Oleh: Sam Edy Yuswanto
Miris sekali rasanya saat membuka akun TikTok, saya menemukan video dengan durasi singkat yang berisi adegan seorang ibu didorong oleh anak perempuannya yang masih remaja. Si ibu didorong dengan sangat kasar hingga jatuh dan terduduk. Tak hanya didorong tetapi si anak juga melontarkan kata-kata yang begitu kasar dan sangat menyakitkan. Kalau diteliti dari ucapan si anak yang menggunakan bahasa Jawa tersebut, sepertinya ia mendorong ibunya karena merasa kesal dan marah tak diperbolehkan main di luar rumah.
Setelah menyaksikan video singkat itu, saya pun langsung merenung, betapa sangat keterlaluannya seorang anak kalau sampai tega menyakiti hati orang tua, terlebih ibu yang telah bersusah payah mengandung selama berbulan-bulan lamanya. Belum nyawa menjadi taruhan saat melahirkan sang anak. Ditambah dengan segala kerepotan usai melahirkan; merawat dan mendidik anak hingga besar, hingga remaja, hingga dewasa, bahkan hingga menikah. Tak jarang, usai menikah pun ada anak yang masih merepotkan orang tuanya.
Saya yakin, sebagai orang tua, apalagi ibu, tentu tak menginginkan anaknya yang sudah remaja salah pergaulan di luar rumah. Maka dari itu, adalah hal yang sangat biasa ketika orang tua selalu berusaha menjaga dan menasihati anak-anaknya agar selalu berhati-hati saat bergaul. Jangan sampai anak salah pergaulan dan menyebabkan penyesalan di kemudian hari.
- Iklan -
Hal yang juga penting diperhatikan, sebagai orang tua seyogianya juga berusaha untuk terus melatih diri dalam mendidik anak-anaknya. Khususnya tentang cara yang digunakan untuk menegur atau memberikan nasihat kepada putra-putrinya. Misalnya selalu berusaha menggunakan bahasa atau kata-kata yang lembut dan tak menghakimi, berusaha mengerti perasaan anak saat sedang mengalami masalah, dan seterusnya. Demikian pula dengan anak-anaknya. Kita, sebagai anak juga harus berusaha memahami betapa sangat khawatirnya orang tua saat kita sedang bepergian atau berada di luar rumah. Karenanya, tak heran bila orang tua kesannya begitu cerewet, selalu menasihati ini-itu meskipun anak-anaknya sudah beranjak dewasa. Itu semua dilakukan orang tua karena tak menginginkan anak-anaknya mengalami hal-hal yang buruk di luar sana.
Bicara tentang pentingnya menjaga adab terhadap orang tua, ada sebuah kisah mengharukan tentang bakti anak pada ibunya dalam buku Ibu, Engkaulah Harta Terindahku, karya Al-Jauzi (2013). Adalah Al-Hakim at-Tirmidzi yang memiliki nama lengkap Abu Abdillah bin Muhammad bin al-Hasan bin Basyar. Ia adalah seorang ulama yang lahir tahun 205 Hijriah dan pernah mendapat gelar al-Hakim. Suatu hari, bersama kawan-kawannya ia berniat melakukan perjalanan guna menuntut ilmu. Sayangnya, ia gagal berangkat karena tiba-tiba ibunya yang sudah sepuh sakit.
“Wahai anakku, aku ini sudah sepuh. Aku tak punya siapa-siapa lagi kecuali kamu. Kamulah yang senantiasa merawatku. Kalau kamu pergi, siapa yang akan merawatku?” ujar si ibu mencurahkan isi hatinya. Al-Hakim pun merasa terenyuh dan akhirnya memilih merawat sang ibu tercinta dengan ikhlas dan senang hati. Sementara di sisi lain ia sebenarnya merasa sedih karena tak bisa mempunyai ilmu seperti teman-temannya yang lain. Pernah suatu ketika ia meratapi dirinya di makam sambil berkata, “Beginilah keadaanku. Aku tetap jadi orang bodoh, sementara teman-temanku akan pulang dengan membawa ilmu yang banyak.”
Usai mengatakan kalimat itu, tiba-tiba saja di hadapan Al-Hakim muncul orang tua dengan wajah berseri-seri. Orang tua itu kemudian bertanya pada Al-Hakim mengapa bersedih dan menangis. Al-Hakim pun menceritakan apa yang dialaminya. Lantas, orang tua tersebut berkata, “Nak, apakah tiap hari kamu mau kuajarkan suatu ilmu, sehingga tidak perlu waktu lama ilmumu jauh lebih banyak daripada teman-temanmu?” al-Hakim pun kemudian mengiyakan.
Singkat cerita, selanjutnya hari-hari Al-Hakim diisi dengan menuntut ilmu pada orang tersebut. Keadaan ini berlangsung beberapa tahun, hingga akhirnya ia menjadi ulama ternama. Seiring perjalanan waktu, Al-Hakim baru mengetahui bahwa orang tua yang tiap hari mengajarinya adalah Nabi Khidir a.s. Al-Hakim akhirnya menyadari, semua keutamaan yang diperolehnya itu berkat doa ibunya.
Kisah tentang Al-Hakim, seorang ulama yang berbakti pada ibu kandungnya tersebut meninggalkan hikmah yang luar biasa besar bagi kita. Bahwa berbakti pada orang tua adalah sebuah keniscayaan. Tak ada alasan bagi kita untuk menolak permintaan seorang ibu, terlebih pemintaan tersebut adalah hal yang sangat positif dan menuai pahala. Bukankah merawat orang tua yang sedang sakit adalah perbuatan yang sangat mulia dan bernilai pahala di sisi-Nya? Kisah Al-Hakim juga menyiratkan hikmah kepada kita, agar jangan pernah menyakiti hati seorang ibu. Misalnya nekat pergi ke luar rumah atau pergi dalam waktu sangat lama, padahal sang ibu merasa keberatan karena kondisinya sudah sepuh atau sedang sakit. (*)
Sam Edy Yuswanto, penulis lepas mukim di Kebumen.