Oleh Hamidulloh Ibda
Saya mengenal Scopus, paling tidak mendengar kata Scopus sejak 2017 lalu. Sampai 2020, saya tidak berani menulis ke jurnal yang terindeks Scopus. Ya, alasannya “tak nggo ngopo? Aku kan belum naik jabatan fungsional ke Lektor Kepala atau Guru Besar?” pikir saya singkat kala itu. Namun ketika sudah duduk di bangku S3, pada semester awal dimulai Agustus 2021, saya dan rekan-rekan sekelas harus dipaksa dosen untuk submit artikel di jurnal internasional terindeks Scopus. Akhirnya, saya menulis satu artikel yang bahasa Inggrisnya super kacau, lalu pada Desember 2021 saya nekat submit di jurnal terindeks Scopus Q3.
Entah mengapa, sejumlah rekan pada tumbang karena di-decline. Alasannya macam-macam. Ada yang lulusan Bahasa Inggris, saya yakin hasil terjemahannya lebih bagus dari artikel saya, namun dia juga ditolak. “Wah nggonku wes ketolak, Mas, seminggu setelah tak submit”. Pikir saya, “Wah, la iki nggonku pasti juga tertolak”.
Ternyata, saya tunggu-tunggu sejak Desember 2021 sampai Februari 2022 akhirnya ada kabar bahwa artikel saya direvisi. Yah, bisa jadi ini bukan karena tulisan saya, tapi karena nama besar Promotor dan Kopromotor saya karena saya masukkan sebagai penulis 2 dan 3. Saat mulai bimbingan pun, beliau berdua tidak komentar apa-apa, “sudah disubmit, Mas?” hanya begitu.
- Iklan -
Singkat cerita, akhirnya terbitlah artikel saya pertama kali yang terindeks Scopus Q3 dengan judul “Professional elementary teachers in the digital era: A systematic literature review” (International Journal of Evaluation and Research in Education Vol 12 No 1 2023). Yah, submitnya Desember 2021, tapi terbitnya Maret 2023. Sebuah proses yang panjang.
Tapi sebenarnya, sebelum artikel ini terbit, naskah kedua yang justru terbit duluan karena memang volume terbitan jurnalnya lebih banyak, yaitu “Game Innovation: A Case Study Using the Kizzugemu Visual Novel Game with Tyranobuilder Software in Elementary School” (Indonesian Journal of ElectricalEngineering and Computer Science, Vol 28 No 1 2022). Ini artikel juga proses panjang, karena yang awalnya game berbahasa Indonesia, Jawa, dan Aksara Jawa, diminta editor untuk menambahkan versi Bahasa Inggris. Jadi, game ini memiliki empat bahasa.
Apa itu Scopus?
Bagi Anda yang kebetulan menjadi dosen, atau sedang menempuh studi S2/S3, mau tidak mau harus berkenalan dengan Scopus, atau pengindeks global lainnya. Dalam dunia akademik, jurnal ilmiah memang salah satu bentuk publikasi yang sangat penting. Di sini, jurnal yang terindeks Scopus adalah salah satu platform yang mendukung publikasi ilmiah dengan standar tinggi dan cakupan internasional.
Dari analisis dan bacaan saya, saya menyimpulkan bahwa jurnal ilmiah terindeks Scopus menjadi keunggulan tersendiri karena proses kurasi yang panjang. Scopus adalah salah satu pangkalan data literatur ilmiah terbesar di dunia. Scopus dikelola oleh penerbit terkemuka dalam bidang publikasi ilmiah, yaitu Elsevier. Jurnal-jurnal yang terindeks di Scopus melewati proses seleksi ketat dan evaluasi oleh tim ahli. Mereka diterbitkan oleh lembaga dan penulis terkemuka, yang menjamin kualitas dan validitas informasi yang disajikan.
Ada sejumlah konsep jurnal terindeks Scopus yang perlu diketahui bersama. Pertama, Scopus adalah indeksasi dan cakupan global di dunia karena penulis dan artikelnya lintas negara dan benua. Jurnal terindeks Scopus dalam pangkalan data global yang mencakup berbagai bidang ilmu, seperti ilmu sosial, ilmu alam, teknik, kedokteran, seni, dan humaniora. Indeksasi ini memungkinkan peneliti dari seluruh dunia untuk dengan mudah menemukan dan mengakses makalah-makalah yang relevan.
Kedua, Scopus juga menjadi alat untuk melakukan pengukuran dampak atau impact factor. Scopus memberikan indikator dampak seperti Indeks Hirsch (h-index), CiteScore, dan Indeks Dampak Jurnal (Journal Impact Factor) yang membantu peneliti mengukur sejauh mana sebuah jurnal atau makalah telah memengaruhi penelitian dan masyarakat ilmiah.
