Oleh Sam Edy Yuswanto*
Berjualan buku secara online menjadi salah satu kegiatan sampingan saya saat ini. Kegiatan ini, selain untuk menambah income atau penghasilan, juga karena didasari kegemaran atau kecintaan saya terhadap buku-buku.
Sebagai seseorang yang telah cukup lama berprofesi sebagai penulis atau pengarang, saya harus berusaha mencari penghasilan tambahan, mengingat di era serba digital ini, ada begitu banyak banyak media massa (khususnya media cetak seperti koran dan majalah) yang memutuskan untuk tutup atau gulung tikar.
Mungkin saat ini mayoritas orang sudah tidak butuh membeli dan membaca koran dan majalah fisik (cetak) dan lebih tertarik membaca beragam postingan berita di berbagai media massa daring secara gratis. Maka tak heran penjualan koran dan majalah langsung menurun drastis, sehingga mau tidak mau harus gulung tikar kalau tidak ingin mengalami kebangkrutan.
- Iklan -
Tentu saja, kabar tutupnya media-media massa tersebut sangat berdampak buruk bagi banyak orang. Salah satunya ialah para penulis lepas seperti saya. Meski saat ini banyak bermunculan media online, akan tetapi ruang untuk ‘para penulis lepas’ terbatas, terlebih ada sebagian rubrik yang mendadak meniadakan honor atau fee untuk para penulis lepas.
Bagi mereka, orang-orang yang sudah memiliki banyak uang atau kaya raya sejak lahir dan hanya menjadikan menulis sebagai profesi sampingan atau pelampiasan unek-unek atau pikiran belaka, tentu mereka bisa bebas berekspresi menulis di blog, media sosial, atau di platform dan media-media yang tidak memberikan honor kepada penulis. Yang penting berhasil dimuat mereka sudah merasa senang. Tak peduli dapat honor atau tidak, karena uang bagi mereka bukan persoalan utama.
Namun bagi orang-orang yang menjadikan ‘menulis’ sebagai profesi utama seperti saya, tentu kabar banyak media massa yang akhirnya gulung tikar atau media-media massa yang tiba-tiba meniadakan honor bagi para penulis lepas, menjadi sebuah kabar buruk. Maka, mau tidak mau para penulis harus berusaha lebih giat lagi menulis dan mengirim karya terbaik ke media-media besar yang masih tersisa (belum gulung tikar) dan masih memberikan honor lumayan, meski cukup banyak saingannya dan harus melewati proses seleksi yang super ketat.
Oleh karenanya, selain tetap berusaha menulis, saya berusaha mencari penghasilan tambahan dengan cara menjual buku-buku original (bukan bajakan) lewat media sosial. Jadi, buku-buku yang biasa saya jual adalah buku-buku terbitan lama, yang sedang cuci gudang alias diskon besar-besaran dari berbagai penerbit, yang terpenting buku tersebut benar-benar original. Bagi saya, buku baru atau lama, itu sama saja, apalagi bila tema yang diangkat ternyata mirip atau sama, hanya saja berbeda penulis atau pengarangnya.
Saya biasa kulakan buku di berbagai toko buku online, misalnya toko-toko online yang berlokasi di daerah Surabaya, Sleman, hingga Bandung. Saya berusaha berburu buku-buku yang menurut pengamatan saya, laku dijual kembali lewat media sosial dengan harga yang cukup ramah di kantong. Dari situlah saya mendapatkan penghasilan tambahan. Selain itu, saya juga menjual sebagian koleksi buku-buku saya di rumah, tentunya dengan harga miring alias sangat terjangkau.
Namun ternyata, berjualan buku, ada saja kendalanya. Meski tak dipungkiri ada sukanya juga. Saya pun berpikir, bahwa dalam profesi atau pekerjaan apa pun, pasti ada suka-dukanya. Di antara hal-hal yang menyenangkan ketika berjualan buku adalah si pembeli memberikan uang lebih atas kesadarannya sendiri. Jadi, dia mentransfer sejumlah uang dengan dilebihkan dari harga dan ongkos kirim yang sudah disepakati bersama.
Hal menyenangkan lainnya ketika buku-buku yang kita posting laris manis dipesan oleh para pembeli dari berbagai daerah. Bahkan, para pembeli yang berada di wilayah luar Jawa, rela mengeluarkan uang banyak, kadang ada yang lebih mahal ongkos kirimnya daripada harga bukunya itu sendiri.
Di sinilah saya merasa surprise dan sangat mengapresiasi kepada para pembeli yang rela mengeluarkan ongkos kirim yang mahal demi bisa membeli buku-buku kepada saya. Saya pun tak merasa berat hati untuk memberikan bonus buku-buku koleksi saya di rumah secara sukarela. Jadi, ada sebagian pembeli atau pemesan buku yang saya beri bonus satu buah buku.
Selanjutnya, tentang duka atau hal-hal yang tidak menyenangkan ketika saya sedang berjualan buku secara online. Misalnya, ada pembeli yang mangkir dari janji yang sudah dibuatnya sendiri. Dia sudah pesan buku berikut sudah disepakati ongkos kirimnya. Lalu berjanji akan mentransfer, tapi nyatanya ditunggu sampai lama, berhari-hari, berminggu, bahkan bulan telah berganti nama, namun tetap tidak kunjung mentransfer. Intinya, dia batal membeli tanpa konfirmasi dan hal ini tentu sangat menjengkelkan bagi saya.
Harusnya kalau memang tidak niat ingin membeli buku, atau sedang tidak punya uang, tidak usah memesan buku apalagi sampai berjanji akan segera mentransfernya. Sungguh saya tak habis pikir dengan orang-orang yang memiliki sifat seperti ini. Sudah memesan buku, giliran diminta transfer atau bahkan berjanji sendiri akan mentransfer, tapi ujung-ujungnya ingkar janji dan kemudian menghilang.
Ada juga sebagian orang yang membeli buku, sudah saya kirim bukunya tetapi tak kunjung mentrasfer ke nomor rekening yang sudah saya berikan padanya. Biasanya, untuk orang-orang tertentu, saya rela mengirimkan bukunya terlebih dahulu. Dan setelah bukunya sampai, baru ditransfer kemudian.
Namun, sayangnya, ada saja orang yang berkhianat. Kebaikan saya seperti sedang dimanfaatkan olehnya. Nyatanya, buku sudah sampai di alamat rumahnya tapi dia tak kunjung membayarnya. Ketika ditagih tak mau membalas pesan yang saya kirimkan. Tentu ini sangat membuat saya merasa sangat kesal. Saya telah banyak dirugikan oleh orang semacam ini, baik kerugian waktu, tenaga, dan tentu saja modal atau uang saya.
Itulah sederet suka dan duka yang pernah saya alami ketika menekuni profesi sebagai penjual buku-buku secara online di media sosial. Sebuah profesi sampingan, untuk menambah penghasilan, yang diwarnai dengan beragam kejadian menyenangkan sekaligus menjengkelkan.
***
*Sam Edy Yuswanto, penulis lepas, mukim di Kebumen Jateng.