JENAZAH TAK DIKENAL
dipasangnya langit sebelum subuh
didengarnya arus waktu luruh
di sungai beku mata yang pejam
dan tangan meraih
mencari batu-batu
sebuah tipuan kematian!
masih di situ
jenazah tak dikenal
mungkin kamu yang muda
barangkali yang lain dari masalalu
kaulihat sepasang kepiting
merayap di wajahnya yang dingin
seakan meraba napas
yang telah menjadi diam
- Iklan -
di jalan batu selepas embun jatuh
jenazah tak dikenal itu bangkit
ke langit
sendirian
seperti burung terbang
seperti awan yang menggantung
dan sepasang bola mata
mengintip ke bumi
seakan mengamati
2020
KAULAH GAMBAR
kaulah gambar dalam sepihan lukisan itu
kaulah yang berlalu, dan tak luput
kutangkap dengan tanganku
warnamu masih bau minyak
tubuhmu masih menyatu
dalam kuas
ranjangmu masih hangat
di palet itu
wajahmu terpahat
kaulah yang tersisa
dari amuk waktu
dalam dunia yang riuh
di kepalaku
dalam sepi yang tak berbentuk
dalam mataku
yang mengantuk
2020
BENCANA MALAM
rambutmu, sayang, rumbai-rumbai malam
kepadanya aku terjerat
nyaris seperti kayu pada arus sungai yang cepat
seperti burung dalam hujan lebat
dan malam itu sungguh bencana
yang paling lambat dari rindu
jarum jam memberat
meluncur dari jariku
sudah berapa waktu berlalu?
mungkin subuh nanti
semua berhenti pada penat
pada mimpi yang tak berakhir
tentang maut
tentang rambutmu
yang suka membelibet leherku
ketika ranjang itu begitu berderak
menuju penghabisan napas
2020
ORANG TAK DIKENAL
kau pernah jatuh cinta
pada orang tak dikenal
dari lubang hitam terbuka
dari jauh entah di mana
data-data yang bertebar di udara
dan dunia paling luas
paling halus
dari langit yang menautkan kau
secara gaib
dengan masa lalu
dengan masa depan
yang aneh dari lelaki itu
yang tak masuk akal tentang hidup
selalu saja matamu membaca pesan
omong kosong yang ada di sana
juga kekecewaanmu
pada kepandiranmu sendiri
juga orang yang tak dikenal itu
yang selalu berupaya membiusmu
dengan bahasa yang ngadi-ngadi
tentang cinta, harapan,
dan lain-lain
apakah kepercayaan itu ada?
2020
NOMOR PALSU
tiba-tiba ada yang menghubungimu
untuk sebuah hadiah yang tak masuk akal
angka-angka dari kegelapan
mencatatkannya pada matamu
kau tahu, itu nomor palsu
sebuah kontak menuju kelompok rahasia
atau segelintir orang saja
yang suka memainkan simbol-simbol
untuk menukarnya dengan “surga”
“surga itu ada, sayang,” katamu mesra
memang, tapi setelah segala yang ada ini musnah
dan hadiah itu kau tahu, yang paling indah
adalah kau, sebab kau nama dari kenyataanku
dari dunia yang bisa kuraih, jelas tidak palsu
jelas tak akan ada yang tahu
kecuali kau dan aku
“dan tuhan,” katamu sambil menaruhkan bibirmu
pada bibirku
2020
*Khanafi, lahir di Banyumas, Jawa Tengah, pada 4 Maret 1995. Tulisan-tulisannya berupa puisi dan cerpen tersiar di beberapa media massa baik daring maupun cetak, seperti: Detik.com, Maghrib.id, Koran Tempo, Beritabaru.co, Ceritanet.com, Kompas.id, Suara Merdeka, Kedaulatan Rakyat, Radar Banyuwangi, Radar Banyumas, dll, serta terikut dalam berbagai buku antologi bersama seperti: Antologi Komunitas Dari Negeri Poci: Negeri Bahari (2018) dan Pesisiran (2019), Antologi Tembi Rumah Budaya: Kepada Hujan Di Bulan Purnama (2018) dan Hujan Pertama Di Bulan Purnama (2021), Alumni Munsi Menulis (2020), dll. Penulis berkhidmat di Forum Penulis Solitude (FPS). Sehari-harinya bekerja sebagai editor lepas dan penjual buku lawas. Buku kumpulan puisi pertamanya bertajuk Akar Hening Di Kota Kering (SIP Publishing & FPS: 2021). Sekarang bolak-balik Purwokerto-Yogyakarta sembari merampungkan novelnya dan sebuah buku kumpulan cerpen.