Oleh: Fajar Pujianto
Kegiatan literasi di madrasah sudah seharusnya digalakkan. Bukan hanya kegiatan membaca saja, melainkan juga menulis. Membaca dan menulis sudah seperti gedjet dan aplikasi, mereka sangat lengket dan tidak bisa dipisahkan. Adanya bacaan, maka ada juga yang menulis. Begitu juga sebaliknya, adanya tulisan, maka harus ada yang membaca.
Jika mencari di internet kata kunci ‘jumlah madrasah yang mempunyai ekstra jurnalistik’ maka tidak tersedia. Akan tetapi, ada beberapa madrasah yang sudah menerapkan ektra kurikuler jurnalistik. Pada halaman satu, hanya terisi oleh MAN, akan tetapi untuk yang di bawahnya, seperti Madrasah Ibtidaiyah masih teramat sedikit. Dengan adanya kegiatan literasi di madrasah, seperti membaca 15 menit setiap pagi sebelum masuk kelas dan mengadakan pojok baca di masing-masing kelas. Bahkan ada pula yang mengadakan lomba menulis atau mengisi majalah dinding. Nampaknya, tanpa adanya pelatihan karya yang dihasilkan pun perlu dikroscek.
Sementara itu, untuk mengasah keahlian para siswa, maka perlu adanya pelatihan yang leboih mendalam. Jika hanya mengandalkan pelajaran Bahasa Indonesia, dengan rentan waktu yang terbatas, maka mustahil karya-karya siswa akan terpajang di setiap mading dan di display karya lainnya. Jika pun ada yang terpajang, mungkin dengan karya yang seadanya, ataupun dibuat di rumah.
- Iklan -
Hadirnya kegiatan ekstra kurikuler jurnalisik diharapkan mampu membuat siswa semakin mahir dalam berkarya. Selian itu, juga medapatkan ilmu yang lebih tentang dunia tulis menulis. Hal tersebut lantaran dalam jurnalistik, siswa akan diberi waktu dan ilmu yang lebih yang dimiliki oleh si pengampu atau pembina ekstra kurikulier.
Seorang pembina ekstra kurikulier seharusnya mempunyai ilmu maupun pengalaman yang lebih tentang apa yang dikerjakannya. Sebagai contoh, pembina ektra kurikuler bulu tangkis, maka sebaiknya yang mengajar adalah mereka yang pernah dan atau sedang berkecimpung di dunia bulu tangkis. Begitu juga dengan ektra kurikulier voli, mereka yang mengajar seharusnya sudah mendalami tentang ilmu tersebut.. Apalagi dengan ekstra kurikulier jurnalistik, yang seharusnya mengajar adalah mereka yang sudah berkecimpung di dunia jurnalistik. Baik sudah pernah atau sedang menjadi wartawan, pernah menulis buku, atau pun kegiatan literasi lainnya yang berhubungan dengan menulis.
Kegiatan ektra kurikulier jurnalistik bisa dilakukan setelah selesai proses belajar mengajar. Boleh selama satu jam ataupun lebih. Boleh dilakukan selama seminggu sekali atau pun lebih dari itu selama tidak mengganggu kegiatan belajar yang utama. Selain dilakukan di jam-jam tertentu, juga boleh dilakukan di tempat-tempat tertentu, semisal di luar kelas, di aula madrasah, kunjungan ke redaksi koran, atau pun ke stasiun televisi. Hal tersebut dilakukan supaya para suswa mendapatkan pengalaman yang lebih.
Seperti administrasi pada umumnya, ekstra jurnalistik juga memerlukan administrasi, seperti daftar hadir, materi, dan lain-lain. Selain sebagai bukti, juga memudahkan apabila sewaktu-waktu dibutuhkan untuk akreditasi. Administrasi tersebut juga setidaknya ditambahi dengan foto yang dicetak..
