Oleh: Tjahjono Widarmanto
Prawacana
Ada empat keterampilan dalam berbahasa. Empat keterampilan tersebut adalah keterampilan menyimak, keterampilan wicara, keterampilan membaca, dan keterampilan menulis. Walau tersusun secara hirarkis, empat keterampilan tersebut berkelindan dan berkait satu sama lain.
- Iklan -
Ketrampilan menyimak adalah kemampuan dalam mendengar dan menafsirkan sebuah informasi. Menyimak pada hakikatnya adalah menyerap kosa kata melalui indera pendengar. Ketrampilan menyimak menentukan keterampilan berbahasa berikutnya yaitu keterampilan wicara. Tanpa penguasaan keterampilan menyimak, seseorang tak akan mampu menguasai ketrampilan wicara. Dengan kata lain ketrampilan menyimak merupakan prasyarat untuk terampil wicara.
Ketrampilan wicara atau ketrampilan berbicara merupakan ketrampilan berbahasa yang kedua. Ketrampilan wicara merupakan kompetensi dalam tindak bahasa lisan. Tindak bahasa lisan beraneka ragam, di antaranya kemampuan berpidato, berceramah, menyampaikan informasi, bercerita atau mempersuasi orang lain dengan berkata-kata. Dibandingkan ketrampilan menyimak, ketrampilan wicara menuntut lebih banyak omponen berbahasa. Misalnya menguasai peranan alat ucap dengan baik, kosa kata yang lebih lengkap, pelisanan yang tepat dan akurat, dan kemampuan mengorganisir pemikiran untuk disampaikan kepada orang lain secara lisan.
Ketrampilan berikutnya adalah ketrampilan membaca. Ketrampilan membaca ini lebih menuntut kompetensi penguasaan bahasa tak hanya lisan tetapi juga komunikasi tulis. Ketrampilan membaca tak hanya menuntut pembedaharaan kosa kata yang lebih lengkap, tetapi juga menuntut interpretasi benat terhadap sebuah teks. Kemampuan dalam menguasai gramatikal, ketatabahaaan, pilihan kata, ejaan, dan kemampuan menafsir lambang-lambang bunyi untuk menangkap informasi teks tertulis menjadi syarat penguasaan ketrampilan membaca.
Ketrampilan menulis adalah ketrampilan berbahasa keempat dan merupakan ketrampilan puncak seseorang dalam berbahasa. Ketrampilan menulis menuntut penguasaan kemampuan berbahasa yang kompleks dan menuntut kemampuan menalar dengan baik. Ketrampilan menulis bisa dikuasai oleh seseorsng pabila ia menguasai pembedaharaan kosa kata yang luas, kemampuan memilih kata yang tepat, merangkai kalimat yang lengkap, baik, dan efektif, kemampuan membuat paragraph, mengorganisasi paragraph, serta mnguasai kaidah-kaidah menulis dan bahasa tulis yang baik.
Peran Penting Penulis
Seseorang yang menguasai ketrampilan menulis memiliki potensi besar untuk menjadi penulis. Menjadi penulis berarti mengambil peran penting bagi kemajuan peradaban, karena melalui tulisannya seseorang bisa menyumbang ide-ide dan pandangan pemikirannya untuk kemajuan peradaban. Menulis merupakan ketrampilan yang seharusnya dipunyai semua orang apapun profesinya. Cokroaminoto pernah mengatakan,” Kalau seseorang ingin menjadi pemimpin hebat, ia harus mampu menulis dan berpidato!” Bahkan, menulis sangat berkaitan dengan keberadaan atau eksistensi manusia. Kata Pramudya Ananta Toer, “Dengan menulis, seseorang bisa menjadi dirinya sendiri!” Lebih lanjut, Pram menegaskan bahwa,”Seseorang boleh pandai setinggi langit, tetapi jika tak menulis ia akan dilupakan oleh sejarah!”
Modal Dasar Seorang Penulis
Sungguh pun menulis merupakan sesuatu yang penting, tetapi tak semua orang bisa menjadi penulis yang baik. Berikut ini beberapa modal dan bekal yang perlu dimiliki seseorang penulis maupun calon penulis, yaitu:
Ilmu Pengetahuan (Knowledge)
Pada umumnya ilmu pengetahuan memiliki empat syarat, yaitu: objektif, sistematis, universal, dan metodologis. Objektif, artinya bahwa ilmu pengetahuan memiliki objek tertentu.