Ketiga, pangkalan data Scopus menjadi aksesibilitas dan visibilitas. Jurnal terindeks Scopus memberikan visibilitas yang lebih besar bagi peneliti dan penulis karena karya mereka dapat diakses oleh komunitas ilmiah global. Ini berkontribusi pada pertukaran pengetahuan yang lebih luas dan kolaborasi lintas batas.
Keempat, Scopus menjadi alat ukur atau evaluasi kualitas sebuah riset. Jurnal-jurnal yang ingin terindeks di Scopus harus melewati proses evaluasi ketat. Tim ahli mengulas kualitas editorial, metodologi penelitian, signifikansi temuan, dan keterlibatan dalam komunitas ilmiah. Hanya jurnal-jurnal berkualitas tinggi yang memenuhi kriteria yang ditetapkan yang akan diterima, namun realitasnya jurnal-jurnal di Indonesia sudah banyak yang terindeks Scopus.
Salah satu editor jurnal Scopus ketika saya undang menjadi narasumber pun berceloteh “Saya sebenarnya suka, Mas, karena banyak jurnal-jurnal Indonesia sekarang yang terindeks Scopus. Jadi, ngirimnya tidak lagi jadi satu ke jurnal kami. Kami tidak kuwalahan, karena dulu bisa sehari itu 10 – 20 artikel masuk dari berbagai negara. Bayangkan kalau seminggu? Kan mumet. Padahal kita terbit 2 kali setahun, sekali terbit hanya 9 naskah, susah menyeleksinya.”
Urgensi Scopus dalam Riset Akademik
Dari cerita di atas, betapa pentingnya jurnal Scopus bagi akademisi dan peneliti di dunia. Ya, penting karena dia menjadi tolok ukur dan syarat-syarat akademik. Dimulai syarat kelulusan studi S2/S3, syarat kenaikan pangkat ke Lektor Kepala dan Guru Besar, syarat luaran ilmiah dari riset dan pengabdian kepada masyarakat, syarat mendapat tunjangan bagi peneliti, syarat indeksasi dan perangkingan perguruan tinggi, syarat menjadi reviewer dan lainnya.
Dari data yang saya kemukanan di atas, sebenarnya alasan atau urgensi Scopus bagi riset akademik maupun dalam dunia akademik sendiri sebenarnya melimpah. Pertama, standardisasi kualitas. Jurnal Scopus dikenal karena standar kualitas tingginya. Oleh karena itu, peneliti dapat mempercayai informasi yang ditemukan dalam jurnal-jurnal ini.
Kedua, rekognisi global atau pengakuan internasional. Artikel kita ketika terbit di jurnal Scopus memberikan pengakuan internasional pada penelitian dan penulis. Ini membantu dalam membangun reputasi akademik dan profesionalisme. Ketiga, pengukuran dampak. Publikasi di jurnal Scopus membantu peneliti memantau dampak karya mereka dalam komunitas ilmiah, yang dapat menjadi faktor penting dalam penilaian kinerja. Keempat, kolaborasi ilmiah lintas negeri, lintas agama, suku, dan lainnya. Peneliti dari berbagai negara dan bidang dapat terhubung melalui makalah-makalah yang diterbitkan di jurnal Scopus. Ini mendorong kolaborasi lintas disiplin dan inovasi.
Pada intinya, jurnal Scopus merupakan salah satu pilar dalam dunia penelitian ilmiah. Scopus memberikan platform bagi peneliti untuk berbagi pengetahuan, menunjukkan dampak penelitian mereka, dan berkolaborasi dengan sesama peneliti. Pengertian dan konsep jurnal Scopus memberikan pemahaman tentang pentingnya standar kualitas, aksesibilitas global, dan kontribusi pada kemajuan ilmiah. Bagi peneliti, terbit di jurnal Scopus adalah pencapaian yang mengesankan, dan bagi komunitas ilmiah, jurnal-jurnal ini menjadi sumber pengetahuan yang sangat berharga.
Mengapa Harus Jurnal Scopus?
Pada era globalisasi dan perkembangan teknologi informasi, dunia akademik dan penelitian mengalami transformasi yang signifikan. Salah satu hal yang menjadi sorotan adalah publikasi ilmiah, khususnya dalam bentuk jurnal. Salah satu basis data yang sangat dihargai dalam komunitas akademik adalah Scopus. Maka perlu dijelaskan kaharusan atau manfaat bagi dosen-dosen atau peneliti untuk menulis dan mempublikasikan karya ilmiah mereka di jurnal-jurnal yang terindeks di Scopus.
