Oleh Hamidulloh Ibda
Berkali-kali menasihati bahkan memarahi mahasiswa tingkat akhir kadang membuat saya pada puncak “ah, wes judheg, dikandani bola-bali ora ngefek”. Memang benar adanya. Ketika Anda berstatus mahasiswa harusnya membuang dua dosa utama; malas (kesed) dan bodoh.
Kesed dan bodoh ini beda tipis. Bisa jadi karena malas menjadikan diri bebal dan bodoh meski aslinya punya potensi untuk jadi manusia cerdas dan bernas. Sebaliknya, karena bodoh akhirnya melahirkan tunas-tunas dan virus malas. Virus kesed berkecamuk dalam jiwa dan meronta-ronta membuat Anda mager.
Belajar memang harus fokus. Mau di pesantren, madrasah, sekolah, di perguruan tinggi atau perguruan tidak tinggi sekalipun. Bahkan, lebih sederhana, membaca saja harus fokus termasuk membaca tulisan saya ini. Jika tak fokus, anggap saja masih “belajar untuk belajar”. Saya salah satunya. Jika belajar di luar pendidikan formal bisa jadi sakarepe dewe. Namun berbeda jika posisinya belajar di pendidikan formal, tentu harus taat pada aturan.
- Iklan -
Kesed Penyebab Bodoh
Saya memiliki banyak sahabat, istilah sekarang bestie. Saat dulu di madrasah dia cerdas secara akademik karena rangking 1, 2, 3, secara simultan. Saat mondok juga tergolong bernas karena hafalan Alfiyahnya cepat daripada santri-santri lain.
Namun, ketika duduk di bangku perkuliahan, dekadensi terjadi. Virus kesed mulai menjangkiti. Menjadi sindrom yang seolah-olah menjadi pandemi bagi semua mahasiswa, termasuk sahabat-sahabat saya bahkan diri saya sendiri.
Mau kuliah malas. Mau nggarap tugas malas. Ngka-ngko menjadi pola pikir di benak mereka. Sehingga, karena sudah dateline, kejahatan intelektual terjadi. Makalah plagiat. Artikel copy paste. Sampai proposal penelitian dan skripsi juga hasil plagiasi, duplikasi, fabrikasi sampai falsifikasi.
Ilustrasi ini membuat saya menyimpulkan bahwa malas tak sekadar melahirkan kebodohan. Namun kemalasan yang dipelihara mahasiswa akan menjadikan mereka jahat, melahirkan kejahatan intelektual yang mengenaskan. Malas menjadi embrio yang melahirkan kemalasan berikutnya.
Sudah jelas rumusnya, bahwa rajin pangkal pandai, malas pangkal bodoh. Bukankah itu doktrin saat Anda kecil ketika masih umbelen? Lalu, mengapa ya, kok banyak mahasiswa-mahasiswa saya itu masih belum lulus-lulus? Apakah karena bodoh, malas, alasan aktivis, atau memang sibuk? Ah, mbelgedes kalau sibuk. Coba kita nanti teliti, saya yakin alasan menjadi aktivis itu topeng saja. Karena aslinya mereka kalau nggak kesed ya bodoh. Sebab, banyak yang saya kenal dan data mahasiswa yang aktivis menduduki ketua umum, sekretaris umum, kenyataannya dapat lulus tepat waktu dengan menyandang cumlaude. Artinya, ini bergantung pada orangnya. Kalau nggak kesed ya bodoh. Begitu saja lah tesis saya!
Bodoh Penyebab Kemunduran
Sekadar contoh. Saya punya banyak teman yang biasa-biasa saja kaliber intelektualnya namun bisa membuktikan bisa studi tepat waktu. Tak sekadar tepat waktu namun juga mendapatkan hasil memuaskan. Sedangkan sahabat-sahabat saya yang jago dalam diskusi dan bagus academic writing-nya tumbang dropout karena terkena sindrom kesed. Dia bukan aktivis namun juga terkena sindrom kesed.
Pengalaman empirik saya ini menjadi contoh bahwa sukses akademik tidak ditentukan kecerdasan intelektual saja. Namun juga keinginan kuat, rajin, istikamah dalam melawan kebodohan dengan membuang jauh dan meninabobokkan kesed. Rumusnya kan jelas, kalau kecerdasan intelektual tidak menjadi penentu utama kesuksesan, melainkan diditikberatkan pada kecerdasan emosional dan spiritual.
Kesed dan bodoh memang beda tipis. Kesed menjadi sumber kebodohan. Sedangkan bodoh berarti tidak bisa memanfaatkan waktu untuk hal-hal produktif. Saya tidak tahu bagaimana pola pikir orang pemalas. Waktu yang terus bergulir dan perubahan serba cepat masih saja sontai-santai tanpa memikirkan masa depan mereka dan beban untuk membahagiakan orang tua dan keluarga.
Kedua sifat, karakter, atau sikap ini tidak memiliki manfaat sama sekali, baik kesed atau bodoh itu sendiri. Maka sudah seharusnya kita melawan sindrom kesed dan bodoh dengan kembali pada amanat orang tua. Khususnya, bagi pelajar dan mahasiswa yang sedang belajar di lembaga pendidikan. Akan sia-sia umurmu jika ketika proses studi bermalas-malasan, karena orang kesed akan tertindas dan ketika sudah tertindas, tertinggal, ia akan nestapa karena banyak teman-temannya sukses lahir dan batin.
Mari bersama-sama melawan virus kesed dan bodoh. Kita dapat belajar dari para ulama-ulama besar yang memiliki kaliber menuntut ilmu dengan apik. Dalam kitab Adabul Alim wa Al-Muta’allimAdabul Alim wa Al-Muta’allim, Hadratussyaikh KH. Hasyim Asy’ari, menyebut ada etika pelajar terhadap dirinya sendiri. Pertama, mensucikan hati dari kotoran hati. Kedua, memperbaiki niat. Ketiga, berusaha secepatnya memperoleh ilmu diwaktu masih belia dan memanfaatkan sisa umurnya. Keempat, menerima apa adanya (qana’ah). Kelima, membagi seluruh waktu dan menggunakannya setiap kesempatan dari umurnya, sebab umur yang tersisa itu tidak ada nilainya. Keenam, mempersedikit makan dan minum. Ketujuh, mengambil tindakan terhadap dirinya sendiri dengan sifat wira’i dan berhati-hati dalam setiap keadaan, memperhatikan kehalalan makanannya. Kedelapan, mempersedikit makan yang merupakan salah satu sebab tumpulnya otak. Kesembilan, berusaha mengurangi tidur selama tidak menimbulkan bahaya pada tubuh dan akal pikirannya. Kesepuluh, meninggalkan pergaulan, karena meninggalkannya itu lebih penting dilakukan bagi pencari ilmu, apalagi bergaul dengan lawan jeniskhususnyajika terlalu banyak bermain dan sedikit menggunakan akal pikiran, karena watak dari manusia adalah banyak mencuri.
Kita harus ingat pepatah saat kecil dulu, “rajin pangkal pandai, malas pangkal bodoh”. Jika kita rajin, kita dapat sejajar dan berkesempatan banyak melebihi orang cerdas. Jika kita malas, sepandai apapun kita, maka akan terbalap oleh orang bodoh yang rajin. Ironisnya, jika Anda sudah tidak cerdas, tidak rajin, malah bermalas-malasan. Lah, mau jadi apa?
Jika memang memilih malas, ya monggo. Hidup ini pilihan. Rumusnya adalah man jadda wajada. Bukankah begitu, bestie?
-Penulis adalah dosen Institut Islam Nahdlatul Ulama (INISNU) Temanggung.