Oleh : Irna Maifatur Rohmah
Sebagai kaum muslim, mengenali dan memahami kitab suci al-Qur’an merupakan kewajiban untuk menjadikan landasan hukum dalam menjalani kehidupan sehari-hari. Untuk mempelajarinya diperlukan ilmu lain yang menyandingi dalam memahami dan belajar al-Qur’an. Sebagai manusia yang memiliki akal dan bisa membedakan yang benar dan salah, sepantasnya dalam memperlakukan al-Qur’an harus mengikuti kaidah dengan tujuan menghormati al-Qur’an. Hal ini sebagai adab seseorang terhadap sumber hukum Islam dan pedoman bagi kaum muslim. Sehingga perlakuan terhadap al-Qur’an tidak bisa seperti buku pada umumnya. Namun perlu diperlakukan secara khusus.
Untuk mencapai tahap seperti itu, tidak bisa lepas dari kajian ulama ahli quran. Perlu belajar secara teori bagaimana memperlakukan al-Qur’an. Kitab karangan Abi Zakariya Yahya Bin Syarifuddin An-Nawawi Asy-Syafi’i bisa menjadi rujukan untuk mengetahui cara memperlakukan al-Qur’an. Karya tersebut yakni At-Tabyan Fii Adabi Hamlatil Qur’an yang menjadi karya tulis yang dipelajari di seluruh belahan bumi termasuk di Indonesia. Kitab ini membahas rupa-rupa hal yang berkaitan dengan al-Qur’an mulai dari tata krama membaca, mengajarkan, meletakkan, sampai mendapatkan upah dari al-Qur’an.
Selaras dengan judulnya, kajian di kitab ini dominan pada adab atau akhlak ketika bercengkerama dengan al-Qur’an. Karangan ulama Damaskus ini poluler di kalangan santri yang biasa disebut dengan kitab Tibyan. Beliau juga produktif dalam menerbitkan karya tulis di antaranya yakni, Arbain Nawawiyah, al-Adzkar, Riyadhus Shalihin, Minhajut Thalibin, Syarah Shahih Muslim, dan al-Majmu’ Syarhu Muhadzzab.
- Iklan -
Dari berbagai karya beliau, ciri khas yang dimiliki yakni ringkas dalam suatu disiplin ilmu tertentu dan membahas sampai ke inti ilmu tersebut. Seperti di Tibyan, beliau mengupas habis adab terhadap kitab suci umat Islam, al-Qur’an. Di kitab ini, beliau membagi menjadi 10 bab yang mana di bab 10 nama dan istilah yang digunakan pada kitab tersebut. Pada bab satu membahas keutamaan membaca dan orang yang menghafalnya. Pada bab dua membahas keunggulan pembacaan dan pembaca al-Qur’an dari lainnya. Pada bab tiga membahas memuliakan ahli Qur’an dan larangan mengganggunya. Pada bab empat membahas adab pengajar al-Qur’an dan pelajarnya. Pada bab lima membahas adab penghafal al-Qur’an dan pahalanya. Pada bab enam membahas adab pembacaan al-Qur’an. Pada bab tujuh membahas adab semua orang terhadap al-Qur’an. Pada bab delapan membahas ayat-ayat dan surat-surat yang dianjurkan membaca pada waktu dan keadaan tertentu. Pada bab sembilan membahas penulisan dan menuliskan mushaf. Pada bab sepuluh membahas lafad-lafad dari kitab Tibyan.
Dari kesemuanya membahas tentang bagaimana menghormati dan memperlakukan al-Qur’an sebagai kitab suci dalam berbagai keadaan. Di bagian awal menjelaskan keutamaan belajar dan mengajarkan al-Qur’an daripada ilmu yang lain. Sebab dikatakan bahwa tidak ada kerugian apapun ketika membaca, belajar dan atau mengajarkan al-Qur’an.
Bagi guru maupun yang belajar mesti memiliki niat yang tulus kepada Allah SWT. Bagi guru tidak boleh mengharapkan imbalan apapun dari mereka serta tidak boleh marah ketika mereka pindah pada guru lainnya. Sebab ada kebebasan bagi pelajar untuk memilih guru dengan mempertimbangkan sanad keilmuannya. Pada intinya, guru harus murni dan tulus untuk mengajar bukan untuk urusan duniawi. Ketika mengajar guru hendaknya menggunakan pakaian yang bersih, pantas dan menggikuti hukum syar’i dalam kehidupan sehari-harinya.
Bagi penghafal al-Quran tidak diperkenankan menjadikan sumber penghasilan dari sana. Artinya mereka tidak boleh mengharapkan upah berupa uang atau ketenaran karenanya. Namun ada perbedaan antara beberapa ulama. Ada yang menerima ketika diberi ada pula yang sebaliknya. Wallahu alam. Namun, poinnya jangan pernah mengharapkan.
Untuk waktu pembacaan al Quran paling utama adalah ketika shalat. Sedangkan ketika di luar shalat, paling utama adalah di setengah malam yang terakhir. Namun di waktu antara magrib dan isya itu disukai oleh Allah. Untuk siang hari, selepas shalat shubuh menjadi waktu paling baik. Terlepas dari itu, tidak ada waktu yang menyebabkan kemakruhan untuk membaca al-Quran. Kitab ini cocok diberikan pada pelajar di seluruh usia sebab kitab ini mengajarkan adab terhadap quran dan ahlul quran sehingga bisa menjadi bekal sepanjang hayat.
Judul : At Tibyan Fi Adabi Hamalatil Quran
Penulis : Abi Zakariya Yahya bin Syarifudin an-Nawawi Asy-Syafii
Penerbit : Nurul Iman Semarang
Halaman : 224 halaman
Irna Maifatur Rohmah, Santri Pondok Pesantren Nurul Iman Pasir Wetan Banyumas