Oleh Sam Edy Yuswanto*
Saya yakin, setiap orang pasti membutuhkan pekerjaan. Hal ini dapat dimaklumi, sebab setiap orang pasti membutuhkan materi atau harta benda untuk mencukupi kebutuhan hidupnya yang sangat beragam. Mulai kebutuhan yang sifatnya primer, sekunder, hingga tersier. Sementara kita tahu, tanpa bekerja, kita tidak akan mendapatkan materi untuk memenuhi segala kebutuhan tersebut. Maka, mau tidak mau, suka tidak suka, bekerja adalah merupakan cara atau sarana bagi semua orang untuk memenuhi beragam keperluan hidup.
Bicara tentang kebutuhan hidup, sebagaimana saya katakan di awal, ada kebutuhan yang sifatnya primer, sekunder, hingga tersier. Mengutip topguru.id, kebutuhan primer adalah kebutuhan dasar atau kebutuhan pokok manusia yang harus terpenuhi. Kebutuhan sekunder adalah kebutuhan pelengkap atau kebutuhan tambahan yang tidak harus dipenuhi namun jika dipenuhi dapat menjalankan kehidupan lebih baik. Kebutuhan tersier adalah kebutuhan yang dipenuhi terakhir dan bersifat mewah. Biasanya kebutuhan ini hanya untuk kesenangan pribadi.
Kebutuhan primer contohnya seperti kebiasaan makan dan minum yang harus kita penuhi setiap hari. Tanpa makan dan minum secara teratur, tentu tubuh akan mengalami penurunan fungsi dan dampaknya bisa fatal, yakni terserang virus penyakit. Makan dan minum di sini tentu yang sifatnya umum, bukan makanan yang harganya sangat mahal di luar batas kewajaran. Sebab, kalau kita menghendaki makanan dan minuman dengan harga sangat mahal dan belinya di tempat mewah demi menjaga gengsi, maka ini termasuk kebutuhan tersier.
- Iklan -
Kebutuhan sekunder contohnya seperti kebutuhan kita terhadap kendaraan. Sepeda motor misalnya, sebagai pelengkap untuk membantu meningkatkan kinerja atau aktivitas kita sehari-hari. Sementara kebutuhan tersier (yang biasanya demi meningkatkan gengsi kita di hadapan publik) contohnya seperti membeli barang-barang bermerek yang harganya sangat mahal, mencapai puluhan bahkan ratusan juta rupiah.
Baiklah, kita kembali fokus ke persoalan pekerjaan. Sebagaimana telah saya singgung di awal bahwa setiap orang tentu membutuhkan pekerjaan. Namun, realitasnya, tidak semua orang berhasil mendapatkan pekerjaan yang sesuai keinginan atau dalam bahasa kekinian: tidak sesuai dengan passion-nya. Orang yang melakukan pekerjaan dengan penuh semangat dan gembira adalah contoh orang yang bekerja sesuai passion.
Bicara tentang definisi passion, orang-orang mendefinisikannya dengan narasi beragam, tetapi pada intinya memiliki pemahaman senada. Passion adalah antusiasme atau kegembiraan yang kuat terhadap sesuatu atau aktivitas tertentu (Fadli Adzani, sehatq.com, 6/1/2023). Passion adalah sesuatu yang dikerjakan dengan ikhlas, tanpa paksaan dan suatu bentuk panggilan dari alam bawah sadar seseorang. Dilakukan secara terus-menerus, tidak pernah merasa bosan, tidak memikirkan untung dan rugi, serta jika tidak dilakukan akan merasa ada sesuatu yang kurang (finansialku.com, 5/4/2023).
Saya ingin menggambarkan passion berdasarkan pengalaman pribadi. Menulis adalah termasuk profesi atau pekerjaan yang menurut saya adalah passion dalam hidup saya. Alasannya, karena saya merasa lebih gembira dan bergairah ketika melakukan aktivitas tersebut. Menulis dan membaca adalah dua aktivitas yang hingga saat ini masih terus saya tekuni karena saya merasa bahagia menjalankannya. Memang tak dipungkiri, kadang ada rasa bosan atau jenuh, tapi itu sifatnya hanya sementara dan bisa diantisipasi dengan rehat atau rileks sejenak, menyelingi dengan aktivitas lain seperti jalan-jalan ke tempat wisata. Setelahnya, biasanya saya akan kembali rindu untuk menulis atau membaca.
Menurut hemat saya, dalam menjalani kehidupan ini, rasanya sangat merugi bila kita melakukan pekerjaan yang tidak sesuai dengan passion atau bidang yang kita minati. Sebab, pekerjaan yang tidak sesuai bidang atau passion kita, maka akan menyebabkan kita merasa malas, tidak bersemangat, bosan, dan sangat tersiksa dalam menjalankannya.
Yang menjadi dilema adalah ketika kita sudah berhadapan pada kebutuhan hidup yang urgen, lalu kita dipaksa oleh kondisi tersebut dengan melakukan pekerjaan apa pun demi bisa mencukupinya. Tapi saya yakin, kalau kita tidak gampang mengeluh, berusaha menerima dan berusaha menikmati atau mencintai pekerjaan tersebut, kondisi (perasaan) kita akan jauh lebih baik.
Wahyu Raharjo dalam buku Buat Apa Sukses Kalau Nggak Happy? menegaskan, apa pun pekerjaan Anda saat ini, syukurilah. Namun jika Anda belum merasa bahagia dan itu disebabkan oleh pekerjaan, Anda dapat mengambil beberapa pilihan berikut ini:
Pilihan pertama, keluar dari pekerjaan Anda dan geluti secara total pekerjaan yang Anda cintai. Ini adalah keputusan ekstrem dan tidak disarankan jika Anda sudah memiliki banyak tanggungan.
Pilihan kedua, mencoba mencintai pekerjaan Anda saat ini. Tidak mudah, karena akan muncul pertanyaan dasar, “Mengapa saya harus mencintai pekerjaan tersebut?” Sebaiknya Anda menemukan alasan selain karena uang yang didapat.
Pilihan ketiga, menjalankan passion di sela-sela pekerjaan Anda. Hal ini yang umumnya dilakukan banyak orang, sampai pada suatu titik di mana Anda dihadapkan pada pilihan pertama dan kedua di atas.
Kesimpulan dari tulisan saya kali ini, berusahalah sejak dini mendeteksi hal-hal yang kita sukai untuk kemudian dijadikan sebagai pekerjaan kita. Kalau kita menyukai dunia bisnis, sebaiknya berbisnislah. Kalau kita memang gemar menulis, jadikan menulis sebagai profesi yang dapat membuat hidup kita lebih bergairah. Dan, bila saat ini kita berada dalam kondisi dilematis, misalnya sedang bekerja di tempat yang tidak kita inginkan, sebaiknya berusahalah untuk mencintai pekerjaan tersebut.
Ya, kalau memang saat ini kita tidak mungkin keluar dari pekerjaan tersebut, maka tidak ada cara lain yang bisa kita lakukan selain berusaha menikmati dan mencintai pekerjaan tersebut. Daripada kita selalu mengeluh, ujungnya kita sendiri yang capai dan merugi. Jadi, lebih baik kita berusaha untuk mencintai pekerjaan kita saat ini. Cintailah pekerjaanmu maka pekerjaan pun akan mencintaimu.
***
*Sam Edy Yuswanto, Penulis lepas, alumnus STAINU Kebumen.