Sistematis, artinya bahwa pengetahuan merupakan sesuatu yang dapat di sistemkan sehingga menjadi satu kesatuan yang tak terpisahkan. Universal, artinya bahwa ilmu pengetahuan bersifat umum. Adapun metodologis, artinya bahwa ilmu pengetahuan diperoleh dengan menggunakan metode atau cara-cara tertentu.
Jenis pengetahuan, menurut Crose, digolongkan dua jenis, yaitu: pengetahuan logis dan pengetahuan intuitif. Pengetahuan logis yaitu pengetahuan yang berhubungan dengan sesuatu hal yang secara logis dapat diulang (scientific object). Pengetahuan intuitif yaitu pengetahuan berkaitan dengan sesuatu hal yang unik dan bersifat individual (aesthetic object). Pada bidang-bidang seni termasuk menulis, pengetahuan intuitif sangat berperan. Pengetahuan intuitif sulit untuk dijelaskan secara logika, karena memang sifatnya yang personal.
Dengan membaca bisa diperoleh banyak pengetahuan. Ada dua jenis membaca dalam hal ini, yaitu membaca secara tekstual dan membaca secara kontekstual. Membaca tekstual yaitu membaca dari buku-buku atau referensi-referensi lain yang telah ditulis oleh orang lain. Leo Fay (1980), seorang peneliti dan pakar pendidikan yang juga mantan Presiden Intemasional Reading Association, mengatakan, “to read is prossess a power for transcending whatever physical power human can muster”.
Membaca secara kontekstual adalah membaca tentang situasi, kondisi atau fenomena-fenomena apa saja yang terjadi di sekitar kita. Sikap kritis amat berperan dalam membaca secara kontekstual.
Semakin banyak seorang penulis membaca, semakin banyak pula kemungkinan ide-ide yang bisa ditulisnya. Selain itu, dapat memperkaya perbendaharaan kata-kata atau kosa kata.
Kemauan untuk Menulis (Willingness to write)
Untuk menggerakkan dirinya mencapai sesuatu yang diinginkan, seseorang harus memiliki motivasi dan kemauan teguh, tanpa itu mustahil suatu keinginan dapat terwujud. Begitu juga halnya dengan menulis, meskipun punya segudang pengetahuan serta pengalaman yang berlimpah, jika tak mau menuliskannya, selamanya tak akan menulis dan hanya bisa membaca karya tulis orang lain.
Ada beberapa cara yang dapat dilakukan, agar tetap bersemangat dan berkemauan menulis, yaitu:
Pertama ; teruslah menulis, apa saja yang bisa kita tulis. Natalie Goldberg, menyatakan bahwa sebelum ia produktif menjadi penulis, lima tahun pada awal-awal profesi menulisnya, ia hanyalah menulis tulisan sampah. Setelah itu baru tulisan-tulisannya baik dan diterbitkan.
Kedua ; sering-seringlah berinteraksi dengan para penulis, baik berinteraksi secara langsung bertatap muka maupun membaca karya-karyanya.
Ketiga ; mengikuti kursus-kursus menulis. Kursus menulis dapat memberikan wawasan dan pengetahuan tentang dunia menulis.
Keempat ; rajin-rajinlah berlatih. Penulis profesional sekalipun tetap melakukan latihan-latihan.
Kelima; bergabunglah dengan komunitas atau organisasi penulis. Dengan adanya teknologi komunikasi yang canggih seperti internet, amat mempermudah untuk bisa bergabung dengan komunitas penulis yang memungkinkan berbagai informasi, bertukar pengetahuan, pengalaman dan berbagai hal, berkaitan dengan dunia menulis.
Pengalaman (Experience)
Pengalaman adalah guru yang bijaksana. Pengalaman bisa diperoleh secara lahir dan batin dengan membaca
Motivasi untuk menulis (Motivation to write)
Harry Edward Neal menganjurkan sebaiknya sebelum kita menulis, bertanya kepada diri kita sendiri terlebih dahulu “Mengapa kita menulis”?
