Oleh : Nanang Qosim,S.Pd.I.,M.Pd
Dewasa ini, generasi bangsa yakni dari kalangan remaja kian gemar melakukan hal-hal di luar batas norma-norma sosial, moral dan agama, seperti menjadi aktivitas klitih, geng motor, penggunakan narkoba, tawuran dan perilaku seks bebas. Ini menjadi ancaman besar bagi negeri tercinta kita ini jika masih diabaikan dan dibiarkan.
Bahkan yang terbaru, santer di media tragedi penganiayaan oleh Mario Dandy Satriyo terhadap Cristalino David Ozora. Tragedi tersebut jelas dari sisi kemanusiaan sangat memprihatinkan, karena penganiayaan itu mengakibatkan CDO yang masih usia anak-anak, 17 tahun, mengalami cedera berat hingga koma. Bahkan adanya kasus tersebut pengungkapan banyak hal terjadi. Banyak pelanggaran hukum dan norma sosial yang diperlihatkan dari satu kasus ini saja.
Beragam tingkah yang nista para remaja tersebut kian ditampilkan di ruang publik. Tak lain, hanya untuk menunjukkan eksistensi ke-“setan”-an mereka. Memang kita tidak boleh menyalahkan begitu saja kepada para generasi bangsa (remaja) semuanya, melainkan yang kita takutkan adalah “doktrin hitam” yang nantinya diajarkan para remaja yang lain yang notabene tidak sama perilakunya dengan mereka.
- Iklan -
Kalau cermat dan membidik secara fokus, kenakalan remaja kerap muncul pada waktu sore sampai malam hari. Hal ini, jelas disebabkan karena tidak ada atau minimnya kegiatan mereka pada waktu tersebut yang dijadwalkan atau diprogramkan.
Biasanya, alasan klasik yang sering disampaikan disaat mengupas dan membedah kenakalan remaja, tidak lain mereka itu sedang dalam masa mencari jati diri sebagai remaja. Oleh sebab itu, pencarian jati diri itu harus dikemas dalam bentuk waktu dan ajaran yang tepat sehingga mereka akan menemukan jati diri yang benar dan baik.
Mengaktifkan Pendidikan Agama
Karena itulah, penulis ingin negeri ini semakin menguatkan pendidikan agama, terutama pendidikan agama Islam. Penulis menyetujui bahwa dengan adanya pendidikan agama non formal dan melembaga yang disebut dengan MDA (Madrasah Diniyah Awaliyah) maupun TPQ (Taman Pendidikan Alquran) yang sampai sekarang masih eksis, harus tetap digaungkan kembali, karena dengan hadirnya aktivitas di MDA atau TPQ akan membuat kenakalan para remaja bisa diminimalisir, bahkan bila digarap dengan serius, kenakalan para remaja akan hilang. Salah satu bentuk keseriusannya, setiap daerah harus ada semacam pendidikan agama non formal, dan diperkuat dengan ajakan orangtua atau bahkan bisa menjadi kewajiban kurikulum untuk memasukkan anaknya disitu.
Berbagai jenis pendidikan agama di atas, akan menjadi solusi untuk mengisi waktu kosong remaja. Jika pendidikan dalam Madrasah Diniyah Awaliyah dan Taman Pendidikan Alquran di setiap tingkatan difungsikan dan diaktifkan yang lebih progresif.
Sekaligus bila pendidikan agama non formal dijadikan menjadi sebuah program nasional, yang tidak hanya sekadar wujud bangunan saja. Maka penulis yakin, jika para remaja dimasukkan di dalamnya, prilaku remaja tersebut akan berubah, dari yang buruk menjadi baik. Akhirnya, pendidikan agama akan senantiasa melekat dan tidak ada waktu yang digunakan untuk menemukan jati diri yang berantakan seperti terlibat geng motor, narkoba, tawuran dan perilaku seks bebas remaja.
Membentuk Akhlak
Keuntungan lain, fungsi pendidikan agama non-formal, akan menjadi tempat diajarkannya praktik ibadah yang mempunyai relasi langsung dalam pembentukan akhlak. Dalam ibadah salat misalnya, mereka diajarkan bahwa dalam salat itu ada nilai kepatuhan, kepemimpinan, ikhlas dan kebersihan yang dapat diaplikasikan dalam kehidupan nyata.
Kemudian, dalam hal ibadah puasa, mereka akan mendapatkan pelajaran tentang nilai kejujuran, amanah dan sabar yang dapat direalisasikan dalam kehidupan sehari-hari. Dan di dalam pendidikan ibadah zakat dan sedekah mereka diajarkan supaya tidak pamer (riya) dan merendahkan setelah kita melakukan zakat dan sedekah kepada orang lain.
Kalau hal demikian sudah dilakukan, maka terbentuklah nilai-nilai akhlak yang baik, dan inilah yang selalu ditanamkan pendidikan agama yang dikemas dalam pendidikan (Madrasah Diniyah Awaliyah) dan Taman Pendidikan Alquran sehingga permasalahan kenakalan remaja dapat diatasi. Hal ini kalau tidak ada putusan dalam hati, sulitlah para orangtua untuk memasukkan anaknya di lembaga pendidikan agama. Tinggal kita lihat saja, apakah semua orangtua di negeri ini, menungu hidayah dari Allah atau menjemput hidayahNya. Semoga hati orangtua dan anak terbuka di jalan yang baik. Amin.
– Dosen Agama Islam Poltekkes Kemenkes Semarang, Pengurus KKGMDT Provinsi Jawa Tengah Periode 2020-2023