Oleh Sam Edy Yuswanto
Mungkin kita tak pernah menyangka kalau sebuah kulit pisang yang sepintas terlihat sangat remeh tapi ternyata dapat membahayakan kesehatan manusia. Ya, sebuah kulit pisang yang dibuang dengan sembarangan misalnya, lantas ketika ada seseorang lewat dan tak sengaja menginjak kulit pisang tersebut dan dia terpeleset, maka dapat menyebabkan raganya terluka atau mengalami cedera seperti keseleo.
Oleh karenanya, penting dipahami bersama bahwa dalam kehidupan keseharian, jangan pernah kita menyepelekan hal-hal kecil seperti membuang sampah secara sembarangan, semisal melemparkan kulit pisang di jalan raya. Karena hal tersebut dapat membuat orang lain celaka.
Perihal sebuah kulit pisang yang dapat membahayakan manusia, ada sebuah kisah menarik dan sarat perenungan yang pernah saya baca dalam buku kumpulan cerpen berjudul “Sebiji Pisang dalam Perut Jenazah’ karya M. Shoim Anwar. Cerpen yang dilihat dari judulnya saja sudah membuat pembaca merasa penasaran tersebut bercerita tentang seorang lelaki bernama Kusmo yang masih merasa sangat kesal dan menyimpan dendam kepada Idam, salah satu temannya. Bahkan ketika Idam telah tiada, rasa kesal dan amarah dalam dada Kusmo belum jua sirna.
- Iklan -
Kekesalan Kusmo berawal ketika sebuah pisang miliknya pernah dicuri dan dimakan oleh Idam. Ia masih ingat dengan jelas kejadian yang pernah dialami dulu bersama Idam. “Sebiji pisang saja dia tega mencuri, belum kalau dia menjadi pejabat yang tiap hari memiliki kesempatan untuk korupsi,” begitu kata Kusmo. Intinya dia benar-benar tak mau mengikhlaskan sebuah pisang yang pernah dicuri oleh Idam meskipun Idam telah meninggal dunia dan pihak keluarga telah memohon maaf kepada orang-orang atas segala kesalahan yang pernah dilakukan Idam semasa hidupnya.
Bahkan, pihak keluarga Idam juga sudah woro-woro, mempersilakan orang-orang untuk menghubungi keluarga apabila Idam masih memiliki pinjaman atau utang tanpa sepengetahuan keluarga. Namun Kusmo tetap bersiteguh tak sudi memaafkan kesalahan Idam di masa lalu. Hingga pada suatu hari, Kusmo mengalami sebuah kecelakaan yang menewaskan dirinya. Sebuah kecelakaan maut yang bermula dari sebiji pisang yang tergeletak di jalan. Sepeda motor yang dikendarai Kusmo melindas sebiji pisang dan menyebabkan sepeda itu terpeleset. Kusmo pun terpental, tubuhnya tergilas sebuah truk yang kebetulan melaju di belakangnya.
Kisah Kusmo yang enggan memaafkan Idam yang dulu pernah mencuri sebiji pisang miliknya begitu berkesan dan meninggalkan pelajaran yang sangat berharga bagi kita semua. Setidaknya, ada empat pelajaran berharga atau hikmah yang bisa kita petik dari kisah Kusmo tersebut.
Pertama, memaafkan kesalahan orang adalah perbuatan yang mulia. Terlebih ketika orang yang berbuat salah kepada kita telah meninggal dunia. Maafkanlah dia, meski mungkin terasa sangat berat, agar almarhum dapat pergi dengan tenang karena beban salahnya telah kita maafkan. Jangan sampai kita menjadi pribadi yang egois dan pelit; mempersoalkan sesuatu yang tampak sepele dan enggan memaafkan kesalahan orang lain. Terlebih bila kesalahan tersebut tidaklah begitu besar.
Kita harus selalu ingat bahwa setiap orang pernah berbuat salah dan dosa. Termasuk kita. Bukankah kita sangat berharap Allah selalu memberikan ampunan atas dosa-dosa yang pernah kita kerjakan sewaktu di dunia? Lantas, mengapa kita merasa enggan untuk memberi maaf kepada sesama? Mestinya bila kita ingin diampuni oleh-Nya, kita juga harus berusaha menjadi manusia pemaaf.
Kedua, perihal sifat dermawan yang seyogianya kita jaga dalam kehidupan sehari-hari. Seberapa pun penghasilan kita, berusahalah untuk menyisihkan sebagiannya untuk digunakan berbagi kepada orang lain. Bahkan meskipun kita baru mampu bersedekah sebiji pisang kepada tetangga. Kisah Kusmo yang terus menyimpan dendam dan belum mengikhlaskan sebiji pisang miliknya yang pernah dicuri oleh Idam dapat kita jadikan renungan bersama; jangan sampai kita memiliki sifat seperti Kusmo yang gemar mengungkit-ungkit hal sepele yang sudah berlalu, bahkan ketika teman yang mencuri pisangnya sudah tiada, dia masih belum memaafkan dan mengikhlaskannya.
Ketiga, meskipun sebiji pisang terlihat sepele, bukan lantas kita menganggapnya hal kecil atau remeh-temeh. Misalnya dengan dalih ‘hal remeh’ lantas membuat kita seenaknya saja mengambil hak orang sebagaimana yang dilakukan Idam terhadap Kusmo. Sebaiknya ketika kita pernah mengambil hak orang lain, meskipun terlihat remeh seperti sebiji pisang, bersegeralah memohon agar diikhlaskan dan dimaafkan. Atau berusahalah untuk segera mengganti pisang yang pernah kita ambil tersebut.
Keempat, jangan gemar meremehkan hal-hal kecil, seperti membuang sampah sembarangan meskipun hanya sebuah kulit pisang. Karena hal tersebut dapat membahayakan manusia, sebagaimana kisah Kusmo yang berakhir tragis; motornya terpeleset oleh sebiji kulit pisang (yang dibuang sembarangan oleh orang lain) dan dia tergilas oleh kendaraan yang melaju di belakangnya. Mudah-mudahan tulisan singkat dan sederhana ini ada manfaat dan hikmahnya. Wallahu a’lam bish-shawaab.
***
*Sam Edy Yuswanto, penulis lepas mukim di Kebumen.