastra (bunga rampai esai sastra:2011), Drama; Pengantar dan Penyutradaraannya (Lingkarsastra Tanah Kapur, 2009), Mata Ibu (buku puisi, 2010), Kidung Cinta Buat Tanah Tanah Air (buku puisi 2007), Kitab Kelahiran (buku puisi, Dewan Kesenian Jatim:2003), Kubur Penyair (buku puisi, Diva Press:2002), dan Di Pusat Pusaran Angin (buku puisi, KSRB;1997).