Oleh Sam Edy Yuswanto
Saya merasa yakin dan percaya, apa pun yang dilakukan dengan sepenuh hati, maka akan melahirkan rasa kebahagiaan-kebahagiaan. Sebaliknya, aktivitas atau profesi, apa pun itu, bila dalam menjalaninya dengan penuh gerundelan, omelan, ditambah dengan raut wajah cemberut, hati kita tentu akan sulit merasakan kebahagiaan. Bayangkan kalau kita melakoni aktivitas (dengan tidak menghadirkan keikhlasan hati dan keceriaan di dalamnya) tersebut tiap hari, betapa kebahagiaan dan ketenangan hidup akan sulit menghampiri keseharian kita.
Bicara tentang aktivitas yang tak menyertakan hati dan keikhlasan di dalamnya, saya jadi teringat, belum lama ini saya pergi salah satu toko di daerah Petanahan (sekitar tiga kilometer dari arah rumah saya) yang menjual aneka kain dan alat-alat untuk keperluan menjahit. Tujuan saya ke toko tersebut ialah ingin membeli beberapa kain dengan warna berbeda sebagai background atau alas buku untuk kepentingan fotografi. Sebagai seorang penulis yang sering me-review atau meresensi beragam genre buku, saya merasa sangat membutuhkan kain aneka warna agar buku-buku yang saya foto tersebut hasilnya lebih bagus atau estetik.
Singkat cerita, saya pun memilih tiga warna kain (putih, kuning, dan orange) yang menurut saya cukup bagus dan kontras dijadikan sebagai latar untuk memfoto buku-buku. Karena saya tak membutuhkan kain banyak, maka saya memutuskan untuk membeli kain tiga warna tersebut, masing-masing sepanjang satu meter. Sayangnya, saya dilayani oleh seorang pelayan perempuan yang kurang ramah. Wajahnya kurang senyum dan tampak menyebalkan. Bahkan ketika dia sedang memotong kain, cara menaruh gunting di atas etalase kaca tampak begitu kasar dan mengeluarkan bunyi yang keras di indra pendengaran saya. Belum lagi cara menarik kain tersebut dengan cara disebrak, seperti menyobek sebuah kertas, sehingga sebagian kain tersebut tidak terpotong dengan baik alias kasar dan menyebabkan sebagian serabut-serabut kainnya keluar.
- Iklan -
Saya hanya mengamati tanpa memprotes. Saya juga merasa enggan untuk menegur atau mengkritik cara melayani pembeli yang kurang ramah tersebut. Saya berusaha berpikir positif saja, mungkin si pelayan sedang ada masalah yang berat dan belum menemukan solusinya, sehingga rautnya tampak cemberut, judes, dan tak bisa konsentrasi saat melakukan pekerjaannya.
Meskipun saya berusaha berpikir positif dan memaklumi sikap pelayan tersebut, tapi bukan berarti saya “membenarkan” caranya dalam melayani pembeli. Mestinya bila ia berusaha bekerja secara profesional, andai ia sedang ditimpa masalah, jangan sampai masalah tersebut dibawa ke tempat kerja. Mestinya ia belajar tentang tata cara melayani pelanggan atau pembeli dengan baik dan ramah, karena tanpa pelayanan yang baik dan ramah para pembeli akan merasa kapok untuk belanja lagi ke toko yang pelayanannya buruk tersebut.
Dari kejadian tersebut saya berusaha memetik sebuah hikmah, bahwa setiap orang sangat perlu membekali dirinya dengan ilmu pengetahuan yang berkaitan dengan aktivitas yang dijalaninya sehari-hari. Misalnya, ketika kita telah memutuskan untuk menjadi seorang pebisnis, terlebih dahulu kita harus membekali diri dengan seputar tata cara berbisnis yang baik dan benar. Ketika kita memutuskan menjadi seorang pelayan, bekali diri dengan attitude yang baik, bagaimana cara melayani pelanggan dengan raut ceria meskipun kita sedang ditimpa masalah. Bagi orang yang kesehariannya sulit tersenyum dan kurang ramah karena sudah karakter atau kebiasaannya, ia tetap harus belajar untuk bersikap ramah, misalnya dengan banyak membaca buku-buku kepribadian dan cara berinteraksi dengan orang lain dengan lebih baik.
Justru, permasalahan yang tengah kita hadapi akan sulit menemukan jalan keluar terbaiknya bila kita menyikapinya dengan raut cemberut, hati diliputi emosi, dan perasaan atau perilaku-perilaku negatif lainnya. Intinya, berusahalah untuk profesional saat kita melakoni sebuah profesi, agar apa yang kita kerjakan melahirkan kegembiraan sehingga kesuksesan pun akan mudah menghampiri kita.
Kesimpulannya, dalam melakoni sebuah profesi (apa pun itu selagi positif) berusahalah menyertakan keikhlasan dalam hati. Bekerjalah dengan riang gembira. Saya sangat sepakat dengan apa yang disampaikan oleh Dedy Dahlan dalam bukunya, Lakukan dengan Hati bahwa menyukai dan menikmati apa yang kita kerjakan akan mengeluarkan potensi terbesar dan terdalam diri kita. Mari kita bekerja dengan riang gembira dan sepenuh cinta. (*)
Sam Edy Yuswanto, penulis lepas mukim di Kebumen.