Dalam ektra jurnalistik, ada beberapa materi yang bisa menjadi acuan agar tidak monoton pada satu tema. Selain tentang berita, juga diperbolehkan dengan materi lainnya, yaitu cerita pendek (cerpen), cerita bersambung (cerbung), cerkak, cerita anak, dan pentigraf atau cerpen tiga paragraf. Ada juga materi tentang novel, puisi, pantun, dan dongeng. Boleh juga diisi dengan non fiksi, seperti artikel, opini, esai, ataupun pembuatan buku ajar.
Setelah para siswa belajar beberapa materi di atas, tinggal memilih salah satu yang menurut mereka sesuai dengan apa yang diinginkan. Ketika mereka sudah memilih, maka si pembina tinggal mengaplikasikannya untuk mengisi mading, ataiu pun media lainnya. Para siswa yang sekiranya sudah pandai dalam berkarya, tinggal membuat karya yang sebagus-bagusnya. Setelah itu diketik di Ms. Word sesuai dengan aturan si Pembina supaya tertata.
Setelah para siswa menulis, lalu tinggal sekreatifnya guru yang mau mengirimkan karya tersebut ke mana. Akankah diendap dan didiamkan begitu saja, atau dikirim ke media lokal ataupun nasional. Diterima ataupun tidak, itu urusan nanti, yang penting keberanian untuk mengirimkan. Ketika diterima, selain bersyukur, juga bukti terbit itu dikumpulkan untuk kemudian dikliping ataupun dipajang.
Karya-karya siswa yang sudah bagus, tingal dijadikan program, boleh untuk mading, membuat majalah, mengisi website madrasah, ataupun yang lainnya. Hal tersebut dilakukan agar karya siswa tidak hanya mengendap tapi ada wadah yang bisa digunakan sebagai sarana berkarya. Jadi, ketika karya para siswa diterbitkan, mereka akan sangat senang dan otomatis akan menambah semangat mereka dalam berkarya.
Setiap satu semester, boleh juga diadakan pajang karya. Pajang karya tersebut dimaksudkan supaya para siswa mendapat apresiasi dari halayak. Ketika para siswa sudah mendapat apresiasi, maka mereka akan semakin senang dan value-nya akan semakin meningkat. Apresiasi inilah yang nantinya akan menambah imun bagi para siswa dan mereka akan semakin gencar dalam berkarya.
Para siswa sangat rawan dengan yang namanya kritikan. Jika ingin mengkritik mereka, maka sebaikknya dengan bahasa yang halus. Jangan sampai menyentuh hati para siswa apalagi dengan logat yang kasar. Ketika nyali itu ciut, maka semangat mereka pun akan turun. Dan mereka kaan malas dalam berkarya. Sehingga karya-karya yang seharusnya dihasilkan secara terus menerus, akan berhenti begitu saja. Mereka pun tak bisa berkarya kembali seperti sedia kala, karena begitu dewasa, karya yang dihasilkan pun sangat berbeda dengan waktu masih anak-anak.
Sebaiknya, dukung terus karya siswa melalui program-program yang digalakkan oleh pihak madrasah. Jangan sampai, para siswa hanya belajar pejaran seperti biasa, lalu pulang dan bermain game di rumah. Begitu terus. Mereka harus dididik dan dibekali dengan ilmu-ilmu di luar mata pelajaran. Ektra kurikuler merupakan wadah pengembangan bakat dan minat. Maka, sebaiknya para siswa mengikuti kegiatan tersebut dan disesuaikan dengan bidangnya masing-masing. Begitu juga dengan pihak madrasah, sebaiknya memberi wadah kepada para siswa dan cari bakat mereka melalui ekstra kurikuler.
-Fajar Pujianto, mantan tenaga kependidikan di MI Ma’arif NU 2 Langgongsari Kecamatan Cilongok, Banyumas. Sekarang mengabdi di UNU Purwokerto dan menjadi ketua Forum Taman Bacaan Masyarakat Kabupaten Banyumas.