Pertama, keniscayaan akademik. Bagi sebagian orang, ada yang anti dengan Scopus. “Halah, Scopus dobol kuro.” Padahal, dia jelas-jelas dosen dan berstatus dosen PNS pada sebuah perguruan tinggi negeri. Ini kan aneh dan paradoks menurut saya. Kedua, kontribusi terhadap pengetahuan ilmiah. Menulis jurnal di Scopus adalah langkah penting dalam memberikan kontribusi terhadap pengetahuan ilmiah. Dosen memiliki pengetahuan dan keahlian yang unik di bidangnya masing-masing. Dengan menulis artikel di jurnal, dosen dapat berbagi temuan-temuan baru, analisis mendalam, dan gagasan inovatif yang dapat membantu memajukan pengetahuan di bidangnya.
Ketiga, aksesibilitas dan dampak penyebaran pengetahuan. Dalam hal ini Scopus adalah basis data yang memiliki jangkauan internasional yang luas. Artikel-artikel yang terindeks di Scopus dapat diakses oleh para peneliti, praktisi, dan akademisi dari berbagai belahan dunia. Dengan demikian, pengetahuan yang dihasilkan oleh dosen melalui penelitian mereka dapat disebarluaskan secara lebih luas dan memiliki dampak yang lebih besar.
Keempat, akses ke jaringan akademik global. Menulis artikel di jurnal Scopus memberi dosen akses ke jaringan akademik global. Dalam konferensi dan pertemuan ilmiah, dosen dapat berinteraksi dengan peneliti-peneliti lain dari berbagai negara. Ini membuka peluang kolaborasi, pertukaran ide, dan kerjasama lintas budaya yang dapat memperkaya penelitian dan pandangan dosen.
Kelima, meningkatkan kualitas penelitian dan pengajaran. Proses menulis artikel untuk jurnal Scopus memerlukan analisis yang mendalam, metodologi yang kuat, dan argumentasi yang baik. Hal ini mendorong dosen untuk terus meningkatkan kualitas penelitian mereka. Selain itu, pengalaman ini juga dapat diterapkan dalam pengajaran, di mana dosen dapat menggunakan pengetahuan dan metodologi terbaru dalam menyampaikan materi kepada mahasiswa.
Keenam, meningkatkan reputasi akademik, kampus, lembaga, atau institusi. Peneliti BRIN sekarang wajib menulis di jurnal Scopus. Ini info dari pusat. Ya, karena artikel yang diterbitkan di jurnal Scopus memberikan dampak positif terhadap reputasi akademik dosen dan institusi tempatnya mengajar. Artikel-artikel ini memberikan bukti nyata tentang kualitas penelitian dan kontribusi ilmiah yang diberikan oleh dosen tersebut. Reputasi yang baik dapat meningkatkan citra universitas, meningkatkan daya tarik bagi mahasiswa dan rekan-rekan akademik, serta membantu dalam upaya kerja sama penelitian.
Mengapa harus jurnal Scopus? Pertanyaan di atas jelas bahwa kaharusan bagi dosen atau peneliti untuk menulis di jurnal Scopus sangatlah jelas. Langkah ini bukan hanya menguntungkan dosen secara pribadi, tetapi juga berkontribusi pada pengembangan ilmu pengetahuan secara keseluruhan. Dosen-dosen memiliki tanggung jawab untuk memperkaya literatur ilmiah, memajukan bidang akademiknya, dan memberikan kontribusi yang berarti bagi masyarakat global. Oleh karena itu, upaya untuk terus meningkatkan kualitas penelitian dan menulis di jurnal Scopus seharusnya menjadi prioritas bagi setiap dosen atau peneliti yang berkomitmen pada karir akademik dan pengembangan ilmiah.
Lalu, bagaimana menurut Anda, mengapa harus jurnal Scopus? Karena ada yang pernah merundung saya, “ah kamu ini hamba Scopus, kamu ini gila Scopus”. Dalam hati saya, kan lebih baik daripada “gila perempuan”, atau “gila judi”. Bukankah demikian? Duh!
-Penulis adalah reviewer di Pegem Egitim ve Ogretim Dergisi (Pegem Akademi Yayıncılık Turki, terindeks Scopus Q4) (2023-sekarang), reviewer Cogent Education (Taylor & Francis, Britania Raya, terindeks Scopus Q2) (2023-sekarang), reviewer Journal of Ethnic and Cultural Studies (Florida Gulf Coast University Amerika Serikat, terindeks Scopus Q1) (2023-sekarang), reviewer Journal of Learning for Development (JL4D) terindeks Scopus Q3 yang dikelola Commonwealth of Learning Canada (2023-sekarang), reviewer International Journal of Information and Education Technology (IJIET) Scopus Q3 (2023-present), reviewer Millah: Journal of Religious Studies terindeks Scopus (2023-sekarang), reviewer International Journal Ihya’ ‘Ulum al-Din (2023-sekarang), reviewer IJSL: International Journal of Social Learning (2023-sekarang), Editorial Board Members in Global Synthesis in Education (GSE) (2023-sekarang), Reviewer Qeios Journal (2023-sekarang), dan reviewer 19 jurnal nasional.