Misalnya motivasi menulis, karena dengan menulis dapat menuangkan gagasan, pikiran yang dapat dimanfaatkan oleh orang lain. Dengan menulis kita tetap ada dan tidak lekas lapuk termakan zaman. Sebagaimana yang diungkapkan filsuf Perancis Rene Descartes (1596-1650), “Cogito Ergo Sum” (Aku berpikir maka aku ada), saya ada karena saya menulis. Seseorang dengan berpikir, yang kemudian diungkapkan melalui bahasa tulis, akan diakui keberadaannya.
Sah-sah juga jika motivasinya mendapatkan banyak uang, menulis karena tuntutan karier, menulis karena ingin dikenal banyak orang (populer), dan lain sebagainya.
Kemampuan Berbahasa Tulis
Bahasa merupakan senapan dan kata-kata adalah mesiunya. Kemampuan berbahasa tulis merupakan modal yang harus dimiliki oleh siapa saja yang hendak menjadi penulis.
Bahasa tulis yang formal dan lengkap dalam satu kalimat terdiri atas subjek, predikat, objek dan keterangan (SPOK). Karena dengan kelengkapan bahasa tulis yang demikian, pembaca dapat mengerti dan memahami tentang apa yang di sampaikan. Tentu hal ini akan berbeda dengan bahasa lisan, yang sering kali tidak memerlukan kelengkapan kata dalam kalimat yang diungkapkannya.
Bahasa tulis antara lain menyangkut aspek-aspek yang bersifat sintaksis. Sintaksis secara bahasa berasal dari bahasa Yunani simtattein, dari morfem sum dan tattein yang berarti mengatur bersama-sama. Sedangkan secara istilah, sintaksis adalah ilmu bahasa yang membahas tentang hubungan antarunsur bahasa untuk membentuk suatu kalimat.
Suatu kalimat terdiri atas kata-kata. Kata adalah kesatuan terkecil yang membentuk suatu kalimat. Kata terbagi atas dua makna, yaitu makna leksikal dan makna gramatikal. Makna leksikal adalah makna yang dapat kita cari dalam kamus yang memuat kata-kata (leksikon). Contoh, makna kata: padi, sawah, jamu, cantik, akar dan lain sebagainya, semua kata tersebut, maknanya dapat kita cari dalam kamus.
Makna gramatikal yaitu makna yang tidak dapat kita temukan dalam kamus, karena unsur makna kata gramatikal digunakan sebagai unsur yang memiliki fungsi. Misalnya di mempunyai fungsi merangkaikan kata. Misalnya: dimakan, disapa, dibantu, dan lain sebagainya. Selain itu di juga bisa menunjukkan tempat. Misalnya di pasar, di meja, di halaman, dan lain sebagainya.
Selain susunan kata yang membentuk kalimat, sintaksis juga berkaitan dengan frase dan klausa. Frase (frasa), berasal dari bahasa Inggris phrase yang berarti kesatuan bahasa yang lebih besar daripada kata. Frase selalu terdiri atas dua patah kata atau lebih. Perpaduan dua patah kata atau lebih itu dapat menimbulkan makna yang baru. Makna baru ini disebut pula sebagai makna gramatikal, yaitu timbulnya makna atau arti yang baru setelah dibangun dalam suatu struktur kalimat. Misalnya buku saya berarti buku milik saya, dan bukan milik orang lain.
Adapun klausa adalah kesatuan bahasa yang terdiri atas dua bagian yang berfungsi sebagai S (subjek) dan P (pre-dikat). Subjek dan predikat ini bisa terdiri atas dua kata atau lebih. Dalam teori bahasa, klausa yang terdiri atas subjek dan predikat, baru dapat berubah menjadi suatu kalimat apabila diberi intonasi final (final intonation). Menurut Badudu, ada 4 (empat) macam intonasi final dalam bahasa tulis, yaitu (1) intonasi final berita (declarative); (2) intonasi final tanya (interrogative); (3) intonasi final perintah (imperative); dan (4) intonasi final seru ”exclamation).
Modal-modal di atas merupakan modal yang harus selalu diasah bagi seorang penulis. Semakin modal tersebut bertmbah semakin mudah menuju penulis profesional. Selamat mengumpulkan modal sebanyak-banyaknya!
*) Penulis adalah seorang sastrawan dan guru yang tinggal di Ngawi