Oleh: Muhammad Nur Faizi
Nahdlatul Ulama (NU) merupakan salah satu organisasi keagamaan tertua di Indonesia. Corak NU yang menghargai wajah kultural di masyarakat, baik adat istiadat ataupun kebiasaan, menjadikannya sebagai basis pergerakan yang mewadahi opini masyarakat secara keseluruhan. Beberapa masalah sosial-keagamaan, mampu diselesaikan oleh NU dengan cara yang gemilang, yaitu mengambil jalan tengah (At-tawassuth) yang menguntungkan semua pihak.
Meskipun begitu, selama seabad NU bergerak sebagai suatu organisasi keagamaan, banyak tantangan yang telah dihadapi. Seperti halnya ketika NU masuk dalam kancah perpolitikan Indonesia, NU terhadang berbagai macam permasalahan internal maupun eksternal. Kemudian dalam masalah spiritual sendiri, NU juga mendapat tantangan dari pihak-pihak yang ingin memusnahkan amaliah NU itu sendiri.
Dengan adanya berbagai tantangan tersebut, maka adaptasi yang dilakukan NU harus mampu menyentuh semua aspek. Terutama permasalahan keagamaan, dimana NU berperan penting dalam menyebarkan paham moderasi dan toleransi secara global. Sebagai basis muslim di seluruh dunia, peran organisasi keagamaan di Indonesia akan menjadi sangat penting untuk menarasikan ajaran Islam cinta damai (baca: rahmatan lil alamin).
- Iklan -
Menengok Jejak KH. Abdurrahman Wahid
Historitas NU dalam menyebarkan narasi Islam cinta damai paling ternama melalui tangan ajaib KH. Abdurrahman Wahid. Pemikiran beliau yang menyuarakan pluralitas semasa menjabat sebagai kepala negara, menimbulkan kekaguman bagi semua orang. Bagi pihak minoritas, pemikiran yang digagas oleh KH. Abdurrahman Wahid adalah obat atas hak-hak yang sebelumnya mereka tidak dapatkan.
Saat KH. Abdurrahman Wahid menjabat, hak-hak seperti merayakan perayaan keagamaan dan hak sosial lain terjamin. Mereka hidup selayaknya manusia pada umumnya dengan kebebasan penuh. Dengan cara tersebut, kecintaan (baca: rasa Nasionalisme) meningkat tajam dan prosesi pembelaan negara menjadi hal yang ikhlas dan tulus dilakukan setiap saat.
Pergerakan KH. Abdurrahman Wahid adalah upaya menghabisi batas-batas ketidakadilan yang ada dalam setiap masyarakat. KH. Abdurrahman Wahid mempresentasikan bahwa semua manusia itu sama, dan dapat hidup berdampingan serta saling bekerja sama. Walaupun dalam kenyataannya mereka dibedakan oleh suku, agama, ras, dan hal lain yang mengelompokkan mereka masing-masing. Akan tetapi dalam khazanah Ukhuwah Wathaniyah (persaudaraan dalam kebangsaan), semua orang adalah saudara. Adapun yang lebih luas, Ukhuwah Basyariah (persaudaraan dalam kemanusiaan) mengharuskan manusia menjalankan kerukunan.
Abdurrahman Wahid merupakan kader NU yang telah sukses mengajarkan nilai kemanusiaan, keadilan, persatuan, ketuhanan, dan berbagai nilai kebajikan secara utuh. Kontribusi beliau dalam mendeklarasikan Indonesia sebagai negara damai, tentunya harus terus dilanjutkan, yaitu dengan menularkan semangat tersebut kepada generasi selanjutnya.
Pendidikan Multikultural Basis Pergerakan Indonesia Damai
Semangat yang ingin ditularkan NU dalam acara satu abad NU adalah menuju kebangkitan baru. Kebangkitan ini bisa dikontektualisasikan dengan berbagai macam aspek. Salah satu aspek yang perlu dibangkitkan dengan semangat baru adalah pendidikan. Urgensi pendidikan dalam khazanah kebangsaan adalah menyambung gagasan kebajikan dari tokoh-tokoh terdahulu.
Seperti halnya, gagasan multikulturalisme KH. Abdurrahman Wahid harus diwujudkan dan disebarkan secara luas. Untuk menyebarkan ajaran tersebut, diperlukan regenerasi yang dibungkus dalam wadah pendidikan. Tangan panjang pendidikan akan mempertahankan gagasan ataupun memunculkan gagasan baru yang lebih kompleks dalam menghadapi permasalahan.
Maka pendidikan multikulturalisme juga akan mengalami prosesi yang sama, yaitu dipertahankan atau mengalami evolusi yang lebih kompleks. Wujud dari pendidikan multikultural dapat diaplikasikan secara langsung dalam bentuk masyarakat Indonesia yang heterogen. Dimana Indonesia tersusun dari berbagai macam suku, budaya, dan adat istiadat yang berbeda. Oleh karena itu, penting kiranya menjadikan multikulturalisme sebagai basis dari pendidikan.
Selain itu, pendidikan multikulturalisme juga dapat menjadi antitesis dari problematika kesenjangan di Indonesia. Dimana kaum minoritas harus mendapatkan tempat yang sama. Seperti halnya, kasus sulitnya membangun rumah ibadah, prosesi keagamaan yang dihalang-halangi, hingga tindakan brutal terorisme yang menyasar sejumlah umat agama, dapat diatasi dengan adanya pendidikan multikultural.
Pendidikan multikultural akan menghadirkan kesadaran untuk saling menghargai, saling bertolransi, dan saling menjaga antara satu orang dengan orang lainnya. Menganggap bahwa semua manusia itu sama, dan layak untuk menata kerjasama. Pendidikan multikultural akan menempatkan hak-hak manusia sebagai bagian yang lebih tinggi daripada egoisitas masing-masing kelompok.
Aplikasi Pendidikan Mulltikultural di Semua Lapisan
Pendidikan multikultural paling ideal disebarkan melalui lembaga pendidikan, yaitu dengan membentuk kerangka konsep dari pendidikan yang paling dasar. Kemudian dilanjutkan dalam pendidikan yang lebih tinggi, sehingga konsep-konsep multikulturalisme akan menjadi sangat kompleks.
Namun tidak semua orang berkesempatan mendapat pendidikan. Oleh karenanya, multikulturalisme harus dibuat semakin sederhana sehingga mampu dijangkau oleh semua orang. Aplikasi multikulturalisme dalam konsep yang lebih sederhana, dapat diwujudkan dengan tidak merasa terganggu atas perayaan keagamaan dari yang selainnya. Kemudian saling membantu tanpa adanya batasan perbedaan.
Wujud multikulturalisme seperti itulah yang penting kiranya untuk diterapkan. Satu abad NU tentu dapat dimaknai sebagai kebangkitan kerukunan di Indonesia dengan mengaplikasikan pendidikan multikultural secara keseluruhan. Bisa melalui lembaga pendidikan atau menerapkannya secara langsung kepada seluruh lapisan masyarakat. Maka dengan cara tersebut, akan tersusun kebangkitan bersama untuk kerukunan Indonesia.
-Muhammad Nur Faizi, santri Pondok Pesantren Kotagede Hidayatul Mubtadi ien Yogyakarta.